TIMES JABAR, TASIKMALAYA – Ratusan siswa disabilitas dari berbagai Sekolah Luar Biasa (SLB) di Kota Tasikmalaya mengikuti kegiatan penanaman pohon di kawasan Objek Wisata Situ Gede, Rabu (3/12/2025).
Kegiatan ini menjadi salah satu rangkaian utama peringatan Hari Disabilitas Internasional, yang diperingati setiap tanggal 3 Desember di seluruh dunia sebagai momen untuk mendorong inklusivitas, kesetaraan hak, serta penghormatan terhadap penyandang disabilitas.
Diprakarsai komunitas pecinta produk outdoor EIGERIAN Tasikmalaya dan bekerja sama dengan Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Jawa Barat Wilayah III melalui Seksi Konservasi Wilayah VI Tasikmalaya, acara ini menggabungkan edukasi, konservasi, dan aktivitas luar ruang yang ramah bagi penyandang disabilitas.
Sejak pagi, kawasan tepian Situ Gede tampak lebih hidup dari biasanya. Tawa, keceriaan, serta ekspresi antusias para siswa SLB mengiringi jalannya kegiatan. Tim EIGERIAN memperkenalkan berbagai jenis bibit pohon, manfaat ekologisnya, hingga teknik dasar menanam pohon yang disajikan dalam metode outing class.
Koordinator EIGERIAN Tasikmalaya, Miftah Rizky atau yang akrab disapa Babol, terlihat aktif memandu anak-anak dengan pendekatan komunikatif, mudah dipahami, dan penuh empati.
“Kegiatan ini bentuk perhatian kami kepada kaum disabilitas. Bertepatan dengan Hari Disabilitas Internasional, kami ingin mereka punya ruang yang sama untuk belajar dan berkontribusi terhadap lingkungan,” ujar Babol, Rabu (3/12/2025).
Tidak hanya menanam pohon, peserta juga menerima tumbler ramah lingkungan sebagai upaya mengurangi sampah botol plastik sekali pakai salah satu persoalan serius di Kota Tasikmalaya.
Babol menegaskan bahwa Hari Disabilitas Internasional harus menjadi pengingat bahwa penyandang disabilitas berhak untuk mendapatkan kesadaran publik terkait hak-hak mereka, juga untuk memperoleh kesejahteraan di berbagai aspek kehidupan, serta didorong untuk berpartisipasi penuh dalam masyarakat.
Hari Disabilitas Internasional sendiri ditetapkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada 1992. Dunia memperingatinya untuk meningkatkan pemahaman tentang isu-isu disabilitas sekaligus menghapus stigma, hambatan sosial, ekonomi, budaya, hingga politik.

“Disabilitas adalah bagian dari keberagaman manusia. Kita ingin memotivasi mereka mengenai pentingnya konservasi lingkungan, terlebih Tasikmalaya sering mengalami banjir, longsor, dan luapan sungai akibat kerusakan alam,” tambahnya.
Kepala Seksi KSDA Wilayah VI Tasikmalaya, Sarif Hidayat, S.Sos., M.Sc., turut hadir dan memberikan apresiasi atas kolaborasi antara komunitas pecinta alam dan penyandang disabilitas.
“Saya sangat tergugah bisa berkolaborasi dengan Tim EIGERIAN. Program penanaman pohon ini bertujuan memperluas kesadaran publik tentang pentingnya menjaga flora, fauna, dan ekosistem alam. Ini juga harus melibatkan penyandang disabilitas, karena mereka bagian penting dari masyarakat,” ujarnya.
Sarif menekankan bahwa edukasi konservasi sejak dini akan menciptakan generasi yang peka terhadap perubahan iklim, krisis ekosistem, pentingnya rehabilitasi lahan, serta urgensi pelestarian alam secara kolektif.
Syarif menambahkan Objek Wisata Situ Gede merupakan salah satu ikon Tasikmalaya yang memiliki fungsi penting sebagai penyedia air, penyangga ekosistem lokal, kawasan wisata, serta ruang publik bagi masyarakat.
Namun, kawasan ini menghadapi tantangan lingkungan seperti pendangkalan, penurunan kualitas air, tekanan aktivitas wisata, serta berkurangnya tutupan vegetasi.
Program penanaman pohon di bantaran dan area konservasi menjadi langkah strategis memulihkan ekosistem Situ Gede.
Tasikmalaya sendiri pun dalam sepekan yang lalu mengalami musibah bencana dan dikenal sebagai wilayah yang rawan bencana hidrometeorologi seperti banjir tahunan, tanah longsor, luapan sungai akibat curah hujan ekstrem.
Karena itu, tindakan konservasi berbasis edukasi seperti ini semakin relevan di tengah ancaman perubahan iklim global.
Kegiatan penanaman pohon yang melibatkan ratusan siswa disabilitas ini tidak hanya memperingati Hari Disabilitas Internasional, tetapi juga menyampaikan pesan penting: lingkungan adalah ruang bersama. Semua orang, apapun kemampuan fisiknya, memiliki hak dan kesempatan untuk ikut menjaga bumi.
Dengan dukungan komunitas, instansi pemerintah, dan lembaga pendidikan, kegiatan ini diharapkan dapat menjadi program tahunan, memperluas literasi lingkungan bagi siswa SLB, mencetak ruang belajar yang inklusif dan ramah disabilitas, serta memperkuat budaya konservasi di Kota Tasikmalaya.
(Harniwan Obech/TIMES Indonesia Priangan Timur)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: EIGERIAN Tasikmalaya Kolaborasi dengan BBKSDA, Ajak Ratusan Siswa Disabilitas Belajar Konservasi
| Pewarta | : Harniwan Obech |
| Editor | : Faizal R Arief |