TIMES JABAR, JAKARTA – Kader NU sekaligus Ketua Umum Jamaah Yasinan Nusantara (Jayanusa), Idham Cholid mengatakan, langkah cepat Ketum NasDem Surya Paloh dan PKB mendeklarasikan pasangan Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar patut diapresiasi.
Diketahui, pasangan Capres dan Cawapres 2024 tersebut dideklarasikan di Surabaya kemarin. "Setidaknya ini telah memecah kebuntuan, meskipun cukup mengagetkan," katanya dalam keterangan resminya dikutip TIMES Indonesia, Minggu (3/9/2023).
Saat ini, kata dia, kebuntuan bisa dilihat di internal koalisi pendukung Prabowo Subianto sendiri. Dengan masuknya PAN dan Golkar, yang masing-masing punya kepentingan untuk tampil sebagai cawapres dari pria yang kini jadi menteri Presiden Jokowi tersebut.
"PAN telah menggadang-gandang Erick Thohir, Golkar ya ketumnya sendiri. Meskipun kita tahu, kedua partai itu juga telah sepakat akan mengusung Gibran yang tinggal menunggu keputusan MK saja soal syarat umur, dari 40 menjadi 35 tahun," jelasnya.
Ia menjelaskan, jika PKB tetap bergabung dengan koalisi Gerindra, PAN dan Golkar tersebut, tentu sangat tidak menguntungkan Muhaimin Iskandar.
"Dia tidak mau di 'PHP' lagi sebagaimana 2019 yang lalu. Bagaimanapun PKB telah merintis koalisi dengan Gerindra sejak awal, tapi berkaitan dengan perubahan nama dari KKIR ke KIM saja tak dilibatkan. Artinya, PKB di sana hanya dibutuhkan suaranya. Pantaslah jika Ketum PKB kemudian mengambil jalan pintas sendiri bersama NasDem," katanya.
Menurutnya, di pihak NasDem juga begitu. Tak mungkin Surya Paloh akan terus menerus larut dalam perdebatan penentuan cawapres bersama Demokrat dan PKS yang masing-masing punya opsi sendiri.
"Kalaupun keduanya bersepakat mengusung AHY, meskipun dia Ketum Demokrat, tapi kendali ada di SBY. Jelas, Ketum Surya Paloh tak punya sejarah kebersamaan dengan Presiden ke 6 tersebut. Menduetkan Anies dengan AHY juga cukup berat secara elektoral, apalagi untuk menkonsolidasi basis nahdliyin terutama di Jatim dan Jateng," katanya.
Jadi, kata dia, keputusan Surya Paloh dan Muhaimin sebenarnya sangat realistis. Meskipun tidak ideal, khususnya Muhaimin khususnya, dia harus memperjuangan idealisme kepartaian. "Masa Ketum Partai hanya jadi pendukung, masa Ketum PKB gambarnya gak nongol di kertas suara Pilpres," ujarnya.
Kalkulasi Suara Warga NU
Lalu, bagaimana dengan suara NU atau nahdliyin? Menurutnya, suara nahdliyin masih cair. Bisa ke mana-mana. Tergantung juga calonnya. Saat ini Surya Paloh sudah bisa menyandingkan dua tokoh muda, yakni Anies dan Muhaimin
"Bagaimanapun, Muhaimin yang masih cicit pendiri NU punya ikatan di kalangan nahdliyin. Tinggal bagaimana sekarang dengan Prabowo dan Ganjar?," katanya.
Setiaknya, ada dua opsi. Pertama, Prabowo dan Ganjar harus mengambil calon pendamping dari NU yang punya jejaring kuat. Misalnya, Khofifah Indar Parawansa. "Sebagai Ketum Muslimat, pengaruhnya sangat kuat. Atau Gus Yaqut, Ketum Ansor, yang pasukan Banser-nya tak kurang dari 7 juta," katanya.
"Pertanyaannya, mereka dipasangkan dengan siapa? Beberapa waktu lalu, Ganjar sudah sowan ke ibunda Gus Yaqut. Saya berkeyakinan, itu juga bagian dari cara Ganjar untuk meminang Gus Yaqut, sebagaimana juga yang dilakukan Anies ke ibunda Muhaimin," jelasnya lagi.
Yang jelas, di pihak Ganjar Pranowo, yang menentukan Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri. "Kabar yang saya terima, dan ini sangat percaya berdasarkan Pilpres 2019, konon Ibu Ketum menghendaki pendamping Ganjar yang sudah cukup umur, yang sudah 70an," katanya.
Jika itu yang dikehendaki, menurutnya, ada beberapa pilihan misalnya, kembali menampilkan KH. Ma'ruf Amin yang pada 2024 nanti sudah berumur 81 tahun.
Atau, Ganjar dengan Habib Lutfi bin Yahya, atau dengan KH. Said Aqil Siraj, atau bisa juga dengan KH. Anwar Iskandar, Wakil Rais Aam PBNU dan Ketum MUI yang baru. "Beliau-beliau sangat kuat juga pengaruhnya di kalangan nahdliyin," jelasnya.
Adapun opsi kedua, Prabowo dan Ganjar bersatu. Menurutnya, siapa capres dan cawapresnya bisa didiskusikan bersama secara matang.
"Tinggal para Ketum selain Ketum NasDem, PKB dan Demokrat berembug saja. Pilihan Demokrat, mau abstain atau bergabung untuk balas dendam kekecewaannya dengan Surya Paloh dan Anies Baswedan," ujar Kader NU, Idham Cholid. (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Deklarasi Anies-Muhaimin, Kader NU Bicara Suara Nahdliyin Hingga Opsi Ganjar-Prabowo
Pewarta | : Moh Ramli |
Editor | : Deasy Mayasari |