TIMES JABAR, CIREBON – Dalam sejarahnya di Indonesia, kerukunan hidup umat beragama ini sudah ada sejak pemerintahan Soeharto. Pada tahun 1967 diadakan musyawarah antar umat beragama. Pada saat itu, presiden Soeharto dalam musyarawah menyatakan bahwa “pemerintah tidak menghalangi penyebaran suatu agama, dengan syarat penyebaran itu ditujukan bagi mereka yang belum beragama di Indonesia.
Dengan begitu, kepada semua pemuka agama dan masyarakat agar melakukan jiwa toleransi terhadap sesama umat beragama. Pada tahun 1972 dilaksanakan dialog antar umat beragama. Dialog antar umat beragama ini merupakan suatu forum dialog antar tokoh-tokoh agama, masyarakat dan pemerintah.
Pada akhirnya, Menteri Agama RI tahun 1978-984 (H. Alamsjah Ratu Perwiranegara) menetapkan tri kerukunan umat beragama yaitu tiga prinsip dasar aturan yang bisa dijadikan sebagai landasan toleransi beragama di Indonesia. Tiga prinsip yang dimaksudkan: Pertama, kerukunan intern umat beragama. Kedua, kerukunan antar umat beragama. Ketiga, kerukunan antar umat beragama dengan pemerintah.
Dengan adanya, tiga prinsip kerukunan umat beragama yang telah ada sejak zaman dahulu, sudah semestinya diimplementasikan oleh setiap umat beragama pada era sekarang ini dan bahkan Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika pun ternyata tidak mampu dijadikan landasan berpikir oleh setiap umat beragama dalam menghormati dan menghargai satu satu sama lain serta sebagai alat pemersatu antar beda agama. Lalu persoalan secara filosofis adalah kenapa sampai saat ini masih terjadi konflik yang bernuansa sosial-keagamaan dan kekerasan atasa nama agama?
Sumber masalahnya sebenarnya terletak pada setiap pribadi pemeluk agama dalam memahami agamanya dan cenderung mengedepankan kebenaran tunggal (truth claim), bahwa agamanya yang paling benar dan merasa bahwa kedatangan agama lain, di daerahnya, akan mengancam keberadaan agamanya yang telah ada. Paradigma inilah yang perlu dikisis oleh setiap pemeluk agama, sebagai upaya penghindaraan munculnya konflik horizontal antar agama.
Oleh karena itu, upaya dialog antar umat beragama merupakan salah satu tawaran solusi yang terbaik, dalam membangun kesadaran dalam setiap pemeluk agama, dalam upaya menyelesaikan benih benih perbedaan umat beragama. Ruang publik dialog antar agama ini adalah upaya untuk mencapai konsensus antar beda agama.
Pluralisme agama harus ditekankan dalam kesadaran setiap pemeluk agama. Indonesia ini adalah multireligius bahwa setiap pemeluk agama, memiliki kebebasan hak dalam beragama dan menjalankan ritualnya.
Dengan demikian, kementerian agama dan FKUB harus kembali merajut kerukunan hidup beragama. Kerukunan memiliki nilai yang terdapat dalam setiap agama maupun dalam segenap perwujudan aktivitsnya. Kerukunan beragama yang dinamis tercermin dalam hidup beragama yang mantap, otentik dan produktif dengan pribadi-pribadi umat beragama.
Kerukunan beragama merupakan ciri dasar dari potensi integrasi yang terdapat dari adanya kehidupan berbagai agama, akan tetapi mewajibkan kerukunan hidup beragama atau potensi integrasi, faktor itu juga bisa didukung dengan adanya semangat gotong royong, saling hormat-menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agamanya, kerjasama dikalangan intern umat beragama dan antar umat beragama, inklusifitas penganut agama.
Kerukunan hidup umat beragama merupakan pilar yang paling fundamental bagi persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia yang majemuk saat ini. Karena itu, untuk meningkatkan kerukunan hidup umat beragama bisa dilakukan dengan dialog, diskusi, dan kunjungan silaturrahmi. Dengan cara dialog ini diharapkan bisa mencapai perdamaiaan dan tercipta keharmonisan dalam beragama.
Dengan dialog antar agama ini bertujuan membiarkan hak setiap orang untuk mengamalkan keyakinannya dan menyampaikannya kepada orang lain. Dialog antar agama adalah pertemuan hati dan pikiran antar pemeluk berbagai agama yang bertujuan mencapai kebenaran dan kerjasama dalam menghadapi masalah yang ada.
Kerukunan merupakan nilai yang universal dan terhadapnya. Umat manusia melalui agamanya diharapkan untuk dapat hidup berdampingan secara damai, saling menghormati dan bekerjasama dalam menangani persoalan kemanusiaan. Di antara usaha-usaha untuk mewujudkan kerukunan hidup umat beragama adalah melalui dialog antar umat beragama, dialog dalam berbagai bentuknya.
Untuk itu umat Islam harus menjalin persatuan dan kerukunan antar umat beragama sehingga akan terus terwujud suasana aman, tentram dan kondusif. Agama merupakan potensi bagi terselenggaranya proses integrasi mengingat agama dalam ajaranya mewajibkan untuk mencintai sesamanya, menebarkan kasih sayang antar umat beragama.
Di samping itu, kemampuan untuk menumbuhkan dan mengembangkan kerukunan hidup di antara umat berbagai agama merupakan salah satu tolak ukur kedewasaan dalam beragama. Pemahaman akan pluralisme beragama inilah yang menjadi salah satu kunci dasar yang harus ditanamkan kepada antar umat beragama.
Oleh karena itu, kementerian agama sebagai lembaga negara sudah semestinya mampu menjamin kerukunan manusia beragama serta pengayom masyarakat Indonesia yang multreligius, untuk itu dapat mengelola the existing religions and faiths yang ada di Indonesia dalam upaya mentransfrormasikan menjadi penggerak dalam menata kerukunan antar umat beragama di tengah masyarakat yang plural.
***
*) Oleh : Syahrul Kirom, Dosen Jurusan Aqidah dan Filsafat Islam UIN Siber Syekh Nurjati Cirebon.
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id
*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.
Pewarta | : Hainor Rahman |
Editor | : Hainorrahman |