TIMES JABAR, BANDUNG – Perkembangan teknologi digital sekarang ini menuntut pelaku UMKM di Bandung untuk terus banyak belajar agar kemampuan mereka tentang digitalisasi semakin baik. Karena itu, berbagai pelatihan, seminar atau workshop diselenggarakan agar para pelaku UMKM juga sekaligus menjadi content creator yang handal.
Kendala yang ada pada UMKM adalah berkaitan keilmuan dan pengetahuan tentang membuat konten atau menjadi content creator tersebut. Karena dengan menggunakan media sosial itu, justru kita bisa mendapatkan lebih banyak pelanggan,” tutur Rhyma Permatasari, S.Psi, seorang influencer dan pekerja advertising.
“Jadi, belum lama ini, saya pun membagikan keilmuan yang sama untuk co-working space dan hasilnya adalah kesulitan audiens untuk menerapkan ilmu sebagai content creator,” jelas Rhyma.
Menurutnya, ada pelaku usaha yang mengeluh. ”Saya bingung bagaimana untuk membuat caption yang baik untuk dagangan saya, jadinya saya upload dagangan saya tanpa caption,” ulas Rhyma menceritakan keluhan pesertanya.
Ada lagi peserta yang curhat soal kemampuan teknik fotografi atau tampilan produk di sosial media dan beragam kelemahan teknik lainnya. Sehingga, foto produknya tetap kelihatan kurang bagus meski sudah dilakukan sesuai pembelajaran yang didapat.
“Hasilnya jelek sehingga enggak pede untuk upload fotonya,” jelasnya.
Ternyata, kata Rhyma, bukan hanya tentang penggunaan konten yang baik untuk UMKM saja, tetapi pelaku UMKM ini kurang memiliki keterampilan atau kemampuan untuk merealisasikan produk yang baik.
Dengan melihat kondisi pelaku UMKM ini, Rhyma berharap ke depannya ada orang orang atau coaching team yang lebih intens dan small teams membina UMKM. “Karena pelaku UMKM itu kendalanya di pengelolaan kemampuannya,” jelas Rhyma.
Selain teknik keilmuan digital yang butuh proses, Rhyma menilai usia pelaku UMKM umumnya pada rentang usia dewasa lanjut. ‘Sehingga, untuk pembelajaran baru seperti ini butuh anak-anak muda yang turut mendampingi,” jelasnya.
Solusi agar pelaku UMKM itu bisa tetap bisa melakukan penjualan secara online, kata Rhyma, mereka bisa merekrut tim anak muda. “Untuk membantu penjualan melalui sarana digital,” kata Rhyma.
Jadi ada pembagian tugas. Pelaku UMKM bertugas di bidang produksi sedangkan anak-anak muda membantu menjualkan melalui sarana digital. Maka ada perbedaan generasi ini tetap bisa dicarikan solusinya dan kemampuan masing-masing bisa dioptimalkan.
“Kalau zaman dulu, skill bisa masak lalu jualan, itu sudah cukup. Tapi sekarang, enggak jual rasa, tetapi bagaimana pemaparan suatu produk sampai orang lain tuh tertarik buat beli,” ujar Rhyma.
Menurutnya, persaingan usaha sekarang sudah semakin ketat. “Jualan sudah bukan tetangga sebelah atau lingkup kecil, tetapi lingkupnya lebih luas lagi atau bahkan bisa ekspor,” tutur content creator ini.
Kondisi sekarang, kata Rhyma, para pelaku UMKM harus bisa bekerja sama saling menguatkan. Melalui pembinaan, para pelaku UMKM jadi tinggal tertinggal. “Maka dibutuhkan kerja sama, kolaborasi di antara pelaku UMKM,” papar Rhyma.
Bahkan, untuk membantu peningkatan kemampuan digitalisasi produk para pelaku UMKM, Rhyma berkomitmen mau membantu. Tetapi jika hanya dirinya sendiri, ia merasa belum sanggup karena keterbatasan kemampuan. “Butuh dorongan dari yang lain juga,” jelasnya.
Menurut Rhyma, pada kondisi saat ini, peningkatan kemampuan para pelaku UMKM sudah semestinya dan harus belajar hingga bisa optimal keterampilannya. “Apalagi dengan adanya krisis pangan di 2023, hal ini harus segera diantisipasi dengan percepatan penguasaan digitalisasi untuk membantu penjualan produk,“ sahut Rhyma.(*)
Pewarta | : Djarot Mediandoko |
Editor | : Faizal R Arief |