TIMES JABAR, TASIKMALAYA – Suasana di depan Mapolres Tasikmalaya Kota memanas. Sekitar pukul 13.30 WIB, sebuah pickup berwarna putih yang dilengkapi sound system dan membawa bendera pergerakan mahasiswa berhenti di depan kantor polisi. Kendaraan tersebut diikuti ratusan massa yang terdiri dari mahasiswa dan aktivis berbagai organisasi, yang siap menggelar aksi unjuk rasa.
Aksi demonstrasi ini dipicu oleh dugaan kekerasan yang dilakukan oleh seorang anggota polisi berseragam terhadap seorang aktivis perempuan saat unjuk rasa pelantikan DPRD Kota Tasikmalaya sehari sebelumnya, Selasa (3/9/2024).
Video rekaman insiden tersebut kemudian viral di berbagai platform media sosial, memicu gelombang kemarahan yang berujung pada unjuk rasa lanjutan.
Pantauan TIMES Indonesia sejak awal aksi, terlihat bahwa situasi segera memanas. Mahasiswa dan petugas kepolisian yang berjaga terlibat aksi dorong-dorongan.
Beberapa kali, massa melempar botol air mineral ke arah polisi yang berjaga. Ketegangan semakin meningkat saat para pengunjuk rasa berusaha menjebol gerbang utama kantor Polres Tasikmalaya Kota. Polisi yang berada di lokasi berusaha keras menahan massa agar tidak masuk ke dalam area kantor polisi.
Dalam aksi tersebut, sebanyak tujuh mahasiswa dilaporkan pingsan akibat panas dan kelelahan, serta tekanan dari massa yang saling dorong. Mereka segera dibawa ke mobil ambulans yang sudah disiagakan di lokasi untuk mendapatkan pertolongan medis.
Para pengunjuk rasa, yang terdiri dari mahasiswa, aktivis perempuan, alumni aktivis mahasiswa, dan kelompok yang menamakan diri sebagai Eksponen 96, terus menyuarakan tuntutan mereka.
Mereka menuntut agar polisi yang diduga melakukan kekerasan terhadap aktivis perempuan dicopot dari jabatannya dan meminta pihak kepolisian bertanggung jawab atas tindakan tersebut.
Eksponen 96, yang turut berpartisipasi dalam aksi ini, adalah kelompok aktivis yang dulu terlibat dalam aksi protes besar di Tasikmalaya terkait kekerasan polisi terhadap ulama pada tahun 1996. Insiden tersebut memicu kerusuhan besar di kota, yang hingga kini masih membekas dalam ingatan masyarakat.
"Kami hanya menuntut polisi pelaku kekerasan terhadap rekan kami untuk dicopot dari jabatannya. Jangan sampai kejadian 96 terjadi lagi di Kota Tasikmalaya dengan kasus yang sama, kekerasan polisi terhadap masyarakat," tegas salah seorang orator dari atas mobil pengeras suara. Pernyataan ini disambut sorak sorai dan dukungan penuh dari seluruh pengunjuk rasa.
Setelah hampir dua jam aksi berlangsung dan situasi semakin memanas, akhirnya pada pukul 15.20 WIB, Kapolres Tasikmalaya Kota AKBP Joko Sulistiono, bersama Komandan Batalyon D Pelopor Satuan Brimob Polda Jawa Barat di Tasikmalaya, Kompol Iyus Ali Yusuf, turun langsung menemui para demonstran.
Menaiki mobil pengeras suara, keduanya menyampaikan permohonan maaf kepada para pengunjuk rasa atas tindakan berlebihan yang dilakukan oleh anggota kepolisian saat pengamanan aksi unjuk rasa sebelumnya.
Kompol Iyus Ali Yusuf secara tegas mengatakan bahwa dirinya memohon maaf atas insiden tersebut dan akan menyerahkan segala bentuk sanksi kepada pimpinan sesuai dengan mekanisme yang berlaku.
"Saya atas nama pribadi memohon maaf atas kejadian kemarin. Mengenai tuntutan agar saya dicopot, itu saya serahkan kepada pimpinan. Saya tegaskan, ada mekanismenya," ujar Iyus di hadapan para pengunjuk rasa, Rabu (4/9/2024) sore.
Sehari sebelumnya, unjuk rasa di depan gedung DPRD Kota Tasikmalaya juga berakhir ricuh. Aksi tersebut terjadi saat pelantikan anggota DPRD Kota Tasikmalaya yang berlangsung di Jalan Martadinata, Panyingkiran, Kota Tasikmalaya.
Dalam insiden tersebut, salah seorang anggota polisi berseragam terekam video merusak alat pengeras suara milik pengunjuk rasa dan mendorong seorang aktivis perempuan hingga terjatuh. Video tersebut dengan cepat menyebar di media sosial, memicu kemarahan publik dan menjadi pemicu aksi unjuk rasa susulan yang berlangsung hari ini.
Aksi demonstrasi ini menunjukkan ketegangan yang terus meningkat antara aparat kepolisian dan masyarakat di Tasikmalaya. Tuntutan atas pertanggungjawaban dan transparansi dari pihak kepolisian menjadi sorotan utama dalam peristiwa ini.
Para demonstran berjanji akan terus mengawal kasus ini hingga ada kejelasan dan tindakan tegas terhadap anggota kepolisian yang terlibat. (*)
Pewarta | : Harniwan Obech |
Editor | : Deasy Mayasari |