TIMES JABAR, TASIKMALAYA – Selain pelampung, helm, pelindung lutut, sepatu katak, ada satu perlengkapan dasar dalam olahraga petualangan riverboarding sebagai media bermain yaitu papan selancar atau riverboard.
Muhamad Riza Fadilah (26), seorang pegiat riverbording asal Kota Tasikmalaya sejak tahun 2015 berkecimpung dalam olahraga petualang ini, merintis pembuatan papan selancar sungai sebagai produk lokal Kota Tasikmalaya.
Sejarah olahraga petualangan yang memacu adrenalin ini dikenal dengan nama Riverboarding lahir pada tahun 1970-an. Berawal dari kebosanan sekelompok pemandu rafting di Perancis yang menginginkan berenang dengan cara yang lebih menarik dan menantang.
Muhamad Riza Fadilah yang diakrab disapa Bangkong mengungkapkan gagasan ini muncul karena sulit mendapatkan papan seluncur di Kota Tasikmalaya yang sudah mulai ramai dan digandrungi para petualang olahraga arus deras ini sejak di tahun 2013.
"Gagasan membuat papan ini berawal dari mudah didapatnya bahan spoon, karena di Tasikmalaya banyak sentra industri pembuat sandal spoon, sehingga saya memberanikan diri membuat eksperimen sebuah papan seluncur,"ungkapnya kepada TIMES Indonesia, Rabu (2/6/2021)
Karya yang dibuat oleh Bangkong mendapat perhatian dari seorang pegiat olahraga arus deras negeri sakura yang bernama Yohei Sugawara (40). Yohei sengaja datang menemui Bangkong di Kota Santri untuk belajar membuat papan selancar pada tahun 2017, berawal komunikasi melalui media sosial instagram.
Ada beberapa jenis papan selancar sungai dibuat olehnya mulai dari tipe Hydrospeed, FreeStyle dan dan tipe SemiHydro. Bahan yang digunakan untuk papan ini adalah bahan spoon Evaati dan spoon Polyteline. Spoon jenis Polyteline dilihat dari harga lebih mahal dan cepat rapuh tetapi memiliki keunggulan daya apung yang tinggi dan bobot lebih ringan.
"Sampai saat ini bahan spoon yang banyak digunakan di Indonesia adalah spoon Evaati, karena cocok untuk digunakan di Indonesia karena morfologi sungainya kebanyakan dangkal dan berbatu, sehingga bahan ini cocok karena lebih kuat, cuma bobotnya yang berat kalau dibawa," tuturnya.
Dalam sebulan, pria ini menuturkan hanya bisa memproduksi papan selancar sebanyak tiga sampai dengan empat buah saja, karena semua pengerjaannya mulai dari membuat pola, memotong sampai tahap akhir penyelesaian dilakukan secara manual.
"Alhamdulilah produk lokal Kota Tasikmalaya ini banyak dipesan oleh para penggiat di Indonesia seperti dari Kota Bandung, Aceh, Manado, bahkan dari luar negeri seperti Jepang, Kanada, Guatemala Amerika Latin, China," ungkap Bangkong yang sempat bermain selancar sungai di negeri sakura dengan Yohei Sugawara.
Harga sebuah papan selancar dibanderol Rp1,6 juta tanpa ongkos kirim. Banyak sekali pesanan dari luar negeri apalagi menjelang musim liburan di luar negeri sekitar bulan Juni sampai dengan Agustus. Namun sayangnya beberapa pesanan dari negara filipina, Chili dan Inggris banyak yang dibatalkan karena biaya ongkos kirim sangat mahal.
"Sayang sekali pesanan banyak yang batal karena konsumen keberatan diongkos kirim yang dianggap mahal, pernah saya coba cek di PDX express ongkos kirim ke Chili mencapai Rp8 juta sedangkan harga papannya saja hanya Rp1,6 juta,"keluhnya. (*)
Pewarta | : Harniwan Obech |
Editor | : Irfan Anshori |