TIMES JABAR, BANDUNG – Sustainabilitas telah menjadi fokus utama dalam inovasi arsitektur modern, menjawab tantangan lingkungan yang semakin mendesak. Desain ramah lingkungan kini tidak hanya berorientasi pada efisiensi energi, tetapi juga mengintegrasikan material berkelanjutan dan teknologi pintar yang mendukung pengurangan emisi karbon.
Konsep seperti green building dan arsitektur net-zero energy terus berkembang, menciptakan bangunan yang tidak hanya fungsional tetapi juga minim dampak ekologis. Contohnya, penggunaan material daur ulang, panel surya, dan sistem manajemen air hujan telah menjadi elemen penting dalam proyek konstruksi kontemporer.
Di sisi lain, arsitek juga memprioritaskan adaptasi terhadap kondisi lokal, seperti memaksimalkan ventilasi alami dan memanfaatkan sumber daya lokal untuk mengurangi jejak karbon.
Melalui pendekatan inovatif ini, arsitektur tidak hanya menciptakan ruang fisik, tetapi juga berkontribusi pada keberlanjutan lingkungan global dan kesejahteraan manusia.
“Untuk seminar nasional Garisan (Gagasan Arsitektur dan Riset Inovasi Untuk Berkelanjutan) 2024 ini, memang kita mengangkat bagaimana keberlanjutan bidang arsitektur itu melalui inovasi baik material maupun teknologinya,” ungkap Prof. Dr. Asep Yudi Permana, S.Pd., M.Des, Selasa (26/11/2024).
“Dalam hal ini kita mencoba untuk memberikan tema-tema yang sesuai dengan kekinian, ada tema yang disampaikan di sini terutama mungkin terkait dengan tema bagaimana pengembangan desain arsitektur dan bagaimana pengelolaan dan pengembangan material dan teknologi terbarukannya,” ulas Prof. Asep.
Prof. Asep menginformasikan bahwa berkenaan dengan para mahasiswanya yang hadir dan ikut sekarang adalah para praktisi dimana dari segi pengalaman implementasi material maupun teknologinya sangat mereka kuasai.
Ia menjelaskan bahwa sesungguhnya tujuan dari pendidikan magister arsitektur ini dimana level magister merupakan level delapan yang berfokus kepada pengembangan dan inovasi. Prof. Asep pun mengajak para mahasiswa praktisi yang kebetulan raw inputnya 80% itu dari para praktisi, dari para arsitek dan bahkan semuanya itu diawali dari para ketua asosiasi seperti asosiasi IAI, HDII.
“Sebenarnya mereka, para mahasiswa magister itu bergabung dengan kami itu bertujuan untuk penguatan yang bermula praktis, lalu kita mengajak mereka ke scientifiknya. Jadi, mereka yang biasanya melakukan laporan project, kita coba memahamkan perihal hak cipta yang sering para arsitek itu lupakan. Padahal, setelah projek selesai, karya mereka itu harus dihak-ciptakan,” jelas Prof. Asep.
“Dengan pengenalan hak cipta ini, Ketika nanti mereka berpraktek keahlian arsitek di luar, istilahnya mereka akan menghargai diri sendiri dengan mempatenkan karya arsitek mereka minimal ke hak ciptanya,” imbuhnya.
Prof. Asep menjelaskan apa tujuan dari seminar nasional ini yakni sustainable, bagaimana keberlanjutan dan bagaimana peran arsitek dari dalam pengembangan kompetensinya. Terutama arsitek-arsitek ini bisa berpatisipasi turut serta membangun negara tercinta Republik Indonesia.
“Calon arsitek itu perlu bagaimana mengembangkan terutama pengetahuan terkait dengan teknologi dan materi yang terbarukan, karena ini penting dalam pengembangan baik bangunan Gedung yang midle ataupun high risk,” pungkas Prof. Asep menutup pembicaraan. (*)
Pewarta | : Djarot Mediandoko |
Editor | : Deasy Mayasari |