https://jabar.times.co.id/
Opini

Militerisasi dalam Perubahan Iklim

Jumat, 19 September 2025 - 14:52
Militerisasi dalam Perubahan Iklim Muh. Asdar Prabowo, Mahasiswa Magister Strategi Perang Semesta Fakultas Strategi Pertahanan, Universitas Pertahanan Republik Indonesia.

TIMES JABAR, JAKARTA – Isu perubahan iklim akhir-akhir ini menjadi sorotan hangat di kancah politik global. Artinya tidak lagi dipandang sebagai isu lingkungan semata. Dalam konteks ini, apabila dilihat dari realitas kontemporer menunjukkan bahwa isu iklim memberikan dampak sebagai ancaman yang krusial. 

Misalnya, perkembangan isu mengenai krisis iklim yang meliputi bencana alam, kelangkaan sumber daya, memiliki potensi untuk menimbulkan ketidakstabilan yang kemudian memunculkan konflik antar negara maupun dalam negara. Dengan demikian, pertanyaan muncul. Apakah militer juga harus dilibatkan dalam perubahan iklim?

Dalam konteks global, terlibatnya militer dalam isu perubahan iklim sudah menjadi hal yang lumrah. Walaupun tidak sedang melawan musuh secara konvensional. Akan tetapi melihat militer sebagai alat pertahanan dalam mengamankan sumber daya serta merespon isu-isu kemanusiaan yang disebabkan oleh perubahan iklim. 

Berkaitan dengan itu, contoh yang paling jelas yakni North Atlantic Treaty Organization (NATO). Sebagai aliansi militer, NATO membentuk pelatihan khusus dalam menghadapi bencana alam yang disebabkan oleh krisis iklim dan kemudian mengakibatkan instabilitas politik. Dengan demikian, NATO menganggap perubahan iklim sebagai threat multiplier yakni pengganda ancaman yang sudah ada sebelumnya.

Bukan cuma NATO, Amerika Serikat (AS) juga turut menetapkan perubahan iklim sebagai ancaman serius bagi negaranya. Contohnya di Kutub Utara AS menjadi wilayah ketegengan akibat geopolitik sehingga sering terjadi pergesekan. 

Dengan demikiran, AS memfokuskan angkatan lautnya untuk melakukan patroli di area Kutub Utara untuk mengantisipasi jalur pelayaran baru dari negara lain yang diakibatkan mencairnya es di wilayah tersebut. Begitupun dengan US Army Corps of Engineers yang berfokus membangun satu system untuk melindungi pantai dari serangan badai besar.

Eskalasi Konflik

Tentara Nasional Indonesia (TNI) memiliki peran yang cukup signifikan dalam penanganan perubahan iklim di Indonesia. Oleh karena itu, diatur dalam Undang-Undang No. 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia dan Undang-Undang No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. 

Regulasi tersebut memberikan ruang kepada TNI untuk ikut dalam menangani bencana alam yang terjadi. Namun demikian, ini menjadi paradoks pada saat TNI menghasilkan emisi karbon yang dapat menciptakan polusi akibat dari latiahan militer yang dilakukan nya. Artinya, militer merupakan bagian dari operator masalah iklim yang harus diatasi.

Kemudian tidak sedikit masyarakat yang kontra terhadap keterlibatan militer disektor perubahan iklim yang dianggap mendapatkan peran yang berlebihan. Misalnya, di wilayah kaya sumber daya seperti Kalimatan, Sumatra, dan Sulawesi menjadi pusat konflik agraria akibat perubahan iklim. 

Bisa dilihat dari pengambilan alih fungsi hutan yang dapat memperburuk kerusakan terhadap lingkungan untuk kepentingan proyek strategis. Kasus seperti ini menjadi kontradiksi dengan peran militer yang seharusnya ikut menjaga stabilisasi hutan agar tidak tercipta krisis iklim. Namun demikian yang terjadi sebaliknya, militer terkadang ikut mengkriminalisasi masyarakat lokal yang mempertahankan wilayahnya. 

Inilah yang dimaksud dengan keberlebihan peran militer yang paling kontradiktif.  Di satu sisi, militer diatur dalam regulasi untuk terlibat dalam penanganan isu perubahan iklim. Namun, disisi lain militer diperintahkan untuk mengamankan proyek strategis oleh pemerintah walaupun dengan merusak ekosistem iklim lokal. 

Salah satu contohnya di Papua sering terjadi degradasi lingkungan yang dikarenakan eksploitasi sumber daya alam. Kemudian efek tersebut menimbulkan ketegangan antara masyarakat local dan militer sehingga memunculkan rasa ketidakadilan bagi masyarakat setempat.

Diplomasi dan Kolaborasi Sipil-Militer

Penting bagi Indonesia untuk memahami sejauh mana keterlibatan militer dalam penanganan perubahan iklim. Perubahan iklim tidak bisa hanya dilihat dari kacamata isu lingkungan saja, melainkan ini merupakan bentuk ancaman threat multiplier yang dapat memperburuk keadaan yang sudah ada. 

Pendekatan keamanan yang selama ini digunakan harus direformulasi menjadi kebijakan yang lebih berorientasi pada keadilan ekologis, perlindungan sosial, dan pelibatan aktif masyarakat sipil. Jika pemerintah memfokuskan peran militer akan berdampak kurang baik bagi kepercayaan publik terhadap pemerintah.

Dalam menghadapi perubahan iklim, Indonesia harus memikirkan secara matang terkait strategi yang cocok untuk mengantisipasi jika perubahan iklim terjadi di Indonesia. Dengan menggunakan militer bukanlah satu-satunya isntrumen yang tepat. 

Dari kacamata global dan regional tentunya Indonesia harus memperkuat diplomasi dalam mengelola perubahan iklim melalui kerja sama lintas negara. Kemudian kolaborasi Sipil-Militer harus didorong dan diperkuat sebagai pondasi dalam menjaga ekosistem lingkungan yang ada. 

Dengan demikian, harus dipahami bahwa tidak memungkinkan jika hanya militer yang difokuskan menghadapi isu perubahan iklim. Melainkan sipil yang lebih memahami terkait ekosistem di lingkungannya masing-masing.

Perubahan iklim dapat menyebabkan instabilitas karena kelangkaan sumber daya sehingga dapat memperkeruh kondisi yang ada. Jika memasifkan kehadiran militer untuk mengantisipasi krisis yang terjadi, maka akan berpotensi menajamkan konflik yang ada karena hanya didasari dengan pendekatan kekuatan bukan dialog yang melahirkan solusi. 

Berdasarkan hal tersebut, peran militer harus diposisikan sebagai pendukung, bukan pengendali, agar upaya penanggulangan perubahan iklim lebih inklusif dan berkeadilan. (*)

***

*) Oleh : Muh. Asdar Prabowo, Mahasiswa Magister Strategi Perang Semesta Fakultas Strategi Pertahanan, Universitas Pertahanan Republik Indonesia.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Pewarta : Hainor Rahman
Editor : Hainorrahman
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Jabar just now

Welcome to TIMES Jabar

TIMES Jabar is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.