TIMES JABAR, BANDUNG – Tingginya permintaan akan coklat dan produk kakao di Indonesia terus menunjukkan tren positif sepanjang tahun 2023 berdasarkan data terbaru dari Cocoa Association Indonesia (CAI).
Pertumbuhan ini didorong oleh peningkatan kesadaran konsumen akan manfaat kesehatan dari kakao, serta inovasi produk yang semakin variatif. Berbagai produk kakao, mulai dari bubuk kakao murni hingga berbagai olahan coklat, semakin digemari oleh masyarakat.
Hasilnya, tidak hanya mendorong peningkatan konsumsi domestik, tetapi juga membuka peluang ekspor yang lebih luas, mengingat kualitas kakao Indonesia yang sudah diakui dunia internasional.
CAI melaporkan bahwa pada tahun 2023, produksi kakao Indonesia mencapai angka yang cukup signifikan, dan ini ditandai dengan peningkatan volume produksi sebesar 5 persen dibandingkan tahun sebelumnya.
Dan salah satu produsen olahan coklat yang menawarkan produknya di masyarakat adalah Terve Chocolate. Aprilia Melisa, sang owner Terve Chocolate mengklaim produknya bukan seperti cokat kebanyakan yang manis-manis.
"Terve bukan seperti itu, tapi kita memperkenalkan perjalanan coklat Indonesia itu dari berbagai daerah di Indonesia ke market. Jadi, misalnya katakanlah coklat Aceh di mana coklat Aceh itu berbeda rasanya dengan coklat dari Jawa Barat," ujar Aprilia Melisa, Kamis (1/8/2024).
Menurutnya, alasan berbeda rasa pada coklat karena di mana pohon itu bertumbuh, dia dipengaruhi dengan lingkungannya, dengan unsur hara tanahnya. "Unsur hara tanah yang berada di Aceh, itu bisa jadi tidak sama bahkan dengan unsur hara tanah di Sumatera Utara,” ulasnya.
Aprilia memaparkan bahwa setiap biji kakao yang tumbuh di suatu daerah itu punya keunikan rasa tersendiri. Itulah yang ia ingin perkenalkan melalui coklat, yang merupakan single origin coklat Indonesia.
Sebagai contoh, Aprilia menjelaskan bahwa sebagaimana coklat yang ada di Terve ini, salah satunya adalah dari Jasinga Bogor, Jabar.
Juga, di Terve ini ada biji coklat yang berasal dari Cilacap, dari Payakumbuh (Sumatera Barat), biji coklat dari Gaura NTT, biji coklat dari Tabanan, juga dari Manokwari Papua Barat dan dari Jayapuranya.
Aprilia mengungkapkan bahwa dua pertanian yang berbeda tetapi bisa membawa dua rasa berbeda karakternya. Dan termasuk dari varietas yang dikembangkan.
"Misalnya, seperti biji kopi dari Papua. Daerah Papua ini, sangat blending dengan lingkungannya, dengan hutan dan tanahnya. Dampaknya, mereka tidak mau pohon yang asli tumbuh di sana digantikan oleh pohon-pohon bawaan dari luar, misalnya," kata Aprilia Melisa.
Owner Terve ini menuturkan bahwa dengan karakter masyarakat yang menanam biji coklat ini mempertahankan keaslian tumbuhan yang ada di sana, menjadikan bibit coklat dari sana disebut bibit asal karena tidak tergantikan oleh bibit dari luar, misalnya.
"Dan bibit coklat yang mereka hasilkan pun jauh lebih enak karena mempertahankan 'keasliannya' itu," imbuhnya.
Hal ini berbeda dengan kebanyakan daerah-daerah yang lebih berkembang seperti Jawa Barat atau Jawa Tengah, yang notabene daerahnya dekat dengan Jakarta, dan dengan kemudahan mendapatkan bibit-bibit coklat lain, jadi menggantikan bibit yang lama.
Padahal, ternyata bibit coklat yang original seperti bibit coklat daerah Papua yang selalu dijaga asalnya, membuat bibit coklat bagus dan tidak tergantikan. Kondisi perubahan bibit coklat yang ada di daerah lain di Indonesia itulah yang disayangkan bisa terjadi, tidak seperti di Papua.
“Cerita coklat Indonesia yang mau kami bawa itu antara lain, ada dari sisi memperkenalkan biji kakao, single origin dari berbagai daerah di Indonesia kepada market Indonesia itu sendiri. Dan memang kenapa bukan Bahasa Indonesia kalau gitu ya,” ulas Aprilia.
Ia mengaku membandingkan biji kakao Indonesia yang ada di Indonesia dengan biji kakao yang berada beredar di pasaran luar negeri, dalam artian Amerika Tengah, Amerika Selatan.
"Saya bawa biji kakao dari Gana ada, dari Equador itu dimiliki oleh Terve. Dan ini juga kita baru dapat biji kakao dari Madagaskar, dari Peru yang mana memang merupakan tempat lahirnya pohon kakao,” sambung Aprilia.
Aprilia pun menceritakan bahwa tujuan daripada kegiatanTerve ini salah satunya adalah memberitahu masyarakat Indonesia bahwa biji kakao seperti yang berasal dari Papua itu bisa menang sebagai Cacao of Excellent di 2023 yang lalu dan itu adalah ajang kompetisi pemilihan biji kakao terbaik sedunia.
Ia pun menginformasikan bahwa ada tiga kebun di Indonesia itu yang mendapatkan gold medal dan medali lainnya, yakni kebun dari Manokwari (Papua), Jawa Timur dan Bali.
Ini membuktikan bahwa hasil kebun penghasil coklat di Indonesia itu tidak kalah bersaing dengan negara lain. Akan tetapi, bisa saja karena good agriculture management-nya masih banyak yang kurang.
“Dan coklat yang benar itu dari mulai dipanen itu difermentasi, karena coklat itu adalah produk fermentasi. Kalau sampai tidak difermentasi, compound yang menghasilkan rasa dalam biji coklat itu gak diaktivasi. Kalau difermentasi, di situ kita bisa merasakan ada rasa orange-nya, ada rasa segar bunga-bunga,” pungkas Aprilia. (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Rajin Beri Edukasi, Terve Cocholate Mampu Sajikan Produk Coklat Berbeda dan Digemari
Pewarta | : Djarot Mediandoko |
Editor | : Ronny Wicaksono |