TIMES JABAR, BANDUNG – Untuk mengatasi persoalan kemacetan di Kota Bandung, Dosen Prodi Administrasi Publik FISIP Universitas Pasundan (UNPAS) Bandung, Dr. Imas Sumiati, M.Si, menilai perlu adanya regulasi yang jelas terkait pembatasan jumlah kendaraan ketimbang pembangunan jalan.
Menurutnya, upaya pembangunan jalan saja tidak cukup. Sebab, hal tersebut membutuhkan waktu yang lama dan biaya yang tinggi. Solusinya, harus ada pembatasan jumlah kendaraan.
Dosen Prodi Administrasi Publik Fisip, Universitas Pasundan (UNPAS) Bandung, Dr. Imas Sumiati, M.Si. (Foto: Universitas Pasundan)
“Karena untuk pelebaran jalan membutuhkan waktu yang lama. Contoh kecilnya saja seperti di kampus UNPAS. Kami diberikan regulasi oleh atasan kami agar dosen tidak boleh membawa mobil ke kantor. Begitu pun dengan mahasiswa mereka hanya diperbolehkan membawa motor,” jelas dia.
Artinya, tambah dia, ketika regulasinya jelas dan ada sanksi yang diberikan bagi yang melanggar maka semua pihak akan mengikuti peraturan tersebut.
Selain pembatasan kendaraan juga harus diberikan regulasi yang mengikat. Sehingga, kekuatan dari leadership itu harus dibangun.
Untuk itu, Imas berharap negara harus hadir dan serius mengatur semuanya. Melakukan koordinasi dengan semua instansi atau dinas terkait untuk menyelesaikan kemacetan di Kota Bandung. Terlebih di saat musim hujan yang berpotensi banjir sehingga berakibat mengalami kemacetan kendaraan.
“Jadi mau tidak mau, suka tidak suka jadi sudah mengikat. Jadi harus punya strong leadership dan kuat regulasinya,” ucapnya kepada TIMES Indonesia, di Universitas Pasundan Bandung.
Imas Sumiati, menilai persoalan kemacetan masih menjadi masalah serius di Kota Bandung. Untuk itu pemerintah harus bisa mengambil langkah tercepat. Sebab, pertumbuhan volume kendaraan di Kota Bandung dinilai cukup tinggi.
“Pemerintah juga harus awareness mengatasi permasalahan ini, duduk bersama dengan pengusaha online. Karena sekarang itu perusahaan online punya mobilnya sendiri. Mereka menyewakan kepada karyawan atau supirnya. Karena saya pernah nanya ke supirnya. Namun ada juga yang tidak,” jelasnya, Jumat (14/10/2022).
Seperti diberitakan sebelumnya, Pemkot Bandung berencana membangun dua flyover dan underpass untuk mengurai kemacetan di Kota Bandung. Setelah suksesnya pembangunan Flyover Kopo yang dinilai berhasil mengurai kemacetan di simpang Kopo dan Cibaduyut.
Kampus FISIP Universitas Pasundan, Jalan Lengkong Besar, Bandung. (Foto: Universitas Pasundan)
Dua jalan layang setelah flyover Kopo tersebut yaitu flyover Buahbatu sampai Kiaracondong dan Nurtanio (Jalan Pajajaran sampai Jalan Garuda).
Sedangkan, dua underpass yang bakal dibangun yaitu di depan Gedung Sate simpang Gasibu saat turun dari Pasupati. Lalu, satu lagi di Cibiru arah Jalan Soekarno Hatta. Hal tersebut diungkapkan Satker PJN III Jabar Kementerian PUPR, Dedy Hariadi, Rabu pekan lalu.
Ia mengatakan, semua itu dibangun untuk mengurai kemacetan di Kota Bandung. Lebih lanjut, Dedy mengungkapkan, setelah resmi beroperasi pada 1 Oktober 2022, Flyover Kopo berhasil mengurai kemacetan yang selama ini terjadi di simpang Kopo dan Cibaduyut.
"Biasanya kalau lewat sana butuh waktu 15-20 menit, sekarang cukup 2 menit sudah sampai," ujar Dedy.
Namun, menurutnya perlu ada pembenahan di persimpangan Cibaduyut, jalur antara selatan ke utara. "Kita akan pembenahan juga di jalur selatan ke utara. Siklus lalu lintasnya akan dikaji lagi oleh Dinas Perhubungan (Dishub)," sambungnya di Taman Sejarah Kota Bandung. (*)
Pewarta | : Megha Kusumaningtrias Nugraha (MG-436) |
Editor | : Wahyu Nurdiyanto |