TIMES JABAR, MAJALENGKA – Gaok merupakan seni pertunjukan tradisional di Kabupaten Majalengka, Jawa Barat yang menampilkan kepiawaian dalam membaca wawacan, yaitu cerita rakyat yang disajikan dalam bentuk pupuh.
Pertunjukannya tidak hanya untuk hiburan semata tetapi juga sebagai sarana penyampaian nilai moral kepada pendengar. Biasanya dalam penyampaian naskah dilakukan oleh pencerita utama yang disebut dengan Dalang.
Gaok sulit dilacak secara historis karena merupakan tradisi lisan. Dikutip dari beberapa sumber, bahwa Gaok berkembang di Majalengka sejak abad ke-15, pada masa pemerintahan Pangeran Muhammad.
Diperkirakan Gaok awalnya menjadi media dakwah Islam sebelum budaya baca dikenal di masyarakat. Seni ini menciptakan sinkritisme antara nilai-nilai budaya etnis Sunda dengan budaya Islam dari Cirebon.
Pertunjukan Gaok awalnya disampaikan tanpa iringan musik, dengan penambahan alat musik hanya sebagai pembuka. Tokoh kunci dalam pengembangan seni ini adalah Sabda Wangsaharja dan E. Wangsadiharja.
Pada masa awalnya, Gaok dimainkan oleh empat hingga enam pemain laki-laki dengan busana khas seperti baju kampret atau toro, lengkap dengan ikat kepala. Alat musik yang digunakan pada awalnya sangat sederhana, terbuat dari bambu.
Pada tahun 1963, terjadi perkembangan dengan penambahan pemain dan penggunaan alat musik seperti buyung, songsong dan kecrek.
Puncak kejayaan Gaok terjadi pada dekade 1990-an, ditandai dengan penambahan alat musik seperti terompet, gamelan dan tamborin serta peningkatan jumlah pemain menjadi tujuh hingga delapan orang.
Memasuki dekade 2000-an, Gaok terus beradaptasi dengan menambahkan sosok sinden atau penyanyi perempuan dalam pementasannya. Sinden berfungsi untuk mengisi acara saat pemain Gaok beristirahat, sehingga menambahkan dimensi artistik dan menghadirkan variasi dalam pertunjukan.
Konsistensinya dalam mempertahankan harmoni antara budaya Sunda dan Islam dengan sejarah dan perkembangannya yang unik, Gaok tetap menjadi elemen penting dalam identitas seni budaya Kabupaten Majalengka. (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Kesenian Gaok Majalengka, Keindahan Pupuh dengan Sentuhan Pesan Moral
Pewarta | : Hendri Firmansyah |
Editor | : Ronny Wicaksono |