TIMES JABAR, PACITAN – dir="ltr">Masyarakat Kabupaten Pacitan wajib tahu, ternyata menanam singkong dengan metode rebah kini dinilai menjadi solusi tepat bagi petani dan peternak.
Meski tidak menghasilkan umbi, tetapi metode ini membuka peluang ekonomi baru dari panen daun dan batang hijau singkong.
Terlebih Kabupaten Pacitan selama ini dikenal luas sebagai daerah penghasil singkong, dengan produk tiwulnya yang khas dan menjadi bagian tak terpisahkan dari konsumsi masyarakat lokal.
Namun, di tengah menurunnya minat petani akibat rendahnya harga umbi dan mahalnya biaya cabut, kini muncul peluang baru yang lebih menjanjikan dengan menanam singkong untuk dipetik daun serta batang mudanya.
Peluang ini terbuka berkat inisiatif Himpunan Peternak Domba Kambing Indonesia (HPDKI) Kabupaten Pacitan yang menggagas program 'Tanam Rebah, Panen Daun Singkong'.
Melalui program ini, HPDKI mengajak para petani lokal untuk menanam singkong tidak semata demi umbinya, melainkan untuk memanen daun secara rutin yang kemudian akan diserap sebagai bahan pakan ternak.
Potensi di Luar Umbi
Ketua HPDKI Pacitan, Anang Setyaji, ST, menjelaskan bahwa potensi daun singkong di Pacitan sejatinya sangat besar, namun selama ini terfokus pada panen umbi singkong.
Padahal, jika dikelola dengan baik, daun singkong dapat menjadi sumber pendapatan bagi para petani yang jauh lebih menguntungkan.
“Memang harganya murah, tapi cepat panen dan mudah penanganannya. Kami ingin mengintegrasikan kebutuhan peternak dengan potensi pertanian lokal. Salah satunya dengan pemanfaatan daun singkong agar memiliki nilai ekonomi baru,” ujar Anang, Selasa (21/10/2025).
Menurut Anang, metode tanam rebah memiliki banyak keunggulan dibanding cara tanam singkong konvensional. Dalam metode ini, batang singkong ditanam mendatar di tanah, bukan tegak lurus seperti biasanya.
Setiap mata tunas dari batang yang direbahkan akan tumbuh cabang dan daun baru dalam waktu singkat (2-3 pekan), sehingga hasil panen daun menjadi lebih melimpah.
Lebih menarik lagi, metode ini tidak memerlukan pengairan intensif, pupuk kimia, maupun penanaman ulang. Tanaman juga relatif tahan terhadap serangan hama.
Dengan kondisi geografis Pacitan yang kerap kering dan tanah berbatu, metode tanam rebah dinilai sangat relevan dan efisien.
“Untuk semua jenis ketela bisa digunakan, kecuali ketela Papua karena kadar airnya terlalu tinggi,” jelas Anang.
Sistem Tata Niaga Sudah Siap
Dari sisi ekonomi, HPDKI telah menyiapkan sistem tata niaga agar petani bisa segera menikmati hasilnya.
Daun singkong segar dari petani akan dibeli seharga Rp500 per kilogram, kemudian dicacah, dikemas menjadi silase pakan ternak.
Pencacahan dapat dilakukan secara manual atau menggunakan mesin chopper dan dikemas dalam plastik anti-UV yang disediakan oleh HPDKI.
Setelah melalui proses tersebut, harga jual silase daun singkong di tingkat konsumen dapat mencapai Rp1.200 hingga Rp1.500 per kilogram.
“Ini mulai ramai di kalangan petani dan pembudidaya. Berapa pun tonase panen petani, InsyaAllah siap kami tampung. Kami juga berencana memasok ke luar daerah,” tutup Anang optimis.
Dengan inovasi tanam rebah ini, HPDKI Pacitan berharap sinergi antara sektor pertanian dan peternakan dapat meningkatkan kesejahteraan petani sekaligus memperkuat ketahanan pangan daerah.
Tanam singkong bukan lagi sekadar menunggu panen umbi, tetapi menjadi jalan baru menuju kemandirian ekonomi berbasis potensi lokal. (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Mengenai Pertanian Singkong Rebah, Perpaduan Tepat Bertani dan Beternak di Pacitan
Pewarta | : Rojihan |
Editor | : Ronny Wicaksono |