TIMES JABAR, BANDUNG – Komitmen terhadap pengembangan ekonomi syariah di Indonesia kian menguat, ditandai dengan berbagai inisiatif strategis di tingkat akar rumput. Salah satunya adalah penyelenggaraan pelatihan bertema ekonomi syariah yang digelar di Masjid Raya Bandung, Provinsi Jawa Barat.
Kegiatan ini menghadirkan narasumber utama dari kalangan praktisi dan pemikir syariah, serta menyasar generasi muda usia 18 hingga 24 tahun yang diproyeksikan menjadi motor penggerak ekonomi halal masa depan.
Pelatihan ini tidak hanya dimaknai sebagai kegiatan edukatif, tetapi juga sebagai ikhtiar untuk memperluas pemahaman masyarakat terhadap esensi keuangan syariah. Dr. Iwan Pontjowinoto, pendiri Masyarakat Ekonomi Syariah (MES), yang hadir sebagai narasumber, menekankan bahwa sistem keuangan syariah pada dasarnya telah terjamin kebermanfaatannya.
“Kalau belum terasa manfaatnya di masyarakat, yang keliru bukan sistemnya, tetapi cara kita menerapkannya. Bisa jadi pemahaman kita baru pada level syariat, belum sampai hakikat,” jelas Dr. Iwan, Kamis (7/8/2025).
Menurutnya, kesalahan umum yang terjadi adalah ketidaktepatan dalam memahami dan menerapkan akad-akad syariah. Banyak pelaku usaha maupun institusi keuangan yang menjadikan istilah-istilah syariah sekadar kosmetik tanpa memahami prinsip muamalah secara utuh. “Contoh paling nyata adalah akad murabahah yang seringkali dipraktikkan seperti sistem bunga, hanya dibungkus nama syariah,” tambahnya.
Dr. Iwan pun mengajak masyarakat untuk tidak memandang syariah hanya sebagai ibadah ritual, melainkan sebagai bentuk amal sosial—muamalah yang berdampak langsung terhadap kehidupan bersama. “Seperti halnya makanan halal, ia tidak eksklusif. Bisa dibuat, dikonsumsi, dan dijual oleh siapa pun selama sesuai aturan. Begitu pula dengan ekonomi syariah,” tuturnya.
Memperkuat Ekonomi Umat dari Masjid
Sementara itu, Ketua Nazhir Masjid Raya Bandung, Roedy Wiranatakusumah S.H., menekankan pentingnya menjadikan masjid bukan hanya sebagai tempat ibadah, tetapi juga pusat pemberdayaan umat. Ia menyebutkan bahwa pelatihan ini merupakan bagian dari langkah strategis mengorganisasi potensi ekonomi berbasis komunitas.
“Ke depan, kami ingin menjadikan forum-forum seperti ini sebagai sarana pembentukan super pelatih di berbagai desa, agar prinsip ekonomi syariah bisa diterapkan di level komunitas,” ujar Roedy.
Ia menyoroti peluang besar dalam industri keuangan syariah global, yang bahkan telah diantisipasi oleh lembaga keuangan internasional seperti HSBC dan Bank of China. “HSBC sendiri melihat potensi Islamic banking sangat besar. Ini momentum kita sebagai bangsa mayoritas Muslim untuk membangun kekuatan ekonomi yang inklusif, berbasis nilai-nilai Islam,” tegasnya.
Roedy pun menekankan pentingnya pelatihan ini memiliki exit strategy yang konkret—yakni implementasi langsung di masyarakat. “Jangan berhenti di forum saja. Setelah pelatihan ini, harus ada aksi nyata dan dampaknya bisa dirasakan,” imbuhnya.
Langkah Nyata untuk Masyarakat Ekonomi Syariah
Kegiatan pelatihan syariah ini menjadi refleksi atas kebutuhan mendesak akan peningkatan literasi keuangan syariah di Indonesia. Terlepas dari besarnya populasi Muslim dan potensi industri halal nasional, tantangan masih ditemukan dalam aspek pemahaman, praktik, dan diferensiasi yang jelas dari sistem konvensional.
Dengan menghadirkan narasumber yang otoritatif dan pendekatan yang membumi, kegiatan ini menjadi model pengembangan ekonomi syariah berbasis masjid yang dapat direplikasi di berbagai daerah. Harapannya, generasi muda tidak hanya menjadi konsumen dalam sistem keuangan, tetapi juga menjadi aktor aktif dalam membangun sistem keuangan yang berkeadilan, inklusif, dan sesuai prinsip syariah. (*)
Pewarta | : Djarot Mediandoko |
Editor | : Hendarmono Al Sidarto |