TIMES JABAR, BANDUNG – Konsumen rokok elektrik atau vape di Indonesia semakin meningkat dalam beberapa tahun terakhir. Ini seiring semakin bertambahnya pelaku industri vape di tanah air. Sayangnya peningkatan ini masih belum diimbangi dengan regulasi yang cukup jelas untuk mengatur pendapatan negara dari pita cukai dan memenuhi hak konsumen mendapatkan produk yang aman dan minim risiko.
Kasus penggerebekan industri vape rumahan pembuatan likuid vape mengandung narkotika jenis sabu di Kawasan Meruya Utara, Kembangan Jakarta Barat, oleh Polda Metro Jaya bersama Bea Cukai Bandara Soekarno Hatta pada Sabtu (18/1/2023) lalu, kembali memantik perdebatan tentang keberlangsungan industri likuid vape di Indonesia.
Beberapa merk liquid vape di pasaran hasil industri kreatif lokal Indonesia. (FOTO: RISE Distribution)
Beberapa anggota parlemen bersuara keras mendesak pemerintah segera menghentikan peredaran rokok elektrik. Ada juga yang mengimbau BPOM dan Kemenkes menindak tegas industri likuid vape dan mendesak pemerintah membuat regulasi untuk mengatur peredarannya.
Hingga kini regulasi baru penetapan harga pita cukai peredaran likuid vape di Indonesia. Namun sepertinya dibutuhkan lebih dari sekadar legalisasi pita cukai oleh pemerintah untuk mendukungnya bertumbuh dan mendapat kepastian berkembang lebih positif.
Kasus Penyalahgunaan Narkotika dalam Vape Akibatkan Produsen Legal Terdampak
Marketing Communication Director Hexjuice, Jimmy Muhammad mengungkapkan, sebenarnya di semua bidang selalu ada oknum yang memanfaatkan keadaan demi kepentingannya sendiri atau golongannya. Mereka melakukannya tanpa mempertimbangkan tanggung jawab sosial.
“Tindakan semacam itu tidak seharusnya mendapatkan respons seolah seluruh industri vape pasti berbahaya dan melakukan tindakan yang sama. Ini seperti satu pohon yang terkena hama, tapi seluruh perkebunan yang dibakar dan dimusnahkan,” keluhnya.
Sebagai industri yang sedang berkembang, menurutnya, Hexjuice dan banyak produsen likuid lainnya telah mengikuti pengaturan pemerintah agar dapat beroperasi secara legal. Potensi ekonomi harus dibarengi dengan kepastian regulasi yang mendukung iklim usaha yang kondusif. Termasuk regulasi seputar produk-produk vape ilegal yang dipasarkan bebas tanpa pita cukai.
“Kami juga mendorong penelitian yang lebih komprehensif dan berbasis pada sains agar keputusan dan regulasi yang dibuat tidak berdasarkan asumsi,” imbuh Jimmy.
Dia mencontohkan, Jordania berhasil mengesahkan regulasi yang mampu menjembatani kebutuhan para perokok dewasa, ekosistem industri, dan pendapatan negara dari industri vape.
Dengan reformasi regulasi rokok elektrik yang mereduksi pajak, perokok dewasa di Jordania memiliki akses terhadap produk dengan harga yang lebih terjangkau tapi kualitasnya premium dan aman. Hal ini didukung pula dengan penelitian dan perkembangan terbaru. Para produsen vape pun pada gilirannya saling bersinergi memberikan edukasi bagi para konsumen dewasa tentang risiko dan keuntungan dari produknya, yang tentunya tidak diperbolehkan bagi anak di bawah umur. Konsumen juga nyaman mengonsumsi produk vape yang telah mendapat persetujuan dari Jordanian Food and Drug Administration.
Vape Berisiko Lebih Rendah dari Rokok Konvensional
Klaim sejumlah literatur dalam dan luar negeri menyebutkan bahwa vape memiliki risiko lebih rendah dibanding rokok tembakau konvensional, meski bukan bebas risiko. National Health Service (NHS) Inggris telah melansir hal ini di situsnya, bahkan telah merekomendasikan vape yang dapat membantu perokok mengurangi bahkan menghentikan kebiasaan merokok.
Hasil penelitian dari Institut Pertanian Bogor (IPB), Institut Teknologi Bandung (ITB), Universitas Brawijaya, Universitas Airlangga, dan Universitas Padjadjaran menyatakan produk tembakau alternatif ini memiliki potensi besar bagi perokok dewasa yang kesulitan berhenti merokok.
Sebuah makalah penelitian yang dipublikasikan di situs Tobacco Control menyebutkan, perpindahan konsumsi dari rokok tembakau konvensional yang dibakar ke rokok elektrik dalam periode 10 tahun di Amerika Serikat saja berefek pada penurunan kematian dini sebesar 6,6 juta jiwa, dengan 86,7 juta jiwa memiliki kemungkinan hidup yang lebih tinggi.
Masih menurut Jimmy, pada akhirnya formula yang cukup mendesak untuk segera ditemukan oleh para pemangku kebijakan adalah regulasi yang bisa memaksimalkan potensi pemasukan negara dari industri vape. Sekaligus memfasilitasi kepentingan industri dan konsumennya akan produk yang aman dikonsumsi dan lebih minim resiko. Formula yang tentunya harus berdasar pada riset dan edukasi yang berimbang serta objektif. (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Regulasi Industri Vape Berbasis Sains dan Kebermanfaatan Ditunggu
Pewarta | : Djarot Mediandoko |
Editor | : Deasy Mayasari |