TIMES JABAR, BLITAR – Setiap komunitas, organisasi bahkan perusahaan tak menutup kemungkinan terjadinya konflik. Mulai dari perbedaan pendapat, visi misi bahkan masalah dari luar. Meskipun tak dapat dihindari, konflik dapat konflik dapat diatasi melalui manajemen konflik.
Manajemen konflik digunakan sebagai metode yang efektif guna mengelola dan mengatasi konflik baik dalam organisasi maupun perusahaan melalui penerapan manajemen konflik, berbagai bentuk konflik dan masalah dapat diminimalisir dan bahkan dicegah sebelum menimbulkan kerugian bagi semua pihak yang terlibat.
Melalui manajemen konflik yang efektif, berbagai dampak negatif seperti perpecahan, permusuhan, dan persaingan yang tidak sehat dapat dihindari. Selain itu, penanganan konflik yang baik juga membantu menciptakan lingkungan kerja yang nyaman, sehingga produktivitas tidak terganggu.
5 Style Manajemen Konflik
Melansir dari valamis.com, berikut ini 5 style manajemen konflik yang bisa diterapkan:
1. Accommodating atau akomodasi
Style ini menempatkan kebutuhan pihak lain di atas kebutuhan sendiri.
"Kamu mengizinkan mereka untuk 'menang' dan mendapatkan apa yang mereka inginkan."
Akomodasi digunakan untuk situasi di mana pihak tersebut tidak terlalu memperdulikan masalah seperti pihak lain, jika memperpanjang konflik tidak sepadan dengan waktu yang dihabiskan atau jika pihak tersebut telah berpikir bahwa ia mungkin salah. Pilihan ini merupakan pilihan tentang menjaga perdamaian, tidak melakukan upaya lebih dari nilai masalah, dan mengetahui kapan harus memilih pertempuran.
Meskipun mungkin tampak agak lemah, akomodasi dapat menjadi pilihan terbaik untuk menyelesaikan konflik kecil dan melanjutkan ke masalah yang lebih penting. Gaya ini sangat kooperatif di pihak penyelesai tetapi dapat menyebabkan kebencian.
2. Avoiding atau penghindaran
Style ini bertujuan untuk mengurangi konflik dengan mengabaikannya, menyingkirkan pihak yang berkonflik, atau menghindarinya dengan cara tertentu. Anggota tim yang berkonflik dapat dikeluarkan dari proyek tempat mereka berkonflik, tenggat waktu didorong, atau orang bahkan dipindahkan ke departemen lain.
Hal tersebut bisa menjadi gaya resolusi konflik yang efektif jika ada kemungkinan periode tenang akan membantu atau jika pihak tersebut membutuhkan lebih banyak waktu untuk mempertimbangkan sikap Anda terhadap konflik itu sendiri.
Penghindaran seharusnya tidak menjadi pengganti resolusi yang tepat; mendorong kembali konflik tanpa batas dapat dan akan menyebabkan lebih banyak (dan lebih besar) konflik di kemudian hari.
3. Compromising atau kompromi
Style manajemen konflik tengaha atau menengah, di mana tingkat keasertifan dan kerjasama sedang. Dengan menggunakan strategi memberi dan mengambil (give and take), kedua belah pihak yang terlibat konflik mencari alternatif titik tengah yang memuaskan sebagai keinginan mereka. Dengan kata lain ‘You Lose-I Lose’.
Menurut kutipan judul Manajemen Konflik dari (Utami, 2016), dalam pendekatan ini mengarahkan seseorang ke sikap moderat yang seimbang antara kepentingan diri sendiri dan kepentingan orang lain. Pendekatan ini melibatkan saling memberi dan menerima, yang dikenal sebagai pendekatan "give and take". Kompromi adalah strategi yang tepat untuk menangani masalah di mana pihak-pihak yang terlibat memiliki tujuan yang berbeda namun memiliki kekuatan yang setara. Keuntungan utama dari kompromi terletak pada proses demokratisnya, di mana tidak ada pihak yang merasa kalah. Namun, penyelesaian konflik melalui kompromi mungkin bersifat sementara dan dapat menghambat kemunculan kreativitas dalam menyelesaikan masalah.
4. Competing atau kompetisi
Style ini menolak kompromi dan melibatkan tidak menyerah pada sudut pandang atau keinginan orang lain.
Satu pihak berdiri teguh dalam apa yang mereka anggap sebagai penanganan situasi yang benar, dan tidak mundur sampai mereka mendapatkan apa yang mereka inginkan.
Hal tersebut dapat terjadi dalam situasi dimana tindakan tertentu harus diambil, ketika tidak ada waktu untuk mencoba dan menemukan solusi yang berbeda atau ketika ada keputusan yang tidak populer yang harus dibuat. Itu dapat menyelesaikan perselisihan dengan cepat, tetapi ada kemungkinan besar moral dan produktivitas berkurang. Ini bukan style yang harus sangat diandalkan.
5. Collaboration atau kolaborasi
Style ini menghasilkan hasil jangka panjang terbaik, pada saat yang sama seringkali paling sulit dan memakan waktu untuk dicapai.
Kebutuhan dan keinginan masing-masing pihak dipertimbangkan. Dengan kata lain ‘You Win- I Win’ sehingga semua pihak merasa puas. Hal tersebut i sering melibatkan semua pihak duduk bersama, membicarakan konflik dan menegosiasikan solusi bersama.
Style ini digunakan ketika sangat penting untuk menjaga hubungan antara semua pihak atau ketika solusi itu sendiri akan memiliki dampak yang signifikan.
Terlepas dari setiap gaya tersebut, melihat dari konflik dan budaya perusahaan. Dan peran pemimpin dalam penyelesaian konflik atau manajemen konflik sangat dibutuhkan. (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Yuk, Kenali Beberapa Style Manajemen Konflik
Pewarta | : Bunga Fitriati (PKL) |
Editor | : Ferry Agusta Satrio |