TIMES JABAR, JAKARTA – Sikap para pemimpin di Timur Tengah masih tetap menggelisahkan, meski tiga pemimpin negara mediator, AS-Mesir dan Qatar menyatakan minggu depan harus ada kesepakatan gencatan senjata di Gaza, pembebasan sandera dan tahanan Palestina sudah final.
Kegelisahan itu disebabkan masih kuatnya ekskalasi berbahaya muncul soal permusuhan antara Israel-Hamas-dan Iran.
Ketiga pimpinan negara mediator, yakni Joe Biden, bersama Presiden Abdel Fattah el-Sisi dari Mesir dan Sheikh Tamim bin Hamad al-Thani dari Qatar telah menyatakan bahwa sudah saatnya, yakni Kamis depan, menyelesaikan kesepakatan gencatan senjata dan pembebasan sandera yang diculik ke Gaza serta tahanan Palestina yang ditahan oleh Israel.
Tetapi, Israel, melalui Menteri Keuangan sayap kanan, Bezalel Smotrich menentang dorongan mediator AS-Mesir dan Qatar itu.
Iran juga tegas, bahwa perintah Pemimpin Revolusi Islam untuk membalas dendam atas kesyahidan mantan pemimpin Hamas, Ismail Haniyeh terhadap rezim Israel sangat jelas.
Sementara kekuatan pengaruh Pemimpin Politik Hamas yang baru, Yahya Sinwar juga masih belum menunjukkan tanda-tanda yang pasti bahwa mereka siap kembali ke meja perundingan, apalagi setelah pembunuhan Ismail Haniyeh oleh Israel di Teheran, Iran, beberapa hari lalu.
Bezalel Smotrich dengan menggunakan X, mengecam upaya gencatan senjata Gaza yang baru itu.
Ia menyuarakan ketidaksetujuannya terhadap dorongan baru untuk menghentikan perang di Jalur Gaza, yang diumumkan kemarin oleh mediator AS-Mesir dan Qatar itu.
"Waktunya belum tiba untuk jebakan berbahaya dimana "perantara" mendiktekan "rumus" kepada kita, dan memaksakan perjanjian penyerahan diri pada kita yang akan menguras darah yang kita tumpahkan dalam perang paling adil yang sedang kita lakukan," tulisnya dalam sebuah postingan panjang.
Ia juga mengatakan bahwa mencapai kesepakatan hipotetis dengan Hamas akan membuat Hezbollah berada dalam posisi yang tidak menguntungkan bagi penduduk di wilayah utara, dan mengecilkan pencegahan Israel dan citranya di Timur Tengah dan akan menampilkannya sebagai negara pelindung yang lemah," tulisnya.
Bezalel Smotrich kemudian meminta PM Israel, Benjamin Netanyahu untuk tidak menanggapi sedikit pun dari garis merahnya dalam negosiasi, yang dilaporkan menjadi titik kritis utama yang mencegah tercapainya kesepakatan saat negosiasi terakhir dilakukan pada pertengahan Juli.
Israel yang terus dibela AS, sampai saat ini masih terus melakukan pembunuhan pembunuhan terhadap warga Palestina. Hingga kini sudah mendekati 40.000 warga sipil Palestina dibunuh lewat serangan baik dari darat maupun udara.
Sementara itu Teheran terpecah mengenai cara menanggapi pembunuhan pemimpin Hamas Ismail Haniyeh, dengan para jenderal Garda Revolusi mendorong serangan terhadap Tel Aviv, sementara Pezeshkian menyarankan penargetan pangkalan rahasia Israel di negara-negara tetangga.
Wakil komandan Korps Garda Revolusi Islam (IRGC) mengatakan bahwa perintah Pemimpin Revolusi Islam untuk membalas dendam atas kesyahidan mantan pemimpin Hamas terhadap rezim Israel sangat jelas.
Brigadir Jenderal Ali Fadavi menyampaikan pernyataan tersebut dalam sebuah wawancara dengan TV Al-Mayadeen Lebanon pada hari Jumat.
Wakil Panglima Tertinggi IRGC menekankan kepastian pelaksanaan perintah Pemimpin untuk menghukum rezim Zionis atas pembunuhan martir "Ismail Haniyeh", kepala kantor politik gerakan Hamas.
"Perintah Pemimpin Revolusi mengenai hukuman berat bagi penjajah dan membalas dendam atas darah Martir Haniyeh sudah sangat jelas," tegasnya.
"Perintah Pemimpin Revolusi akan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya dan ini merupakan tugas Iran sekarang," tambahnya.
Fadavi juga mengatakan tentang terpilihnya Yahya al-Sinwar sebagai penerus Martir Haniyeh bahwa "Terpilihnya al-Sanwar berarti bahwa jalan Perlawanan yang dimulai oleh Hamas akan terus berlanjut hingga akhir."
Tetapi Presiden Iran yang baru dipilih, Masoud Pezeshkian justru telah memohon kepada Pemimpin Islam Iran, Ali Khamenei untuk menahan serangan balasan yang dijanjikan terhadap Israel, dan ia justru menyerukan serangan terhadap kepentingan Israel di Kurdistan Irak atau Azerbaijan untuk mencegah perang habis-habisan.
Disela ketegangan itu, Menteri Luar Negeri AS, Tony Blinken dan Menlu Yordania, Ayman Safadi, melalui telepon hari Jumat, juga membahas eskalasi berbahaya di kawasan dan langkah-langkah yang diperlukan untuk menghentikannya.
Al-Safadi menekankan bahwa gencatan senjata dalam perang Gaza akan mengeluarkan kawasan itu dari ketegangan berbahaya yang menempatkannya di ambang kehancuran.
Sikap-sikap para Timur Tengah masih tetap menggelisah rakyat Palestina meski tiga pemimpin negara mediator, AS-Mesir dan Qatar menyatakan minggu depan harus ada kesepakatan gencatan senjata di Gaza, pembebasan sandera dan tahanan Palestina sudah final. (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Ada Kesepakatan Gencatan Senjata, Timur Tengah Masih Gelisah Ini Sebabnya
Pewarta | : Widodo Irianto |
Editor | : Imadudin Muhammad |