https://jabar.times.co.id/
Kopi TIMES

Falsafah Kehidupan dalam Diwan Asy-Syafi’i

Jumat, 22 September 2023 - 15:36
Falsafah Kehidupan dalam Diwan Asy-Syafi’i Alfan Jamil (Dosen Kajian Fiqh Ulama Nusantara di Ma'had Aly Nurul Jadid  dan pengajar di PP. Darul Lughah Wal Karomah Kraksaan)

TIMES JABAR, PROBOLINGGO – Berbicara Imam Syafi’i, sosok yang dalam berbagai sisi kehidupannya banyak menuai pujian dari para ulama. Salah satu murid beliau bernama Abu Tsaur tokoh yang berpindah madzhab setelah mengetes kealiman Imam Syafi’i, pernah berkata;

“Barang siapa yang mengaku dirinya menyerupai Muhammad bin Idris dalam hal ilmu. Kefasihannya, keteguhannya, dan pengetahuannya, maka ia telah berdusta. Sebab, Imam Syafi’i adalah ikon generasi semasa hidupnya. Apabila ia muncul dalam suatu masa, maka tiada seorangpun yang dapat menggantikannya.”

Apabila ditinjau dari kepribadiannya, maka kita akan mendapati Imam Syafi’i memiliki pribadi yang luhur, dinamis, berwawasan luas, cerdas, dan inovatif. Selain itu, Imam Syafi’i juga memiliki karakter dan sifat sebagai pemimpin madzhab. 

Karakter ini termanifestasi dalam kebijaksanaannya, senyuman teduhnya, ketawadlu’annya, serta jauh dari sikap fanatik dan memaksakan pendapat. Bahkan dalam beberapa hal, beliau acap kali memaklumi pendapat orang yang berbeda dengan dirinya, terkadang juga mengambil pendapat mereka.

“Kita bisa hidup bersama Imam Syafi’i”. Tentu ungkapan tersebut tidaklah keliru, karena kita bisa mencoba hidup bersama beliau melalui pemikirannya, pengalamannya, dan sya’ir-sya’irnya. 

Melalui gubahan sya’ir-sya’irnya, pembaca akan mendapati falsafah hidupnya yang penuh dengan mutiara-mutiara kehidupan. Tentu dalam konteks saat ini, falsafah hidupnya amat kita butuhkan. Sehingga kita dapat berjalan dalam tuntunan dan petunjuknya.

Seorang alim bernama Muhammad Ibrahim Salim mencoba mengkaji dan menjelaskan kandungan Diwan asy-Syafi’i. Untaian mutiara hikmah dan petunjuk hidup Imam Syafi’i yang diubah dalam bentuk sya’ir.

Kemudian syarah tersebut ia beri judul Diwan al-Imam asy-Syafi’i al-Musamma al-Jauhar an-Nafis fi Syi’ri al-Imam Muhammad bin Idris. Selain itu Muhammad Ibrahim Salim juga menambahkan sedikit potret Imam Syafi’i di halaman pembuka kitabnya mulai dari biografi, kepribadian, hingga sanjungan ulama terhadapnya.

Menurut Muhammad Ibrahim Salim, bilamana ada seseorang yang mengkaji dan menelaah sya’ir-sya’ir Imam Syafi’i. Ia akan mendapati poros sya’irnya bermuara pada aspek akidah yang sahih yang diletakkan oleh Islam dalam rangka membentuk dan membangun pribadi seorang muslim. 

Beliau juga menyampaikan bahwa sebenarnya antologi sya’ir Imam Syafi’i sudah pernah dikumpulkan oleh banyak orang. Akan tetapi tidak disertai kajian yang semestinya, yang dapat dijadikan sebagai nilai lebih bagi kehidupan baik sya’ir yang bertemakan hikmah, petunjuk, nasihat, maupun pengalaman hidupnya.

Dalam kitab at-Taujih al-Adabi karya Thaha Husain, Ahmad Amin, Abd. Wahhab Azzam, dan Muhammad Awad Ahmad disebutkan; “Banyak sekali bait sya’ir dari para penyair yang mengandung pandangan-pandangan tentang falsafah kehidupan.”

Selanjutnya bait-bait sya’ir tersebut dinamakan “bait-bait sya’ir akhlak”. Tak dapat dipungkiri bahwa, tema-tema seputar akhlak dalam sya’ir menjadi tema yang mulia, bahkan kemuliaannya bisa melebihi tema-tema yang lain. 

Oleh karena itu, Diwan asy-Syafi’i ini bisa dikategorikan sebagai salah satu mutiara dalam sya’ir-sya’ir yang bertemakan akhlak.  Lebih menakjubkan lagi, banyak referensi berupa kitab-kitab fiqh, hadits, dan ensiklopedia bahasa dan sastra yang mengutip sya’ir-sya’ir Imam Syafi’i.

Sebagai contoh bahwa sya’ir Imam Syafi’i sangat bermakna dalam kehidupan kita adalah ketika Imam Syafi’i menggambarkan sifat rendah hati. Para ulama yang sebetulnya itu merupakan gambaran diri beliau sendiri hanya saja beliau tidak menyebut dirinya ulama. Sebagaimana pernyataan berikut ini;

"Setiap kali waktu itu mendidik ku, Setiap kali itu pula aku melihat segala kekurangan akal ku. Setiap kali ilmu ku bertambah, Setiap kali itu pula kebodohan ku bertambah."

Dalam sya’ir di atas, Imam Syafi’i ingin menyampaikan bahwa ilmu itu tidak akan ada habisnya. Semakin digali, ia akan semakin menampakkan keluasannya.

Barang siapa mengklaim bahwa dirinya paling mengetahui segala sesuatu. Maka sama saja ia tengah mempertontonkan kebodohannya. 

Setiap kali seorang membaca, setiap kali pula ia akan menemukan hal-hal baru. Bahkan ia akan terus merasa kurang dan kurang. 

Merasa apa yang telah diketahui itu belum cukup bagi dirinya. Al-Hasil, dalam kondisi seperti ini, ia akan senantiasa berjuang menyempurnakan sesuatu yang belum ia ketahui.

Kurang lebih begitu tentang Diwan Imam asy-Syafi’i. Muhammad Ibrahim Salim pen-syarah Diwan Imam asy-Syafi’i sudah menegaskan di muqaddimah kitabnya;

“Jujur saja, sebenarnya apa yang harus saya katakan mengenai sosok imam agung yang nasabnya masih terhubung dengan Rasulullah SAW dari kakek moyangnya, Abdul Manaf, yang keduanya terhubung dari nasab yang mulia."

***

*) Oleh : Alfan Jamil (Dosen Kajian Fiqh Ulama Nusantara di Ma'had Aly Nurul Jadid  dan pengajar di PP. Darul Lughah Wal Karomah Kraksaan)

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

Pewarta :
Editor : Hainorrahman
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Jabar just now

Welcome to TIMES Jabar

TIMES Jabar is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.