TIMES JABAR, TASIKMALAYA – Hari Batik Nasional yang diperingati setiap 2 Oktober menjadi sebuah momen bersejarah dalam dunia budaya Indonesia. Hari ini tidak hanya dirayakan sebagai ajang seremonial, tetapi juga menjadi bentuk penghormatan terhadap batik, warisan budaya bangsa yang telah diakui secara internasional.
Momentum ini mengingatkan masyarakat akan pentingnya melestarikan budaya dan filosofi yang terkandung dalam setiap helai kain batik. Hari Batik Nasional juga menjadi penanda bahwa batik bukan sekadar kain, melainkan simbol identitas bangsa yang telah merajut sejarah panjang.
Sejarah Hari Batik Nasional bermula pada 2 Oktober 2009, ketika UNESCO secara resmi mengakui batik Indonesia sebagai Warisan Kemanusiaan untuk Budaya Lisan dan Nonbendawi.
Pengakuan ini bukan hanya membanggakan, tetapi juga menjadi tantangan bagi Indonesia untuk terus melestarikan dan mengembangkan batik sebagai warisan leluhur. Pengakuan dari UNESCO memberikan nilai penting bagi batik sebagai budaya yang perlu dijaga, dihormati, dan dipromosikan ke seluruh dunia.
Melalui Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2009, pemerintah menetapkan tanggal 2 Oktober sebagai Hari Batik Nasional, sebuah momentum untuk merayakan batik sebagai identitas budaya yang kuat. Hari Batik Nasional menjadi pengingat bagi seluruh lapisan masyarakat untuk terus menjaga nilai-nilai luhur dan filosofi yang terkandung dalam batik.
Seorang siswa Disabilitas SLB Bahagia Abdussalam Anbar Nawawi saat ditemui TIMES Indonesia, Rabu (2/10/2024). (FOTO: Harniwan Obech/TIMES Indonesia)
Batik bukan sekadar kain bermotif. Setiap motif batik menyimpan makna mendalam yang mencerminkan nilai-nilai filosofis, sosial, dan spiritual masyarakat Indonesia.
Motif batik Merak Ngibing dari Tasikmalaya, misalnya, mencerminkan sejarah panjang dan hubungan antargenerasi. Dalam kehidupan sehari-hari, batik dikenakan untuk berbagai keperluan, mulai dari upacara adat hingga pakaian resmi, menunjukkan fleksibilitasnya sebagai bagian dari budaya bangsa.
Batik juga telah berkembang seiring dengan meningkatnya permintaan pasar domestik maupun internasional. Para pengrajin batik di berbagai daerah, termasuk Tasikmalaya, memainkan peran penting dalam menjaga keberlangsungan warisan budaya ini.
Para perajin tidak hanya melestarikan teknik pembuatan batik, tetapi juga terus berinovasi dalam desain dan motif, menjadikan batik semakin diminati oleh masyarakat luas.
Edukasi Batik untuk Kaum Difabel di Tasikmalaya
Dalam rangka peringatan Hari Batik Nasional di Kota Tasikmalaya, berbagai kegiatan edukasi budaya juga dilakukan, termasuk untuk kaum difabel. Persatuan Tuna Daksa Tasikmalaya (Perdata), sebuah komunitas yang bergerak dalam pemberdayaan kaum difabel, menjadikan perayaan ini sebagai kesempatan untuk memperkenalkan sejarah dan nilai penting batik kepada anggotanya.
Pipih Sutarmi, pegiat Perdata, menegaskan bahwa edukasi batik sangat penting bagi difabel untuk meningkatkan kesadaran dan kebanggaan terhadap warisan budaya bangsa. Dalam kegiatan edukasi yang diadakan di SLB Bahagia Kota Tasikmalaya pada Rabu (2/10/2024), Pipih menjelaskan bahwa batik bukan hanya simbol identitas bangsa, tetapi juga telah diakui dunia melalui UNESCO.
“Batik adalah simbol identitas Indonesia yang telah diakui UNESCO sebagai Warisan Kemanusiaan. Edukasi ini penting agar kaum difabel memahami bahwa mereka juga bagian dari upaya melestarikan batik,” ujarnya kepada TIMES Indonesia, Rabu (2/10/2024)
Tasikmalaya menurut Pipih merupakan salah satu sentra produksi batik dengan motif khas Merak Ngibing, memiliki peran penting dalam memajukan batik nasional. Pipih berharap, melalui edukasi ini, kaum difabel dapat turut merasakan kebanggaan dalam mengenakan batik.
"Batik adalah milik kita semua, termasuk kaum difabel," tambahnya.
Peringatan Hari Batik Nasional di Tasikmalaya tahun ini mengusung tema "Bangga Berbatik", yang diinisiasi oleh Yayasan Batik Indonesia (YBI). Tema ini bertujuan untuk mengajak seluruh lapisan masyarakat, termasuk kaum difabel, untuk bangga mengenakan batik sebagai bagian dari pakaian sehari-hari.
Program edukasi mengenal batik bagi kaum difabel ini akan dilanjutkan dengan rencana kunjungan study banding ke Yogyakarta pada Hari Disabilitas Internasional, Desember mendatang.
Dalam kunjungan ini, difabel dari Tasikmalaya akan bertemu dengan komunitas disabilitas perajin batik di Yogyakarta yang bertujuan untuk memperluas wawasan mereka tentang proses pembuatan batik dan peran aktif difabel dalam industri ini.
Salah satu peserta edukasi, Abdussalam Anbar Nawawi, mengungkapkan kebahagiaannya. "Senang sekali, akhirnya saya bisa tahu bahan batik dan corak batik Tasik," ujar Anbar.
Peringatan Hari Batik Nasional juga menjadi dorongan bagi para pengrajin batik di Tasikmalaya untuk terus berkarya. Pipih Sutarmi menekankan bahwa batik tidak hanya menjadi simbol budaya, tetapi juga memiliki kontribusi ekonomi yang besar, terutama bagi masyarakat pengrajin.
Inovasi dalam motif dan teknik pembuatan batik menjadi kunci agar batik tetap relevan dan diminati oleh berbagai kalangan.
Batik dari Tasikmalaya semakin diakui dan diminati oleh masyarakat luas. Keunikan motif batik Tasikmalaya berhasil menembus pasar nasional dan internasional, membuktikan bahwa batik adalah simbol kekayaan seni dan budaya bangsa yang terus berkembang.
Simbol Identitas dan Warisan Budaya
Hari Batik Nasional bukan sekadar perayaan, tetapi juga momen refleksi atas pentingnya melestarikan dan mengembangkan batik sebagai identitas bangsa. Masyarakat Indonesia, termasuk komunitas difabel di Tasikmalaya, memiliki peran penting dalam menjaga batik tetap hidup dan berkembang. Generasi mendatang harus terus mengenal dan mencintai batik, memastikan warisan budaya ini tetap lestari dan menjadi kebanggaan bagi seluruh bangsa Indonesia.
Peringatan Hari Batik Nasional, Indonesia tidak hanya merayakan warisan budayanya, tetapi juga menjaga agar batik terus menjadi bagian penting dari identitas dan kebanggaan nasional. (*)
Pewarta | : Harniwan Obech |
Editor | : Deasy Mayasari |