TIMES JABAR, BANDUNG – Dinas Kesehatan Jawa Barat mencatat bahwa kanker payudara merupakan jenis kanker yang paling banyak diderita oleh perempuan di provinsi tersebut, menyumbang sekitar 30% dari seluruh kasus kanker pada perempuan. Data Global Cancer Observatory (GLOBOCAN) 2024 juga mengonfirmasi tingginya angka ini secara nasional, dengan lebih dari 80.000 kasus baru setiap tahunnya di Indonesia.
Namun, masalah utama yang dihadapi adalah masih banyaknya masyarakat yang belum melakukan pemeriksaan rutin, sehingga kanker sering kali baru terdeteksi pada stadium lanjut. Hal ini mengemuka dalam seminar awam "Perkembangan Terbaru tentang Kanker Payudara: Apa yang Harus Diperhatikan?" yang digelar di Bandung, Minggu (26/10/2025).
“Kanker payudara bukan hanya persoalan medis, tetapi juga persoalan sosial yang menyentuh banyak keluarga. Deteksi dini dan diagnosis tepat waktu sangat menentukan keberhasilan terapi,” tegas dr. Marvin Marino, SpGK, AIFO-K, Direktur Medis RS Santo Borromeus.
Beberapa dokter spesialis yang hadir memberikan penekanan pada metode deteksi dini. Dr. dr. Dradjat R Suardi, SpB(K)Onk, menekankan pentingnya SADANIS (Pemeriksaan Payudara Klinis), yaitu pemeriksaan oleh tenaga medis dengan menggunakan USG atau mammografi. “Karena pasien akan memiliki harapan hidup yang lebih baik jika ditemukan pada stadium dini,” ujarnya.
Pendapat ini diamini oleh dr. Indra Wijaya, SpPD (K)HOM, yang menyoroti bahwa sebagian besar pasien datang berobat ketika kankernya sudah menyebar (metastasis). Faktor pemicu keterlambatan ini adalah rendahnya kesadaran, keterlambatan memeriksakan diri, dan minimnya literasi kesehatan.
Di sisi lain, dr. Monty P Soemitro, Sp B(K) Onk, menekankan bahwa jenis dan karakteristik kanker payudara sangat mempengaruhi respons pengobatan, yang dapat berupa pembedahan, kemoterapi, dan radioterapi. Sementara dr. Franky Sandjaja, SpOnk Rad, menambahkan bahwa radioterapi modern kini dapat dilakukan dengan lebih presisi untuk mengurangi efek samping.
Meski biaya pengobatan kerap menjadi tantangan, dr. Monty menilai bahwa fasilitas USG yang kini banyak tersedia di puskesmas, ditambah pelatihan untuk dokter umum, dapat menjadi solusi untuk mendeteksi kelainan lebih dini dan menekan biaya pengobatan jangka panjang. Edukasi berkelanjutan kepada masyarakat melalui sekolah dan komunitas dinilai krusial untuk meningkatkan kewaspadaan dan mendorong deteksi dini. (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: 30% Kasus Kanker Perempuan di Jabar adalah Kanker Payudara, Dokter Ingatkan Pentingnya Deteksi Dini
| Pewarta | : Antara |
| Editor | : Faizal R Arief |