https://jabar.times.co.id/
Forum Mahasiswa

Gelar tidak Menjamin Pekerjaan?

Sabtu, 07 Desember 2024 - 11:28
Gelar tidak Menjamin Pekerjaan? Apsari Eka Putri, Mahasiswa Sastra Inggris UIN Sunan Gunung Djati

TIMES JABAR, BANDUNG – Lulusan sarjana di Indonesia sering kali merasa terperangkap dalam paradoks yang menyedihkan. Banyak orang sekarang menghadapi fase pengangguran yang cukup lama setelah bertahun-tahun belajar untuk mendapatkan pekerjaan yang cocok dengan keterampilan mereka. 

Dengan banyaknya lulusan yang masuk ke pasar kerja saat ini, faktanya adalah bahwa tidak semua orang dapat menemukan pekerjaan yang sesuai dengan impian dan kualifikasi mereka. Ironisnya, pendidikan tinggi dianggap sebagai jalan keluar dari kemiskinan dan ketidakpastian, tetapi justru membuat beberapa lulusan merasa terasing di dunia kerja yang semakin kompetitif.

Menurut pembaruan data Badan Pusat Statistika (BPS) pada tanggal 5 November 2024, angka pengangguran di tahun 2024 mencapai 7,47 juta jiwa, mengalami penurunan sebesar 0,39 juta jiwa dibandingkan tahun sebelumnya. Ini menjadi hal baik, namun apakah kita harus merasa lega atas penurunan ini? Tidak, sebaiknya kita jangan dulu merasa bahwa kita berada di posisi aman. 

Berdasarkan data yang diperoleh dari Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) pada tahun 2024 di kategori diploma IV, S1, S2, S3 menunjukan angka 5,25 persen, dibandingkan dengan tahun lalu yang berada pada angka 5,18 persen, ini menunjukan penambahan sebanyak 0,07 persen, angka yang terlihat kecil namun sangat berpengaruh.

Fenomena pengangguran ini memiliki latar belakang penyebab yang beragam, mengutip dari laman Universitas Islam An Nur Lampung yang ditulis oleh Muallif, ada 4 penyebab umum yang menjadi factor tingginya pengangguran di kalangan sarjana: Pertama, Ekspektasi yang tidak realistis. Salah satu penyebab utama fenomena pengangguran ini adalah ekspektasi yang tidak realistis. Banyak lulusan sarjana yang memasuki dunia kerja dengan membawa harapan tinggi akan gaji dan posisi yang sesuai dengan gelar yang mereka miliki. 

Ketika tawaran pekerjaan yang datang tidak memenuhi standar yang mereka pasang, tidak sedikit yang memilih untuk menunggu kesempatan yang sempurna dengan standardnya yang mungkin sukar datang atau bahkan tidak pernah datang. Dalam proses ini, mereka melewatkan peluang berharga yang bisa menjadi langkah awal dalam karier mereka.

Kedua, Kesenjangan kurikulum dan kebutuhan pasar. Ketidaksesuaian antara kurikulum pendidikan tinggi dan kebutuhan industri kerja adalah faktor utama penyebab masalah ini. 

Banyak lulusan percaya bahwa pengetahuan yang mereka pelajari di sekolah tidak relevan dengan keterampilan yang dibutuhkan perusahaan. Akibatnya, mereka tidak siap untuk menghadapi tantangan di dunia kerja yang semakin kompetitif, meskipun mereka memiliki gelar.

Ketiga, Overproduksi lulusan. Situasi semakin memburuk, sementara lapangan kerja tidak berkembang secepat itu, jumlah sarjana terus meningkat setiap tahunnya. Persaingan menjadi sangat ketat di beberapa bidang, seperti ekonomi dan hukum. Lulusan dalam situasi seperti ini harus bersaing dengan tenaga kerja berpengalaman dan sesama sarjana.

Keempat, Ketakutan terhadap teknologi. Selain itu, kemajuan teknologi membuat lulusan khawatir. Banyak orang khawatir bahwa mesin akan menggantikan pekerjaan mereka karena munculnya otomatisasi dan AI. Namun, ada harapan bahwa lulusan yang mampu mengadaptasi dan menggunakan teknologi akan menemukan peluang kerja baru.

Solusi yang bisa dipertimbangkan agar angka pengangguran semakin menurun adalah melakukan konsultasi terhadap karir yang akan ditempuh setelah lulus kuliah pada saat masa penerimaan mahasiswa baru dengan mengonsultasikan jurusan apa yang cocok dengan minat jangka panjang, selain itu harus ada kolaborasi dari pemerintah untuk menyediakan lapangan kerja yang memadai. 

Lalu, pada setiap individu harus memiliki jiwa kompetitif dan memiliki daya saing yang sehat dan pada setiap individu yang telah lulus harus memiliki kemauan untuk mempelajari hal-hal yang bersangkutan dengan digital sehingga bisa menguasai teknologi dan bukan teknologi yang menguasai.

***

*) Oleh : Apsari Eka Putri, Mahasiswa Sastra Inggris UIN Sunan Gunung Djati.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

Pewarta : Hainorrahman
Editor : Hainorrahman
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Jabar just now

Welcome to TIMES Jabar

TIMES Jabar is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.