https://jabar.times.co.id/
Berita

Antara Gemerlap Ulang Tahun dan Cermin Kemiskinan di Wajah Kota Resik Tasikmalaya

Jumat, 17 Oktober 2025 - 14:20
Antara Gemerlap Ulang Tahun dan Cermin Kemiskinan di Wajah Kota Resik Tasikmalaya Seniman dan Budayawan Kota Tasikmalaya, Ashmansyah Timutiah. (FOTO: Harniwan Obech/TIMES Indonesia)

TIMES JABAR, TASIKMALAYAKota Tasikmalaya tepat hari ini, Jumat (17/10/2025)  genap berusia 24 tahun sejak resmi berdiri pada tahun 2001.

Sebagai salah satu kota di Priangan Timur yang dikenal dengan julukan Kota Resik, perayaan ulang tahun kali ini diwarnai dengan berbagai kemeriahan di setiap kecamatan mulai dari panggung rakyat, gebyar UMKM, hingga doa bersama.

Namun di balik gegap gempita tersebut, ada suara refleksi yang mengingatkan bahwa usia bukan hanya soal angka, melainkan juga soal sejauh mana kota ini mampu menyejahterakan warganya.

Salah satu yang mengutarakan pandangan kritis itu adalah Ashmansyah Timutiah, seorang budayawan Kota Tasikmalaya, yang menilai perayaan hari jadi ini seharusnya menjadi momentum untuk bercermin.

“Sungguh bertolak belakang dan semestinya kita malu karena ditampar kenyataan, bahwa Kota Tasikmalaya yang selalu menggembar-gemborkan diri sebagai kota santri, teriak keras sebagai kota religius, tapi kemiskinan begitu terbuka, terpajang di pusat kota yang menjadi muka,” ujarnya kepada TIMES Indonesia, Jumat (17/10/2025).

Menurut Ashmansyah, geliat pembangunan fisik Kota Tasikmalaya dalam beberapa tahun terakhir memang tampak mencolok. Salah satu proyek yang menjadi sorotan adalah pembangunan pedestrian pada tahun 2022, yang memperlebar trotoar di berbagai titik utama kota. 

Jalan HZ Mustofa, misalnya, kini memiliki area pedestrian dua kali lebih lebar dari sebelumnya lengkap dengan penerangan estetik, kursi duduk, dan tanaman hias yang mempercantik wajah kota.

Namun, di sisi lain, pemandangan tunawisma yang tidur di bangku-bangku pedestrian justru memperlihatkan kontras sosial yang tajam.

“Pedestrian itu semestinya menjadi simbol kesejahteraan masyarakat, bukan sebaliknya. Tapi kini malah menjadi tempat nyaman melepas kantuk para tunawisma,” tutur Ashmansyah.

Kondisi tersebut, menurutnya, menjadi ironi di tengah citra Kota Tasikmalaya yang kerap disematkan sebagai kota religius dan berbudaya.

Pembangunan infrastruktur memang penting, tetapi tanpa dibarengi pemerataan kesejahteraan, maka pembangunan itu hanya akan menjadi 'hiasan kosmetik' di wajah kota yang sesungguhnya sedang menahan luka sosial.

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Barat, hingga akhir tahun 2024 Kota Tasikmalaya masih menempati posisi tiga besar kota dengan tingkat kemiskinan tertinggi di Jawa Barat, bersanding dengan Kota Banjar dan Kabupaten Garut.

"Angka kemiskinan di Kota Tasikmalaya mencapai sekitar 9,42 persen dari total penduduk, atau setara dengan lebih dari 70 ribu jiwa yang masih hidup di bawah garis kemiskinan," terangnya, Jumat (17/10/2025).

Menurutnya faktor penyebabnya kompleks, minimnya lapangan kerja formal, tingginya angka pengangguran, dan sektor UMKM yang belum sepenuhnya pulih pasca pandemi. 

Meskipun ada sejumlah program bantuan sosial dan pelatihan kewirausahaan, dampaknya masih belum signifikan terhadap pengentasan kemiskinan struktural.

“Kita ini sering larut dalam euforia seremonial. Tapi apa makna dan hikmah dari perayaan hari jadi kalau tidak diikuti dengan langkah nyata memperbaiki kehidupan masyarakat? Ulang tahun seharusnya menjadi bahan evaluasi, bukan sekadar pesta,” kata Ashmansyah.

Sejak resmi menjadi kota otonom pada 17 Oktober 2001 berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2001, Kota Tasikmalaya telah mengalami berbagai perubahan baik dari sisi infrastruktur, pendidikan, maupun tata kelola pemerintahan.

Julukan Kota Santri dan Kota Bordir melekat kuat dalam identitasnya, menandakan kekayaan nilai spiritual dan kreativitas masyarakatnya.

Namun seiring perjalanan waktu, muncul tantangan baru, bagaimana menjaga keseimbangan antara simbol religiusitas dan kenyataan sosial-ekonomi yang dihadapi masyarakat.

Kota Tasikmalaya kini tengah berada di persimpangan antara idealisme dan pragmatisme pembangunan. Jika hanya menonjolkan fisik kota tanpa memperkuat pondasi ekonomi rakyat, maka yang lahir hanyalah kemegahan semu.

Di usia ke-24 ini, banyak pihak berharap agar pemerintah kota lebih fokus pada pemberdayaan ekonomi masyarakat kecil, peningkatan kualitas pendidikan vokasional, serta penciptaan lapangan kerja yang berkelanjutan.

Pemerintah juga diharapkan dapat memperkuat kolaborasi dengan perguruan tinggi, komunitas budaya, dan pelaku ekonomi kreatif lokal. Sebab dari sinilah peluang inovasi dan pemberdayaan sosial bisa tumbuh secara organik  bukan sekadar dari proyek-proyek jangka pendek.

"Kota Tasikmalaya tidak kekurangan orang cerdas dan beriman. Tapi kita perlu keberanian untuk jujur melihat kenyataan. Mari kita rayakan hari jadi ini dengan rasa syukur yang bijak bukan dengan menutup mata terhadap kemiskinan yang nyata,” pungkas Ashmansyah. (*) 

Pewarta : Harniwan Obech
Editor : Ronny Wicaksono
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Jabar just now

Welcome to TIMES Jabar

TIMES Jabar is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.