TIMES JABAR, JAKARTA – Di balik rumah sederhana di Glagah Ombo, Kecamatan Ambarawa, Kabupaten Semarang, tersimpan kisah perjuangan luar biasa jemaah haji Indonesia. Legiman (66), seorang pemulung barang bekas, membuktikan bahwa mimpi ke Tanah Suci bisa digapai siapa saja—asal ada keyakinan, sabar, dan usaha tak kenal lelah.
“Saya mulai menabung sejak tahun 1986, seribu rupiah per hari,” kenangnya pelan saat ditemui menjelang keberangkatannya ke Embarkasi Solo, Jumat (9/5/2025).
Waktu itu, ia bekerja sebagai staf di Dinas Pekerjaan Umum dengan gaji Rp18.000 per bulan. Angka yang sangat kecil, bahkan untuk kebutuhan sehari-hari. Tapi tekadnya sudah bulat. Ia ingin ke Mekkah, membawa istrinya, menjadi tamu Allah.
Untuk mempercepat impiannya, ia memulung. Kardus, botol plastik, apa saja ia pungut.
“Sebulan bisa dapat tambahan Rp20.000 sampai Rp40.000, saya tabung semua ke bank,” kata pria yang kini dikaruniai tiga anak, tiga cucu, dan satu buyut.
Titik balik datang pada 2012. Saat mengecek saldo tabungan, angkanya mengejutkan: Rp54 juta. Cukup untuk mendaftar haji dua orang. Ia segera mengurus pendaftaran bersama istrinya, dengan restu penuh dari anak-anak.
Namun perjalanan belum selesai. Ia sempat mengira biaya itu mencakup seluruh kebutuhan. “Ternyata masih ada biaya pelunasan,” ujarnya. Tapi Legiman tidak menyerah. Ia kembali ke rutinitas: memulung, menabung, berdoa.
Kabar bahagia datang tak disangka. Meski dijadwalkan berangkat tahun 2026, beberapa bulan lalu ia mendapat kabar percepatan keberangkatan. Tahun 2025, bukan tahun depan. Legiman tak kuasa menahan air mata.
“Saya langsung sujud syukur. Rasanya kayak mimpi.”
Kini, koper telah disiapkan. Ia dan istrinya tergabung dalam Kloter 35 Embarkasi Solo (SOC 35), bersama jemaah dari Kabupaten Semarang dan Grobogan. Mereka dijadwalkan terbang ke Tanah Suci pada 11 Mei 2025.
Kisah Legiman adalah pengingat bagi kita semua. Bahwa haji bukan soal seberapa besar harta, tapi seberapa tulus niat. Di antara jutaan tamu Allah, ada sepasang suami-istri pemulung yang datang dengan bekal keyakinan dan kerja keras puluhan tahun.
“Yang penting yakin, jangan menyerah. Allah pasti buka jalan,” pesan Legiman sebelum berangkat ke embarkasi.
Dan mungkin, justru dari tangan-tangan seperti Legiman, kita belajar arti sejati dari kata “ikhlas”. (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Menabung Sejak 1986, Pemulung Asal Semarang Ini Akhirnya Berangkat Haji Bersama Istri
Pewarta | : Wahyu Nurdiyanto |
Editor | : Imadudin Muhammad |