TIMES JABAR, JAKARTA – Dunia saat ini sedang mencari arah baru dari sebuah perubahan besar. Pandemi Covid-19 telah melahirkan krisis ekonomi secara global. Krisis ini ditandai adanya dua panorama baru, yakni kematian dan kemiskinan yang bisa disaksikan sekarang dan masa-masa mendatang. Kondisi ini diperparah dengan varian-varian baru yang muncul dan lebih mematikan.
Hal itu dikatakan oleh Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Anis Matta.
"Kita sekarang seperti buah simalakama, tidak ada pilihan yang enak. Dari semua pilihan, ada harga yang harus kita bayar," kata Anis Matta dalam keterangannya, Rabu (14/7/2021).
Ia menilai krisis ekonomi sekarang bisa berkembang menjadi krisis sosial dan krisis politik yang akan terjadi di semua negara. "Pandemi hanya merupakan pertanda awal dan trigger yang sekarang memasuki rute kedua dari pandemi menjadi krisis ekonomi global," katanya lagi.
Menurut Anis Mata, total kerugian finansial global mencapai 20 triliun USD selama 1,5 tahun lebih dunia dilanda pandemi Covid-19. Angka ini setara dengan 24 persen GDP global pada tahun 2020 yang sebesar 84 triliun USD.
Selain kerugian finansial, jumlah terkonfirmasi Covid-19 global saat ini mencapai sekitar 186 juta kasus dengan angka kematian mencapai 4 jutaan jiwa.
"Sebagai bangsa, kita harus mengetahui kontur perubahan global krisis berlarut. Rute-rutenya harus kita tahu, mulai dari pandemi, krisis ekonomi, krisis sosial dan krisis politik," jelasnya.
Anis Matta melihat krisis berlarut ini tengah membuat sistem tatanan dunia baru. Ibarat perempuan yang sedang hamil, kehamilannya tidak normal dan bayi yang dilahirkan bisa sungsang.
"Proses persalinannya bisa jadi penuh dengan resiko yang sangat berbahaya. Kelihatannya tatanan dunia baru yang akan lahir ini, seperti bayi yang lahir dalam keadaan sungsang," ujar Anis Matta.
Sudah Bebas Pandemi
Sementara itu, Dubes RI untuk China Djauhari Oratmangun mengatakan, China saat ini sudah terbebas dari pandemi Covid-19. Jika ditemukan kasus, itu bukan dari China, melainkan berasal dari kasus impor (import case). Kini sudah ada 10 provinsi di China yang telah bebas dari Covid-19.
"Lockdown hanya di Provinsi Hubei dan Kota Wuhan, sementara lainnya dilakukan pembatasan pergerakan seperti PPKM. China bisa cepat bangkit, ekonominya naik terus. Triwulan pertama 2021 sudah 18 persen, ini luar biasa," kata Djauhari Oratmangun dalam keterangannya.
Hal senada disampaikan Dubes RI untuk Selandia Baru Tantowi Yahya. Tantowi mengatakan, Selaindia Baru sukses mengatasi Covid-19, sehingga bisa melepas masker hingga menggelar konser pada April lalu. Apabila ditemukan kasus baru, langsung di karantina selama 14 hari.
"Rahasia suksesnya ada tiga kunci, persiapan, konsistensi dan partisipasi. Membuat undang-undang, penegakan hukum dan dukungan masyarakatnya meski berbeda pandangan politik. Selandia Baru juga membentuk Kementerian Covid, yang tugasnya ngurusin Covid-19 saja," kata Tantowi Yahya
Wakil Dubes RI untuk Rusia Aziz Nurwahyudi mengatakan, kondisi masyarakat Rusia sebenarnya mirip di Indonesia, ada yang tidak percaya Covid-19 dan menolak untuk divaksin. Tak mengherankan apabila kasus Covid-19 di Rusia cukup tinggi, namun masih bisa dikendalikan.
"Vaksin itu tidak wajib di Rusia, hanya voluntary (sukarela) saja, habis divaksin mereka diberikan ice cream. Soal perkembangan Covid 19, hanya tiga orang yang boleh menyampaikan. Presiden Vladimir Putin, Juru Bicara Satgas Covid-19 dan Walikota Moskow," kata Aziz Nurwahyudi.
Selain itu kata dia, Rusia berhasil mengembangkan empat vaksin lokal, yakni Sputnik V, Sputnik Light,EpiVacCorona dan vaksin CoviVac. "Soal vaksin ini Menlu Sergey Lavrov sudah bertemu Ibu Menlu (Retno Marsudi) dan BPOM juga sudah ke Rusia. Apakah , sudah bisa masuk Indonesia, kita tunggu saja," katanya.
Status Pandemi Menjadi Endemi
Sementara itu, Atpol dan Ketua Satgas Covid-19 KBRI Washington DC Brigjen Pol Ary Laksmana Widjaya mengatakan, kasus Covid-19 di Amerika Serikat (AS) pada awalnya tertinggi dunia. Presiden Joe Biden kemudian membuat kebijakan, diantaranya memberikan kewenangan negara bagian untuk melakukan penanganan Covid-19.
"Pemerintah federal menyerahkan kepada pemerintah negara untuk menentukan status masing-masing. Tidak ada istilah lockdown, tapi ada pembatasan kegiatan, dan penanganannya berhasil. Ini sebagai kearifan lokal," kata Ary Laksmana Widjaya.
AS pun kini perlahan lahan terbebas dari Covid-19 dan mengubah status pandemi menjadi endemi. Sedangkan untuk kebutuhan vaksin, perusahaan besar di AS berani menggelontorkan dana besar untuk melakukan kajian tentang vaksin.
"Hasilnya kita ketahui ada vaksin Pfizer, Moderna dan Johnson and Johnson, vaksinnya diakui dunia," ujarnya yang juga soal krisis yang ditandai adanya dua panorama baru, yakni kematian dan kemiskinan. (*)
Pewarta | : Moh Ramli |
Editor | : Wahyu Nurdiyanto |