TIMES JABAR, JAKARTA – Netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN) selalu menjadi sorotan sentral menjelang pesta demokrasi. Di tahun-tahun politik, gerak gerik ASN selalu menjadi sorotan para tokoh politisi dan masyarakat agar tetap dalam pengawalan dalam menunjukkan sikap netral dan tidak disetir untuk berpihak pada poros tertentu.
Pengertian netralitas menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah keadaan dan sikap netral, dalam arti tidak memihak, atau bebas. Nuraida Mokhsen dalam bukunya menyebutkan bahwa netralitas ASN mengandung makna impartiality yaitu bebas kepentingan, bebas intervensi, bebas pengaruh, adil, objektif, dan tidak memihak. Sementara itu. Dalam konteks ASN dan pemilu, dapat disimpulkan secara singkat bahwa netralitas ASN adalah bebasnya ASN dari pengaruh kepentingan partai politik tertentu atau tidak memihak untuk kepentingan partai politik tertentu atau tidak berperan dalam proses politik.
Jumlah ASN saat ini cukuplah banyak dan tersebar diseluruh wilayah Indonesia. Dari data yang diperoleh dari situs resmi Badan Kepegawaian Negara, (www.bkn.go.id) tercatat pada bulan September tahun 2022, jumlah ASN yang masih aktif berjumlah 4.344.552 orang. Jumlah tersebut dapat dibagi dengan persentase sebagai berikut:
- Berdasarkan jenis kelamin ASN 46 persen pria (1.991.079 orang) dan 54 persen wanita (2.353.473 orang)
- Berdasarkan formasi penempatan 23 persen ASN Pemerintah Pusat (978.672 orang) dan 77 persen ASN Pemerintah Daerah (3.365.900 orang)
- Berdasarkan tingkat pendidikan ASN, 15 persen ASN (656.630 orang) dengan pendidikan terakhir SD sampai dengan SMA, disusul 15 persen ASN (640.280 orang) dengan rata-rata pendidikan terakhir Diploma I-IV, serta dengan pendidikan rata-rata S-1 sampai S-3 dengan presentase 70 persen (3.047.642 orang)
Tahun ini (2023) merupakan tahun yang penuh dengan isu politik. Pemilu yang akan dilaksanakan pada 21 april 2024 akan menjadi perbincangan hangat disemua kalangan masyarakat. Pada saat tahapan pemilu dimulai dari tahapan menjelang, pelaksanaan, hingga berakhirnya pemilu, baik pemilu Presiden, Legislatif, maupun Pemilu Kepala Daerah, ASN menjadi sorotan akibat posisi sentralnya.
Fakta pelanggaran netralitas ASN tidak dapat dipungkiri dari beberapa kasus yang terjadi, seperti keterlibatan dalam kegiatan kampanye, menggunakan fasilitas negara terkait tugas jabatan, membuat keputusan atau tindakan yang memihak salah satu bakal calon yang didukung, mengadakan kegiatan yang mengarah pada keberpihakan terhadap pasangan calon peserta pemilu serta, lain sebagainya.
Ketentuan perundang-undangan sudah sangat jelas membatasi keterlibatan ASN dalam tahapan proses pemilu. Terlebih, pemilu 2024 saat ini sudah didepan mata dan kita bahkan sudah memasuki tahun politik. Ketentuan pembatasan tersebut tertuang dalam:
- Pasal 2 huruf f UU No. 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara, yang menjelaskan bahwa penyelenggaraan kebijakan dan manajemen ASN berdasarkan pada asas netralitas yaitu "setiap pegawai ASN tidak berpihak dan segala bentuk pengaruh manapun dan tidak memihak kepada kepentingan siapapun”.
- Pasal 5 ayat (2) huruf h UU No. 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara, "Pengawai ASN menjaga agar tidak terjadi konflik kepentingan dalam melaksanakan tugasnya".
- Pasal 9 ayat (2) UU No. 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara, "Pegawai ASN harus bebas dari pengaruh dan intervensi semua golongan dan partai politik".
Kadang kala para ASN dihadapkan pada dilema antara netralitas dan loyalitas terhadap atasan. Meskipun sistem pemerintahan memberikan keleluasaan untuk setiap ASN bekerja dengan mandiri dan jujur, namun kita tidak dapat memungkiri perintah atasan terkadang menjadi salah satu penyebab tidak netralnya tindakan-tindakan atau keputusan yang dibuat oleh para ASN khususnya pada tahapan pemilu. Keterlibatan ASN dalam politik bukan pertama kali terjadi di pemilihan umum, hal tersebut terjadi karena ASN memiliki posisi yang strategis didalam pemerintahan.
Sangat banyak dijumpai dilingkungan sekitar para oknum ASN yang berperilaku tidak netral dan mempunyai peluang strategis untuk membantu memenangkan para calon yang didukung. Sebab keputusan-keputusan ASN memiliki peran sentral dalam tahapan proses pemilu. Banyak para pejabat yang merupakan ASN terlihat akrab dan sangat dekat dengan para kader dan pimpinan partai politik yang sudah barang tentu berpotensi untuk dapat diduga melakukan persekongkolan dalam meloloskan kepentingan-kepentingan bakal calon yang didukung.
Pemilu 2024 menjadi pesta demokrasi yang perlu dimeriahkan dan dinikmati oleh semua warga negara Indonesia. Oleh sebab pemilu merupakan pesta kita bersama, pengawasan terhadap ASN agar tidak condong terhadap suatu poros politik tertentu perlu kita awasi bersama. Menjaga netralitas dalam bekerja dan tidak ikut campur dalam proses politik praaktis merupakan bagian daripada kewajiban ASN yang diperintahkan undang-undang.
Sanksi yang diberikan oleh undang-undang juga tidaklah sedikit mengingat peran besar ASN sebagai pelaksana tugas pemernintahan cukuplah sentral. Para aparatur sipil negara harus mawas diri dan tetap selalu teguh dalam menjalankan tugas dan tanggungjawabnya secara netral, sebab tanggungjawab ASN bukan hanya terhadap negara, namun terhadap masyarakat dan Tuhan Yang Maha Esa.
Masyarakat dapat melakukan upaya pencegahan dengan melaporkan dugaan dugaan tindakan tidak netral yang dilakukan ASN dalam tahapan proses pemilu ke pihak-pihak yang diberi kewenangan untuk mengawasi persoalan pemilu, dalam hal ini BAWASLU yang tersebar di seluruh kota dan kabupaten di Indonesia. Peran pengawasan dan penindakan secara hukum yang diemban oleh BAWASLU juga harus didukung oleh instansi-instansi penegak hukum lain yang masuk dalam sub sistem peradilan Indonesia dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan ASN dan Kepemiluan.
***
*) Oleh: Syafiqurrohman, Asisten Ombudsman Republik Indonesia.
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id
**) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.
Pewarta | : |
Editor | : Ronny Wicaksono |