TIMES JABAR, JAKARTA – Pusat Kelistrikan ASEAN (ASEAN Centre for Energy) menegaskan pentingnya sistem kelistrikan terintegrasi di seluruh 10 negara anggota untuk memperkuat ketahanan energi regional. Inisiatif ASEAN Power Grid yang diluncurkan sejak 1997 hingga kini masih dalam tahap implementasi terbatas.
"Ini sebenarnya adalah sebuah ide yang sudah muncul sejak 20-30 tahun yang lalu. Idenya adalah bagaimana mengintegrasikan sistem kelistrikan di seluruh negara ASEAN," papar Beni Suryadi, Manajer Senior APAEC, dalam seminar "Talking ASEAN" di Jakarta, Rabu (13/8/2025).
Beni menggambarkan konsep integrasi dengan contoh praktis: Pembangkit listrik di Myanmar bisa menyuplai listrik untuk rumah di Bali. Sistem ini memungkinkan subsidi silang antara daerah dengan potensi energi besar tetapi permintaan rendah (seperti Kalimantan atau Laos) dengan pusat konsumsi energi seperti Jawa atau Singapura.
Manfaat Strategis
-
Efisiensi Sumber Daya:
"Di ASEAN, Laos memiliki potensi besar untuk tenaga air, tapi kebutuhan listrik di sana tidak terlalu besar. Pusat permintaan listrik ada di Singapura," ucap Beni. -
Penanganan Perubahan Iklim:
Thailand bisa mengurangi ketergantungan pada batu bara dengan memanfaatkan energi terbarukan dari Laos. Sementara Singapura yang 99,9% listriknya bergantung pada gas alam bisa mengimpor energi bersih dari negara anggota. -
Dampak Ekonomi:
Integrasi berpotensi meningkatkan PDB ASEAN hingga US$3 triliun dan menciptakan 1,45 juta lapangan kerja. "Seorang insinyur dari Indonesia bisa bekerja di negara ASEAN lainnya," tambah Beni.
Tantangan Implementasi
Meski manfaatnya jelas, realisasi penuh ASEAN Power Grid masih menghadapi kendala koordinasi kebijakan dan infrastruktur antarnegara. Pusat Kelistrikan ASEAN terus mendorong percepatan proyek ini sebagai solusi berkelanjutan untuk ketahanan energi dan transisi rendah karbon di kawasan. (*)
Pewarta | : Antara |
Editor | : Faizal R Arief |