TIMES JABAR, BANDUNG – Pameran otomotif GIIAS Bandung 2025 kembali digelar dengan semarak. Bukan sekadar ajang memamerkan deretan kendaraan terbaru, tetapi juga menjadi cermin arah industri otomotif nasional yang kini berada di persimpangan besar: antara bertahan dalam tantangan atau melompat lebih jauh menuju masa depan.
Ketua Penyelenggara GIIAS sekaligus Ketua Harian GAIKINDO, Anton Kumonty, menegaskan pentingnya peran Jawa Barat dalam dinamika industri otomotif tanah air. “Posisi ini menjadikan Jawa Barat sebagai salah satu penggerak utama dalam pertumbuhan dan investasi otomotif di Indonesia. Karena itu, GAIKINDO kembali menghadirkan GIIAS Bandung sebagai bagian dari D-Series untuk mendorong perkembangan industri otomotif Indonesia,” ujarnya.
Anton menyebutkan, gelaran GIIAS Bandung tahun ini diikuti lebih dari 20 peserta dari berbagai lini industri: 15 merek mobil penumpang, 1 merek kendaraan komersial, 2 merek sepeda motor, dan 3 merek pendukung. Antusiasme masyarakat, katanya, masih tinggi. “Capaian transaksi yang baik di rangkaian GIIAS sebelumnya, baik di BSD, Surabaya, maupun Semarang, menjadi indikasi positif bahwa industri otomotif Indonesia akan kembali bangkit, melewati tantangan, dan memberi kontribusi nyata bagi perekonomian nasional.”
Optimisme ini juga disuarakan Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika (ILMATE), Setia Diarta. Dengan data yang ia paparkan, Indonesia tampak tak bisa lagi dipandang sebelah mata. “Nilai Manufacturing Value Added (MVA) Indonesia pada 2024 mencapai 265 miliar dolar AS, naik 4 persen dari tahun sebelumnya. Indonesia kini masuk 15 besar dunia, tepatnya peringkat 13, dan nomor satu di ASEAN, jauh melampaui Thailand,” katanya, Rabu (01/10/2025).
Menurutnya, kekuatan manufaktur ini tercermin dalam ekspor produk otomotif. Sepanjang 2024, ekspor manufaktur Indonesia mencapai 196,5 miliar dolar AS atau 74,25 persen dari total ekspor nasional. “Dengan populasi besar, ownership ratio kendaraan kita masih 99 per seribu penduduk. Itu jauh lebih rendah dibanding Malaysia atau Thailand, tapi justru pasar domestik kita terbesar di ASEAN. Potensinya sangat besar untuk pertumbuhan jangka panjang,” tambahnya.
Bagi Setia, daya tarik industri otomotif Indonesia bukan hanya pasar yang luas, tetapi juga peluang investasi dan transfer teknologi. Namun ia mengingatkan, “Potensi besar ini harus diimbangi dengan penguatan struktur industri yang kokoh dan menyeluruh.”
Sementara itu, Wakil Gubernur Jawa Barat, Erwan Setiawan, menegaskan arti penting GIIAS bagi daerahnya. “GIIAS bukan hanya sekadar pameran kendaraan bermotor, tetapi juga ajang transfer teknologi, wadah edukasi, sarana hiburan, sekaligus peluang besar untuk berinvestasi,” ucapnya. Ia mengungkapkan, Jawa Barat kini tak hanya menjadi pasar otomotif besar, tetapi juga lokasi strategis bagi pembangunan pabrik-pabrik otomotif baru, terutama di kawasan utara Subang yang berdekatan dengan Pelabuhan Patimban dan Bandara Kertajati.
Menurut Erwan, kontribusi sektor otomotif terhadap pendapatan daerah begitu signifikan. Hingga akhir September 2025, pajak kendaraan bermotor dan bea balik nama kendaraan bermotor menyumbang Rp6,5 triliun bagi kas daerah. “Jawa Barat juga menjadi provinsi dengan penjualan mobil terbesar kedua nasional, menguasai 14,4 persen pasar setelah DKI Jakarta,” jelasnya.
Pemerintah provinsi bahkan memberikan insentif khusus selama pameran berlangsung. “Kami memberikan diskon 10 persen untuk BBN I. Ini salah satu cara kami mendukung masyarakat sekaligus mendorong transaksi,” tambah Erwan.
Jika ditarik lebih jauh, GIIAS Bandung 2025 bukan sekadar pameran otomotif biasa. Ia mencerminkan tiga arah besar yang kini dihadapi industri: optimisme pelaku industri yang melihat tanda-tanda kebangkitan, keyakinan pemerintah pusat bahwa manufaktur Indonesia siap bersaing global, dan kepentingan daerah yang melihat otomotif sebagai sumber pendapatan sekaligus lapangan kerja.
Namun ada pula sisi lain yang patut dicermati. Optimisme memang penting, tetapi realitas global juga menuntut adaptasi. Tren kendaraan listrik dan ramah lingkungan semakin kuat. Jika industri otomotif Indonesia tak segera mempercepat transisi, maka potensi besar pasar domestik justru bisa diisi oleh produk impor. Di sinilah peran pameran seperti GIIAS menjadi relevan: sebagai ruang edukasi bagi masyarakat sekaligus arena uji nyali bagi industri.
Kolaborasi pun menjadi kata kunci. Pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat harus bersama-sama memastikan transformasi industri otomotif berjalan seimbang: tetap menciptakan lapangan kerja, menjaga daya beli, sekaligus memperhatikan keberlanjutan lingkungan. Seperti yang ditegaskan Erwan, “Industri otomotif tidak hanya berkaitan dengan teknologi kendaraan saja, tetapi juga memberikan dampak besar bagi perekonomian. Membuka lapangan kerja serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat.”
Dengan semua dinamika itu, GIIAS Bandung 2025 bukan hanya sebuah pameran, tetapi juga sebuah panggung harapan. Harapan bahwa industri otomotif Indonesia bisa melampaui sekadar stabilitas, dan berani melaju lebih kencang menuju masa depan yang lebih hijau, inklusif, dan berdaya saing global. (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Otomotif di Persimpangan: GIIAS Bandung Jadi Panggung Harapan Baru
Pewarta | : Djarot Mediandoko |
Editor | : Deasy Mayasari |