TIMES JABAR, BANDUNG – Sebagai bentuk penghormatan tertinggi atas dedikasi dan kontribusinya yang luar biasa dalam dunia seni rupa Indonesia, Selasar Sunaryo Art Space merasa terhormat menganugerahkan Lifetime Achievement Award kepada Ahmad Sadali—seorang maestro lukis abstrak yang menghembuskan jiwa spiritual dalam setiap karyanya.
Penghargaan ini bukan sekadar pengakuan atas pencapaian artistik, tetapi juga atas warisan pemikiran dan pendidikan seni yang telah beliau torehkan selama lebih dari satu abad.
Sebagai pelopor lukisan abstrak bernafaskan spiritual Islam, Ahmad Sadali telah membuka cakrawala baru dalam estetika seni rupa modern Indonesia.
Tidak hanya melalui kanvas, tetapi juga melalui dedikasinya sebagai pengajar di Fakultas Seni Rupa ITB, beliau membentuk generasi pelukis-pelukis masa depan, mengajarkan bahwa seni bukan hanya ekspresi visual, melainkan juga perenungan, nilai, dan doa yang dituangkan dalam bentuk.
“Saya tidak mengenal Ahmad Sadali secara pribadi dan juga tidak melihat karya-karya beliau karena karya-karyanya tidak cukup tersebar di ruang-ruang publik seperti museum, galeri dan seterusnya. Barangkali ini menyulitkan saya secara pribadi dan juga publik untuk memaknai kontribusi Ahmad Sadali dalam peta perkembangan seni rupa modern di Indonesia,” ungkap Dr. TH Aminudin Siregar, doctor bidang Art History, Kamis (17/04/2025).
“Lalu bagaimana memberi makna pada kontribusi beliau? Menurut saya salah satu cara adalah dengan menengok Kembali peristiwa di tahun 1954 ketika lukisan Ahmad Sadali dijadikan judul pada artikel oleh kritikus Trisno Soemarjo, artikel tersebut berjudul Bandung Mengabdi Laboratorium Barat. Istilah laboratorium ini mengacu pada judul lukisan Ahmad Sadali,” paparnya.
Aminudin pun menjelaskan bahwa artikel yang ditulis kritikus di atas melecut pertikaian tiga kubu sekaligus, yakni Bandung, Jogja, dan Jakarta. Meskipun bila ditelaah lebih dalam lagi, perdebatan yang intens itu berlangsung antara kubu Bandung dan Jakarta.
Ia menuturkan bahwa yang lebih penting dari peristiwa tersebut adalah perdebatan tentang identitas kebudayaan memiliki latar belakang yang sangat penting karena dilatarbelakangi oleh perang dingin secara kebudayaan global.
“Maka menurut saya makna dari kontribusi Ahmad Sadali pada masa itu adalah karya beliau berhasil memicu terjadinya sebuah diskursus penting yang belum kita bahas dan belum ditelaah secara lebih mendalam pada hari ini. Saya kira di masa-masa depan kita perlu melihat Kembali peristiwa tersebut dan melebarkan perspektif kita dengan memberikan konteks-konteks baru berdasarkan karya Ahmad Sadali,” terang salah satu juri panelis yang memberikan dukungan Ahmad Sadali menerima Award.
Bambang Q-Anees yang juga salah satu panelis menjelaskan bahwa mengapa Ahmad Sadali berhak menerima Lifetime Award karena menurutnya Ahmad Sadali merupakan tokoh penting dalam pemikiran Islam Indonesia. Islam Indonesia mulai membicarakan kemodernan justru setelah tahun 1970-an. Kemodernan yang dimaksudkan adalah mendialogkan Islam dengan persoalan-persoalan bangsa dan kemasyarakatan. Akan tetapi, lupa merumuskan hubungan Islam dengan Kebudayaan.
“Ahmad Sadali membicarakan itu, jauh sebelum orang ikut membicarakan, ia bahkan sudah menegaskan bahwa kebudayaan adalah ibadah muamalah, berkebudayaan, berkesenian, hidup bermasyarakat, bernegara, berekonomi,” tutur Bambang.
“Ahmad Sadali merumuskan satu bentuk pemikiran yang mengesahkan pentingnya berkebudayaan dalam cara hidup masyarakat Indonesia," ulasnya.
Prof. Ignatius Bambang Sugiharto sang ahli filsafat menambahkan bahwa Ahmad Sadali merupakan figur terkuat yang mengawali mashab Bandung dimana istilah tersebut bagi orang tertentu terasa kontroversial. Akan tetapi, dari karya-karya lukisan Ahmad Sadali terasa sekali bahwa ia mau “menaklukan” modernisme yang khas Barat tadinya ke dalam konteks yang Indonesiawi.
“Menurut saya, dalam berkarya beliau itu bisa membuat kita jadi merenungkan Kembali secara filosofis sebenarnya posisi identitas dan kepribadian seorang seniman Indonesia di dalam kancah global,” jelas sang profesor.
Tak berbeda halnya opini Sunaryo berkenaan dengan Ahmad Sadali, ia menuturkan bahwa berbicara Sadali berarti berbicara perihal religiusitas. Dia sangat menjungjung tinggi Allahu Akbar, Laa ilaha illallah artinya Ahmad Sadali sangat menjungjung tinggi Keesaan.
“Ahmad Sadali menggambarkannya dalam symbol segitiga, Manusia, Alam dan Ketuhanan. Semuanya direfleksikan ke dalam religiusitas dan saya mendapatkan sikap religiusitas hingga pada karyanya itu sama, sehingga untuk inilah, saya memberanikan diri atas nama institusi Selasar Sunaryo Art Space untuk memberi award Life Time Achievement kepada Ahmad Sadali,” pungkas Sunaryo menutup pembicaraan. (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Ahmad Sadili Terima Anugerah Lifetime Achievement
Pewarta | : Djarot Mediandoko |
Editor | : Deasy Mayasari |