TIMES JABAR, BANJAR – Lesung merupakan alat penumbuk padi yang dalam sejarah pertanian di Indonesia digunakan untuk memisahkan kulit padi dari beras. Untuk melestarikan Lesung tersebut, Aan Andriana, kasepuham di Kampung Adat Pulo Majeti, warga RT 38 RW 18 Lingkungan Siluman Baru Kelurahan Purwaharja Kecamatan Purwaharja Kota Banjar berinisiatif menjadikannya sebuah karya untuk diperkenalkan kepada para generasi muda lengkap dengan literatur edukasinya.
Melalui keterampilan dan kreativitas tangan Aan, limbah kayu jati yang ada di kampungnya diubah menjadi nilai yang dapat mendulang rupiah.
Miniatur Lesung Alu adalah karya yang dibuat Aan beserta tim-nya di sebuah gubuk khas Kampung Adat yang berada ditengah-tengah kebun jati Pulo Majeti. Bentuknya unik, menampilkan alat tradisional yang kini tergantikan dengan penggilingan padi modern.
Aan membuat lesung dari limbah kayu jati dan kayu suren dengan menggunakan alat pahat tradisional seadanya. Dalam sehari, Aan bisa menghasilkan dua miniatur lesung dari limbah kayu jati dan lima miniatur lesung dari kayu suren.
"Untuk bahan kayu jati, karena keras jadi hanga menghasilkan dua miniatur dalam sehari. Sementara dari kayu suren lebih mudah diproses sehingga bisa menghasilkan lima miniatur per harinya. Hasilnya juga berbeda ya dimana dari jati, karyanya lebih sangar ya dengan serat khasnya kalau kayu suren hasilnya menampilkan serat yang elegan," paparnya kepada Times Indonesia, Rabu (17/12/2025).
Saat ini, lanjut Aan, pemasaran Lesung masih diseputaran Kota Banjar dan banyak menyasar lembaga-lembaga pemerintahan dan sekolah sebagai langkah awal untuk memperkenalkan Lesung yang diharapkan dapat menjadi salah satu alternatif ikon Kota Banjar.
"Kami berharap miniatur lesung ini dipamerkan oleh setiap lembaga dan sekolah sebagai wujud kelestarian dan kearifan lokal Pulo Majeti. Sasaran kami berikutnya tentu miniatur ini bisa diterima sebagai hasil karya budaya oleh seluruh masyarakat di tataran Galuh dan di Indonesia pada umumnya," urainya.
Lesung ini biasanya ditampilkan di upacara adat Ngabumi untuk memperingati sejarah serta meningkatkan perekonomian lokal. Selain itu, Kesenian Wayang Geugeus di Pulo Majeti Kota Banjar juga sering ditampilkan pada acara kebudayaan seperti Kirab Ngabumi Pulo Majeti.
Ditangan seniman budaya Aan Andriana, berbagai karya yang dihasilkan adalah seni kreasi baru yang unik. Wayang Geugeus sendiri terbuat dari bahan dasar padi atau jerami (geugeus) yang melambangkan Dewi Sri/Nyi Pohaci sebagai sosok ibu leluhur, berfungsi sebagai bagian dari upacara adat Ngabumi.
"Saya membuat juga topeng Onom dari bahan kayu yang terinspirasi dari sosok Onom di Rawa Onom. Tidak menutup kemungkinan kedepannya akan membuat ikon-ikon budaya khas Kota Banjar lainnya seperti Jurig Sarengseng, Manuk Janur dan yang lainnya," kata Aan.
Aan berharap, ekonomi kreatif Pulo Majeti mendapat dukungan serius dari Pemerintah Kota Banjar sebagai wujud kelestarian budaya dan kearifan lokal yang menggenjot perekonomian di Pulo Majeti. (*)
| Pewarta | : Sussie |
| Editor | : Hendarmono Al Sidarto |