TIMES JABAR, JAKARTA – Kata “Urraa” dalam bahasa Rusia sering digunakan sebagai seruan kemenangan, teriakan lantang untuk menandai semangat juang dan momentum perubahan. Begitu pula “Hurra”, yang dalam sejarah Islam merujuk pada Sayyida Al Hurra, wanita bangsawan Maroko yang berani melawan dominasi kolonial Eropa di abad ke-16. Dua kata ini, meski berasal dari konteks berbeda, memuat makna yang sama: kemenangan atas keterpurukan, dan keberanian untuk menata ulang keadaan.
Konteks Indonesia hari ini membutuhkan “teriakan” semacam itu. Setelah satu dekade pemerintahan yang diwarnai kasus korupsi, inefisiensi birokrasi, dan lemahnya koordinasi antar kementerian, Presiden Prabowo Subianto dihadapkan pada tugas besar: membersihkan, merapikan, dan menegakkan kembali wibawa negara. Dalam semangat itu, kata “Urraa” terasa relevan bukan sebagai slogan kosong, tetapi sebagai simbol harapan agar perubahan benar-benar terjadi.
Upaya Presiden Prabowo untuk memerangi korupsi tampak dari sejumlah langkah strategis di tahun pertamanya. Ia menegaskan komitmen terhadap Rancangan Undang-Undang Perampasan Aset Koruptor, yang telah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2025–2029.
Bila disahkan, undang-undang ini akan memperkuat mekanisme penyitaan aset hasil kejahatan tanpa menunggu proses pidana selesai, sebuah terobosan yang telah lama dinantikan publik.
Selain itu, kebijakan menaikkan gaji dan memperbaiki fasilitas perumahan 10.000 hakim menjadi sinyal lain dari strategi pencegahan korupsi melalui peningkatan kesejahteraan aparat hukum. Meskipun sebagian pihak, termasuk Zaenur Rohman dari Pusat Kajian Antikorupsi (PUKAT) UGM, menilai langkah ini belum menjawab akar persoalan sistemik, kebijakan tersebut menunjukkan kesadaran politik bahwa perang melawan korupsi tidak bisa hanya mengandalkan hukuman, melainkan juga pembenahan struktur dan mental aparatur.
Namun kritik dari kalangan akademisi tidak bisa diabaikan. Menurut Zaenur, korupsi di Indonesia bersumber dari sistem politik yang rusak, di mana pendanaan partai bergantung pada oligarki dan biaya politik yang tinggi. Selama akar itu belum disentuh termasuk reformasi pendanaan partai dan penyederhanaan sistem pemilu korupsi akan tetap menemukan jalannya.
Menata Kabinet, Menata Arah Negara
Langkah Prabowo berikutnya yang patut dicatat adalah perombakan kabinet (reshuffle) pada Februari dan September 2025. Reshuffle ini bukan sekadar ganti orang, tetapi sinyal koreksi terhadap kinerja yang tidak sesuai dengan visi kepemimpinan nasional.
Beberapa nama besar yang diganti antara lain Sri Mulyani, Budi Gunawan, Budi Arie Setiadi, dan Dito Ariotedjo menunjukkan bahwa Presiden tidak ragu mengambil keputusan strategis, bahkan terhadap menteri yang selama ini dianggap “kuat” di mata publik. Meskipun belum seluruh posisi strategis terisi, reshuffle ini mengindikasikan arah pemerintahan yang lebih tegas dan efisien.
Kritik publik yang menyoroti masih bertahannya beberapa menteri lain seperti Tito Karnavian atau Radja Juliantoni, merupakan cerminan ekspektasi besar masyarakat terhadap integritas dan profesionalisme kabinet.
Dalam sistem presidensial, hak prerogatif presiden harus dihormati. Yang terpenting, reshuffle bukan sekadar kosmetik politik, tetapi bagian dari desain besar untuk memastikan mesin pemerintahan berjalan dengan ritme yang solid dan berorientasi hasil.
Cahaya Penegak Hukum di Tengah Ketidakpercayaan
Di tengah keletihan publik terhadap isu korupsi, Kejaksaan Agung di bawah kepemimpinan ST Burhanuddin menjadi lembaga yang paling menonjol. Kasus tata niaga timah dengan kerugian negara Rp300 triliun, ASABRI (Rp22 triliun), Ekspor CPO (Rp18,3 triliun), hingga BTS Bakti Kominfo (Rp8 triliun) menunjukkan bahwa lembaga ini berani membongkar kasus besar lintas sektor.
Langkah tegas tersebut patut diapresiasi karena menegaskan bahwa pemberantasan korupsi bukan hanya slogan politik, melainkan tindakan nyata. Tantangannya kini adalah bagaimana agar keberhasilan itu tidak berhenti di tingkat kejaksaan, melainkan diikuti oleh reformasi menyeluruh di kepolisian, pengadilan, dan lembaga pengawasan keuangan.
Namun perlu diingat, memberantas korupsi bukan hanya urusan hukum, melainkan juga budaya politik. Selama sistem partai masih mahal, selama jabatan publik dipandang sebagai investasi pribadi, dan selama masyarakat masih permisif terhadap politik uang, maka korupsi akan terus menjelma dalam wajah baru.
Oleh karena itu, langkah-langkah Prabowo harus dibarengi dengan pendidikan etika politik, pembenahan sistem rekrutmen pejabat publik, serta transparansi anggaran partai. Hanya dengan itu, agenda bersih-bersih kekuasaan bisa berumur panjang, tidak berhenti pada efek kejut reshuffle semata.
Urraa untuk Semangat Perubahan
Pidato Prabowo di Majelis Umum PBB yang mendapat sambutan hangat dunia menjadi simbol bahwa Indonesia kembali ingin bicara lantang di panggung global. Namun, keberanian di luar negeri harus sejalan dengan ketegasan di dalam negeri: menegakkan hukum, menertibkan pejabat, dan mengembalikan kepercayaan publik kepada negara.
Seruan “Urraa” dalam konteks ini bukanlah puja-puji, melainkan doa agar pemerintah benar-benar berani membersihkan dirinya sendiri. Bangsa ini tidak butuh pemimpin sempurna, tetapi pemimpin yang berani belajar dari kritik, berani mengambil keputusan, dan berani menjaga integritas sistem hukum.
Jika itu yang dilakukan Prabowo, maka “Urraa” bukan sekadar kata, melainkan simbol lahirnya babak baru pemerintahan yang lebih bersih, berdaulat, dan berpihak pada rakyat.
***
*) Oleh : Said Fauzi Assegaff, SPI., Pengamat Sosial, Politik, dan Olahraga.
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id
*) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Prabowo dan Agenda Bersih-Bersih Kekuasaan
Pewarta | : Hainor Rahman |
Editor | : Hainorrahman |