TIMES JABAR, MALANG – Marsekal (Purn) Hadi Tjahjanto dan ayahnya, H Bambang Sudarto sangatlah dekat. Dari sisi batiniah. Pun juga ruhaniah.
Apapun yang dialami Hadi, sang bapak konon selalu merasakan. Bahkan turut pula membersamai anak pertamanya itu. Tentu dengan untaian doa, keridlaan, dan keikhlasan seorang ayah pada anaknya.
Hubungan ruhaniah seperti almarhum H Bambang Sudarto dan Hadi Tjahjanto itu jamak terjadi. Dalam tradisi Jawa, itu biasa disebut nyawiji. Menyatunya hubungan batin antar-manusia yang punya kedekatan jiwa. Sehingga apa yang dirasakan antara kedua insan bisa langsung tembus.
"Benar itu seperti saya rasakan. Setiap kali saya ada masalah dalam tugas, pasti saya sempatkan pulang. Sowan bapak. Dan bapak seperti memberi energi pada saya," kata Hadi.
Saat sowan pulang menemui sang ayah, Hadi pun merasa seperti langsung mendapat kekuatan. Pun begitu dengan almarhum H Bambang. Seperti mengerti kesulitan yang sedang dialami anaknya itu.
Misalnya. Suatu ketika saat Hadi masih menjadi Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU), beban berat di pundaknya membuat Hadi merasa kacau pikirannya. Khawatir tidak konsen menjalankan tugas negara, ia pun merasa perlu nge-charge energi.
Ia pun langsung pulang ke Singosari. Tak lama. Hanya beberapa saat saja. Mungkin tidak sampai satu jam.
Almarhum H Bambang Sudarto pun seakan sudah tahu maksud anaknya. Apalagi jika anaknya, yang KSAU itu, datang mendadak. Pastinya ada sesuatu tentang diri anaknya itu.
"Bapak tidak banyak berkata. Hanya pesan yang sering disampaikan; "Wes lakonono ae. Seng sabar. Mengko lak sampek dewe. Bapak terus ndungakno," ucap Hadi menirukan petuah bapaknya.
Kalimat sederhana itu menjadi energi luar biasa bagi Hadi. Tidak tanggung-tanggung. Seperti kena siraman es di musim panas.
"Mungkin ini yang disebut makbulnya keikhlasan doa orang tua ya," kata Hadi.
Tidak tiga empat kali seorang Hadi merasakan hal seperti itu. Tapi berkali-kali. Bahkan saat dirinya diangkat menjadi Panglima TNI oleh Presiden Joko Widodo.
Tugas berat sebagai pucuk pimpinan TNI sangat menguras energi seorang Hadi. Apalagi ketika mengamankan Pilpres 2019 dengan segala dinamikanya.
Saat pikiran kacau dan sumpek. Ketika tekanan dari mana-mana menghantam dirinya. Hadi pun tetap tegar.
Ketika makin berat dan membebaninya, Hadi pun kembali ke sumber energinya. Sang ayah, H Bambang Sudarto. Ia pun menyempatkan pulang meminta doa restu kedua orang tuanya.
"Dan sekali lagi, energi bapak sangat luar biasa. Walau pesannya sama saja. Tapi itu sangat dahsyat," kenang Hadi.
Dengan bekal didikan, energi dan restu orang tua inilah, Hadi sukses mengemban amanah sebagai Panglima TNI hingga purna tugas November 2021 lalu.
"Saya seperti ditemani bapak dari kecil, menjadi prajurit AU, KSAU, panglima TNI, hingga purna tugas. Bapaklah yang menemani. Dengan doa, restu, nasihat, dan energinya," kata Hadi.
Suami Ny Nanny ini pun kembali menghela nafas. Wajahnya tampak memerah. Matanya berkaca-kaca.
Setelah mengatur nafas, Hadi pun kembali tenang. Beberapa saat tak melanjutkan kata-katanya.
"Bapak benar-benar menemani saya hingga purna tugas mengabdi dan menjaga negara. Tepat setelah empat bulan saya purna tugas, bapak dipanggil Gusti Allah."
Kami yang mendengar ucapan Hadi pun merasa trenyuh. Pikiran kami melayang ke mana-mana. Mengembara ke tujuan masing-masing.
Dan, saya sendiri pun teringat bapak yang telah dijemput Yang Kuasa sejak saya berusia 6 tahun. Kami semua pun terdiam. (*)
(bersambung/baca selanjutnya: Bekal Didikan Orang Tua Hadi Tak Mau Jalankan Tugas Hanya Sekedarnya)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Tiga Jam Bersama Marsekal (Purn) Hadi Tjahjanto (2); Saya seperti Ditemani Bapak hingga Purna Tugas
Pewarta | : |
Editor | : Deasy Mayasari |