TIMES JABAR, PANGANDARAN – Kabupaten Pangandaran selain memiliki potensi alam yang layak untuk dikunjungi sebagai daerah tujuan wisata, juga memiliki sejumlah kekayaan benda peninggalan bersejarah.
Meski belum ada penelitian khusus yang dilakukan secara ilmiah, berdasarkan sejumlah penelusuran, wilayah yang saat inl masuk ke Kabupaten Pangandaran diyakini sebagai salah satu tempat hunian manusia purba.
Salah satu praktisi budaya asal Pangandaran Aceng Hasim mengatakan, sejarah tutur memaparkan bahwa daerah Desa Selasari, Kecamatan Parigi dan Kecamatan Cigugur merupakan daerah yang banyak dihuni manusia purba.
"Fakta yang menunjukan daerah Desa Selasari, Kecamatan Parigi dan Kecamatan Cigugur sebagai tempat manusia purba, banyak temuan benda kuno yang terbuat dari batu berupa gerabah dan perkakas," kata Aceng, Sabtu (20/3/2021).
Aceng menjelaskan, goa Sutra Reregan yang berada di Desa Selasari merupakan tempat utama peradaban manusia purba.
Keyakinan tersebut terbukti dengan adanya penemuan sebuah kampak berbentuk persegi yang terbuat dari batu ditemukan di sungai cikelewung daerah Batu Hiu.
"Kampak batu berbentuk persegi itu ditemukan oleh warga Batu Hiu bernama Aki Ido, hingga kini barangnya masih ada dan pernah diteliti oleh para ahli," tambahnya.
Aceng berharap, masyarakat yang memiliki benda kuno tidak menjual ke pihak lain karena merupakan salah satu aset bersejarah yang sudah jelas dilindungi Undang-Undang.
"Pemerintah Daerah Pangandaran belum memiliki museum untuk penyimpanan benda bersejarah, untuk itu jika masyarakat ada yang memiliki benda kuno untuk menjaganya," papar Aceng.
Aceng menjelaskan, benda peninggalan bersejarah yang berhasil ditemukan oleh warga dan telah didata oleh Pemerintah Daerah di Kabupaten Pangandaran terbagi menjadi empat periode.
"Ada periode prasejarah, periode klasik, periode penjajahan dan periode Islam," sambungnya.
Aceng memaparkan, benda peninggalan bersejarah periode prasejarah yang sudah terdata di antaranya goa Sutra Reregan, goa Bagong dan goa Cilalay yang keberadaannya di Desa Selasari, Kecamatan Parigi.
"Wilayah ketiga goa tersebut identik dekat dengan sungai, bahkan di dalam goa banyak sisa-sisa serpihan perkakas kuno yang berdasarkan observasi ahli peninggalan masa purba," paparnya.
Sedangkan peninggalan benda bersejarah periode klasik identik masuk pada zaman Hindu Budha yang merupakan masa kerajaan.
Pemerintah Daerah telah mendata 5 lokasi di tempat yang berbeda di antaranya, batu kalde di Desa Pananjung, Kecamatan Pangandaran dengan buku fisik lingga, yoni dan arca nandi.
Sementara di Dusun Gimbal Kecamatan Mangunjaya terdapat umpakan batu berbentuk candi yang biasa disebut candi Mangunjaya dan candi Gondo Suwingo.
Kemudian, di Kecamatan Padaherang terdapat situs Dayang Sumbi dengan bukti fisik dolmen. Lalu, di Desa Putrapinggan, Kecamatan Kalipucang terdapat situs eyang jayandaru dengan bukti fisik lingga arsa.
Untuk periode masa penjajahan, Bidang Kebudayaan berhasil mendata rumah arsitektur kolonial Belanda sebanyak tiga rumah di Desa/Kecamatan Parigi.
Sedangkan di Desa Babakan, Kecamatan Pangandaran ditemukan satu rumah yaitu rumah uyeng. Satu lagi di Desa Ciganjeng, Kecamatan Kalipucang. Selain rumah arsitektur kolonial Belanda juga banyak stasiun kereta api berikut rel sepanjang jalur Banjar hingga Kecamatan Cijulang.
Aceng juga menegaskan, bahwa peninggalan bersejarah di masa penjajahan juga terdapat bunker Jepang di cagar alam dan di Putrapinggan.
Pada periode Islam, benda bersejarah yang ada di Kabupaten Pangandaran telah terdata oleh Bidang Kebudayaan. Di antaranya, sumur Bandung yang berada di Desa Kondangyajar, Kecamatan Cijulang.
Tempat tersebut merupakan salah satu peninggalan bersejarah Aki Geude dan Nini Geude. Selain itu juga ada goa parat yang terdapat di Desa Pananjung, Kecamatan Pangandaran dan makam Eyang Sembah Agung yang berlokasi di Desa Batukaras, Kecamatan Cijulang. (*)
Pewarta | : Syamsul Ma'arif |
Editor | : Deasy Mayasari |