TIMES JABAR, JAKARTA – Keberadaan seorang jurnalis dalam ranah politik seringkali digambarkan sebagai penyeimbang kekuatan dan penjaga demokrasi. Realitanya lebih kompleks dan dinamis. Jurnalis baik secara personal maupun konstitusional, tidak jarang terperangkap dalam pusaran politik yang sarat dengan kepentingan, tekanan dan tantangan etik.
Dalam konteks sebagai kekuatan keempat dalam sistem demokrasi, seorang jurnalis tentunya mempunyai beban berat dalam menjalankan fungsinya, karena apapun yang ditulis dalam beritanya terkait dengan kepentingan publik yang lebih luas. Memberikan informasi yang faktual, komprehensif dan tidak bias pada publik, agar publik dapat membuat keputusan yang informatif.
Mengawasi kekuasan, melaporkan dan menginvestigasi pemerintah, politisi, lembaga negara untuk memastikan terciptanya akuntabilitas dan transparansi. Meminjam pemikiran Wasil Schauseil dalam (kpk.go.id 2024) “Fungsi pengawasan menempatkan media sebagai 'pilar keempat' demokrasi, berperan memantau aktivitas pejabat publik di legislatif, eksekutif, dan yudikatif untuk mengungkap penyimpangan.”
Dalam aspek opini publik seorang jurnalis harus mampu menyajikan berbagai perpektif untuk mendorong diskusi publik yang konstruktif mengenai isu-isu politik. Dalam aspek keadilan, selalu mengangkat dan memperjuangkan kelompok masyarakat yang marginal, mengungkap ketidakadilan dan mendorong reformasi sosial yang konstruktif.
Idealnya fungsi-fungsi ini akan berjalan dengan optimal ketika seorang jurnalis mampu berperan secara krusial dalam menciptakan pemerintahan yang responsif dan masyarakat yang berpartisipasi aktif.
Pertanyaannya adalah, apakah fungsi-fungsi ini akan berjalan dengan mulus? Tidak juga, tentunya jurnalis ketika menjalankan tugasnya akan menghadapi berbagai tantangan dan persoalan yang kerapkali hadir sebagai bagian dari dinamika dalam penugasannya.
Tantangan yang hadir pada jurnalis tentunya harus disadari sejak dini, ketika mereka memasuki dunia profesi sebagai seorang jurnalis. Karena dalam tugas yang mereka jalani, mereka akan bertemu dengan beragam orang dan beragam profesi termasuk didalamnya orang-orang yang mempunyai kekuasaan di ranah publik.
Bukan suatu hal yang mustahil para jurnalis ini akan berhadapan dalam bentuk pro maupun kontra melalui komunikasi, interaksi yang intensif.
Tantangan dalam Politik
Idealisme yang dijalankan oleh seorang jurnalis seringkali berbenturan dengan realitas dilapangan. Seorang jurnalis dalam menjalankan tugasnya berada dalam lingkungan yang penuh dengan tekanan dan tantangan.
Intervensi politik berupa tekanan dari pihak-pihak tertentu, akan memunculkan pembungkaman, intimidasi, pembatasan akses informasi bahkan ancaman fisik atau hukum terhadap seorang jurnalis yang kritis.
Selain itu, pemanfaatan media oleh relasi kuasa politik yang berpengaruh berupa propaganda dengan menyebarkan narasi yang menguntungkan mereka, seringkali melalui iklan politik yang berbayar atau hubungan personal yang dibangun.
Kepentingan pemilik media yang memiliki afiliasi dan kepentingan politik tertentu seringkali menjadi salah satu hal yang mengganggu pada jurnalis dalam menjalankan tugasnya. Hal ini dapat mempengaruhi kebijakan editor dan agenda pemberitaan.
Adanya tekanan ekonomi dari pihak-pihak sponsor atau pemasang iklan, kedua belah pihak inipun dengan kekuatannya dapat membuka celah bagi pihak-pihak dengan kekuatan finansial ini untuk mempengaruhi konten berita. Faktanya media tempat jurnalis bekerja memang tergantung pada kekuatan mereka.
Jurnalis Berintegritas
Kemampuan seorang jurnalis untuk menjaga integritasnya akan sangat menentukan kualitas demokrasi dan kemampuan masyarakat untuk membuat keputusan yang berbasis informasi. Pada proses inilah pesan-pesan komunikasi informasi yang disampaikan.
Harus terjaga pada rambu-rambu aturan main yang selama ini menjadi kesepakatan komunitas jurnalis, yaitu: Kode Etik Jurnalistik, Pedoman media siber dipayungi UU 40 tahun 1999 pers. Dasar yuridis dan filosofis ini, mewajibkan jurnalis dalam menjalankan tugas dan fungsinya harus konsisten berlandaskan pada dasar-dasar tersebut diatas.
Kebenaran dalam akurasi berita berdasarkan fakta-fakta yang terverifikasi senantiasa menjadi hal utama didalam peliputannya, selanjutnya menyajikan data berupa fakta otentik dari berbagai sudut pandang dalam keberimbangan disertai menghindari bias tetap menjadi bagian dari objektifitas.
Hal ini diperkuat oleh Frans Surdiasis dalam Tempo (2021) Dengan keterampilan mengolah data, ujarnya, fokus pekerjaan wartawan bergeser dari “orang pertama yang melaporkan suatu kejadian" menjadi orang yang menyampaikan “apa makna dari sebuah kejadian” bagi pembacanya. Dalam hal ini, kapasitas yang diperlukan dari seorang wartawan bukan lagi sebatas mencari informasi, melainkan mengelola informasi.
Tidak terpengaruh oleh tekanan poltik, ekonomi atau kepentingan lain yang dapat mengorbankan integritas pemberitaan, menjaga jarak dari pihak-pihak yang memiliki konflik kepentingan. Bertanggung jawab atas berita yang disajikan dan bersedia melakukan koreksi apabila terdapat kesalahan dalam penulisan.
Lainnya transparan mengenai sumber berita, kecuali jika ada alasan etis yang kuat untuk merahasiakannya. Yang tidak kalah pentingnya adalah selalu menjunjung tinggi etika, dalam kode etik jurnalistik.
Jurnalis adalah pilar penting dalam masyarakat demokratis, karena jurnalis menyediakan informasi yang diperlukan publik untuk membuat keputusan yang tepat dan mengawasi kekuasaan. Tanpa integritas, jurnalis hanyalah menjadi alat propaganda atau penyebaran disinformasi. (*)
***
*) Oleh : Agus Budiana, Jurnalis dan Pendiri Lembaga Studi Kajian Jurnalistik Media (LSKJ Media).
*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id
*) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Jurnalis di Tengah Pusaran Politik
Pewarta | : Hainor Rahman |
Editor | : Hainorrahman |