TIMES JABAR, BANDUNG – Persatuan Wartawan Indonesia atau PWI Jawa Barat mendesak agar segera digelar Kongres Percepatan guna mengakhiri dualisme kepengurusan yang terjadi saat ini.
Perpecahan internal ini telah berdampak luas, termasuk penyelenggaraan Hari Pers Nasional (HPN) 2025 dan HUT ke-79 PWI yang harus digelar di dua lokasi berbeda, yakni di Pekanbaru, Riau, dan Banjarmasin, Kalimantan Selatan.
Dalam keterangan pers Ketua PWI Provinsi Jawa Barat, Hilman Hidayat, menegaskan bahwa konflik ini menjadi kenyataan pahit bagi seluruh anggota PWI di Indonesia. Bahkan, Presiden Prabowo Subianto serta sejumlah pemangku kepentingan memilih tidak menghadiri kedua acara tersebut, mencerminkan dampak serius dari perpecahan ini.
Hilman Hidayat menekankan bahwa penyelesaian dualisme ini harus dilakukan melalui mekanisme internal organisasi sesuai konstitusi yang berlaku. Salah satu langkah paling rasional adalah menggelar Kongres PWI Luar Biasa atau Kongres Percepatan untuk menyatukan kembali organisasi wartawan tertua dan terbesar di Indonesia.
“PWI harus mampu menyelesaikan permasalahan ini secara internal melalui mekanisme organisasi yang sesuai dengan konstitusi,” kata Hilman, Senin (17/2/2025).
“Salah satu solusi yang bisa ditempuh adalah mempercepat pelaksanaan kongres untuk menyatukan kembali organisasi,” tambahnya.
Hilman menegaskan bahwa dualisme ini merugikan organisasi, mengancam soliditas, serta kredibilitas PWI sebagai wadah profesional wartawan di Indonesia. Oleh karena itu, PWI Jawa Barat menyampaikan beberapa sikap resmi terkait permasalahan ini.
PWI Jawa Barat menegaskan lima poin utama yang harus segera ditindaklanjuti demi menjaga persatuan dan keberlanjutan organisasi:
1. Mendesak pelaksanaan Kongres PWI Luar Biasa atau Kongres Percepatan untuk menyelesaikan dualisme kepemimpinan serta mengembalikan ketertiban organisasi.
2. Menolak segala bentuk intervensi eksternal yang dapat memperburuk situasi dan memperdalam perpecahan di tubuh PWI.
3. Mendukung dan akan hadir dalam Kongres PWI Luar Biasa atau Kongres Percepatan apabila benar-benar diselenggarakan sebagai solusi terbaik.
4. Menyerukan kepada seluruh anggota PWI di Indonesia untuk tetap menjaga profesionalisme dan tidak terprovokasi oleh kepentingan tertentu yang dapat merusak nama baik organisasi.
5. Mendorong Dewan Pers untuk turut berperan aktif dalam menyelesaikan permasalahan ini agar PWI tetap menjadi organisasi wartawan yang independen dan bermartabat.
“Pernyataan ini semata-mata demi menjaga persatuan serta keberlanjutan PWI sebagai organisasi wartawan tertua dan terbesar di Indonesia,” tutup Hilman.
Dualisme kepengurusan PWI tidak hanya berdampak pada perayaan HPN 2025 yang terpecah, tetapi juga pada kepercayaan publik terhadap organisasi ini. Perpecahan ini berisiko melemahkan posisi PWI sebagai lembaga yang menaungi insan pers di Indonesia dan dapat mempengaruhi hubungan dengan pemerintah, Dewan Pers, serta berbagai pemangku kepentingan lainnya.
Selain itu, ketidakhadiran Presiden Prabowo dan pejabat penting lainnya di kedua acara HPN menjadi sinyal bahwa konflik ini harus segera diselesaikan. Jika tidak, PWI dikhawatirkan akan semakin kehilangan pengaruhnya dalam dunia jurnalistik nasional.
Dengan desakan dari PWI Jawa Barat, harapannya seluruh pihak dapat duduk bersama dalam semangat rekonsiliasi. Kongres Percepatan yang diusulkan diharapkan bisa menjadi jalan tengah untuk menyatukan kembali organisasi, membangun kembali kepercayaan, serta memastikan bahwa PWI tetap menjadi rumah besar bagi seluruh wartawan di Indonesia.
PWI sebagai organisasi wartawan tertua dan terbesar di Indonesia memiliki tanggung jawab besar untuk menjaga persatuan dan profesionalisme dalam dunia jurnalistik. Oleh karena itu, penyelesaian konflik ini harus menjadi prioritas utama sebelum dampaknya semakin meluas. (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: PWI Jawa Barat Desak Kongres Percepatan untuk Akhiri Dualisme Kepemimpinan
Pewarta | : Harniwan Obech |
Editor | : Deasy Mayasari |