https://jabar.times.co.id/
Opini

Era Baru Entrepreneur Desa

Jumat, 12 Desember 2025 - 20:41
Era Baru Entrepreneur Desa Prof. Dr. Ir. Mohamad Sapari Dwi Hadian, ST., MT., Manager for Research and Collaboration Fakultas Teknik Gelogi-Universitas Padjadjaran.

TIMES JABAR, SUMEDANG – Ketimpangan ekonomi antar wilayah masih menjadi persoalan besar yang membayangi pembangunan nasional. Selama puluhan tahun, geliat ekonomi negeri ini lebih banyak berputar di Jawa dan kota-kota besar. Akibatnya, desa, terutama di wilayah terpencil dan kawasan transmigrasi, sering tertinggal. 

Program transmigrasi yang awalnya dirancang untuk pemerataan, kerap dipersepsikan sebagai proyek pemindahan penduduk yang tak lagi relevan. Pandangan itu perlu segera diubah. Hasil kajian Ekspedisi Patriot Transmigrasi di Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah, menawarkan napas baru yang patut dicatat publik. 

Hasil Kajian Ekspedisi Patriot di kawasan Arut Selatan–Kotawaringin Lama (Arsel–Kolam) menemukan paradigma penting, yakni transmigrasi bukan lagi sekadar relokasi, tetapi akselerator ekonomi desa berbasis kewirausahaan.

Titik balik paradigma ini lahir dari kesadaran bahwa pengembangan program transmigrasi tidak bisa lagi mengandalkan asumsi, tetapi harus berdasarkan data dan riset. Hal ini selaras dengan penekanan Menteri Transmigrasi M. Iftitah Sulaiman Suryanagara saat melepas keberangkatan Tim Ekspedisi Patriot Unpad 2025 (22/8/2025) bahwa pembangunan tidak bisa berdiri di atas asumsi, tetapi harus berdasarkan riset. Ilmu harus menjadi senjata paling ampuh dalam pembangunan nasional.

Transmigrasi masa kini tidak boleh berhenti pada penyediaan lahan dan rumah tinggal. Fokusnya harus bergeser pada penciptaan nilai tambah, daya saing, dan jejaring pasar. Sebuah pembacaan baru yang selama ini kerap luput dari perhatian kebijakan.

Selama bertahun-tahun, transmigran lebih banyak berperan sebagai pemasok bahan mentah. Mereka menanam sawit, padi, atau menangkap ikan, tetapi keuntungan terbesar dari proses pengolahan hingga pemasaran justru dinikmati pihak luar. Desa tetap miskin meski tanahnya produktif.

Model Patriot membalik logika tersebut. Model ini menunjukkan hilirisasi menjadi kata kunci akselerasi ekonomi desa berbasis kewirausahaan. Sejumlah terobosan yang ditawarkan Ekspedisi Patriot di Arsel–Kolam memberikan alternatif strategis dalam hilirisasi komoditi perikanan dan pertanian lokal. 

Terobosan tersebut antara lain ikan rawa diolah menjadi albumin bernilai tinggi sehingga tidak lagi hanya dijual segar, limbah sawit dimanfaatkan untuk pakan sapi sehingga menciptakan rantai ekonomi antar-sektor. Terakhir, gabah dijual dalam bentuk beras bermerek BUMDes, bukan curah. Strategi ini memberikan keuntungan tetap bagi desa.

Pendekatan ini sederhana, tetapi revolusioner. Kuncinya adalah membangun simpul ekonomi desa melalui kolaborasi. BUMDes, petani, nelayan, dan koperasi harus bergerak bersama, bukan berjalan sendiri-sendiri seperti yang selama ini terjadi.

Integrasi antara riset, data, dan hilirisasi ini memiliki dimensi strategis yang lebih luas, yaitu penguatan kedaulatan di wilayah transmigrasi yang terpencil. Dengan menciptakan masyarakat transmigran yang mandiri secara ekonomi, negara secara tidak langsung memperkuat barisan terdepannya, dan menanggapi isu pembangunan yang cenderung mengesampingkan kesejahteraan sosial-ekonomi di kawasan terpencil.

Tentu, membangun ekonomi baru di kawasan transmigrasi tidak bisa terburu-buru. Temuan lapangan di Arsel–Kolam menunjukkan kendala mendasar, yakni keterbatasan jalan, listrik produksi yang belum stabil, hingga layanan kesehatan dan pendidikan yang belum memadai.

Karena itu, Tim Patriot menyusun roadmap lima tahun yang realistis. Dua tahun pertama dipusatkan pada pembenahan infrastruktur dan distribusi. Setelah fondasi kuat, tahun berikutnya diarahkan pada penguatan kelembagaan, hilirisasi, dan penciptaan produk bernilai tinggi.

Model bertahap ini menghindarkan “mimpi besar tanpa kaki”. Ia menunjukkan bagaimana pendekatan transmigrasi bisa berbasis data, kontekstual, dan berorientasi pasar. Visi akhirnya jelas: menjadikan Arsel–Kolam sebagai hub ekonomi transmigrasi Kalimantan Tengah yang mampu menarik investasi, menyerap tenaga kerja, dan memicu pertumbuhan wilayah.

Jika pendekatan ini berhasil direplikasi, maka identitas transmigran akan berubah total: dari sekadar penduduk pindahan menjadi entrepreneur desa, aktor utama yang menghidupkan ekonomi lokal. Inilah lompatan paradigma yang sebenarnya ditunggu publik.

Ekspedisi Patriot Transmigrasi memberikan gambaran bahwa transmigrasi masih sangat relevan, bahkan strategis, jika diarahkan dengan perspektif baru. Transmigrasi bukan lagi proyek distribusi penduduk, tetapi wadah mencetak pelaku usaha baru yang memutar ekonomi desa.

Kini saatnya pemerintah pusat dan daerah memandang kawasan transmigrasi sebagai laboratorium pertumbuhan ekonomi. Di sinilah inovasi hilirisasi, pengembangan BUMDes, dan integrasi rantai pasok bisa diuji sekaligus memberi manfaat langsung bagi masyarakat.

Transmigrasi era baru harus berfokus pada pembangunan manusia, bukan sekadar pembangunan rumah. Dan bila pendekatan ini dijaga keberlanjutannya, bukan tidak mungkin wilayah-wilayah transmigrasi akan menjadi pusat ekonomi baru Indonesia di masa depan.

***

*) Oleh : Prof. Dr. Ir. Mohamad Sapari Dwi Hadian, ST., MT., Manager for Research and Collaboration Fakultas Teknik Gelogi-Universitas Padjadjaran.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia  untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.

Pewarta : Hainor Rahman
Editor : Hainorrahman
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Jabar just now

Welcome to TIMES Jabar

TIMES Jabar is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.