TIMES JABAR, TEGAL – Rabu, 17 Desember 2025 pagi, udara di halaman Kantor Kejaksaan Negeri Kabupaten Tegal (Kejari Tegal) terasa berbeda. Bukan hanya karena bau asap yang mulai menguar, tetapi karena makna di baliknya.
Asap putih yang perlahan membumbung ke langit, membawa pergi jejak-jejak dari kejahatan yang selama ini mengancam ketenangan masyarakat dan generasi muda.
Di hadapan aparat penegak hukum dan unsur Forkopimda Kabupaten Tegal, satu per satu barang bukti dari perkara pidana dimusnahkan. Api menyala, palu yang siap dihentakkan, dan mesin penghancur pun berderak tanpa kompromi.
Benda-benda mati itu seolah menyerah pada akhir yang tak terelakkan akhir dari perjalanan panjang sejak pertama kali disita dari tangan pelaku kejahatan.
Tak ada sorak, tak ada tepuk tangan. Yang ada hanyalah kesunyian penuh makna. Narkotika, obat-obatan terlarang, minuman keras, senjata tajam hingga ragam barang bukti lainnya berubah wujud menjadi abu dan serpihan. Semua kehilangan bentuk, sekaligus kehilangan potensi untuk kembali melukai kehidupan sosial.
Mewakili Kejari Kabupaten Tegal Yuriswandi Kepala Bidang Barang Bukti Kejaksaan Negeri Kabupaten Tegal menjelaskan bila pemusnahan ini merupakan tahap akhir proses hukum yang panjang.

Seluruh barang bukti yang dimusnahkan telah berkekuatan hukum tetap. Tidak ada yang dipercepat, tidak ada yang diabaikan. Semua dilakukan sesuai ketentuan hukum yang berlaku.
Angkanya tidak kecil. Sebanyak 1.583 butir Tramadol, 15.557 butir Hexymer, 2.082 butir Double Y, dan 538 butir Trihexyphenidyl dimusnahkan hari itu. Belum lagi sabu seberat 52,851 gram netto, ganja 58,805 gram netto, serta tembakau gorilla 25,417 gram netto. Lima unit telepon genggam dan sejumlah barang bukti lain seperti pakaian dan seragam turut dihancurkan.
Namun di balik angka itu, tersembunyi cerita manusia. Pil-pil kecil yang dibakar hari itu bisa saja menjadi awal kehancuran masa depan seseorang. Serbuk dan daun kering yang dimusnahkan mungkin pernah menjebak anak muda dalam lingkaran kecanduan.
Bagi aparat di Kabupaten Tegal khususnya bahwa benda-benda ini bukan sekadar barang bukti, melainkan simbol ancaman nyata bagi generasi.
Dikatakan oleh Kepala BNN Kota Tegal, Dr. Nasrudin, menyebut setiap barang yang dimusnahkan menyimpan kisah penyalahgunaan dan dampak sosial yang luas.
Kerusakan kesehatan, konflik keluarga, hingga gangguan keamanan lingkungan sering kali bermula dari barang-barang tersebut. Pemusnahannya menjadi bentuk perlindungan negara terhadap masyarakat.
Proses pemusnahan dilakukan terbuka. Aparat dari berbagai instansi berdiri menyaksikan, memastikan tidak ada celah penyalahgunaan. Transparansi menjadi pesan penting yang ingin disampaikan Kejaksaan kepada publik.
Bagi Kejaksaan Negeri Kabupaten Tegal, kegiatan ini lebih dari sekadar rutinitas administratif. Pemusnahan barang bukti adalah penegasan bahwa tugas penegakan hukum tidak berhenti di ruang sidang. Tetapi ada tanggung jawab lanjutan untuk memastikan bahwa kejahatan benar-benar diputus mata rantainya.
Ketika api mulai meredup dan suara mesin penghancur dimatikan, tersisa hanyalah abu dan serpihan logam. Namun di balik sisa-sisa itu, tersimpan pesan kuat tentang kehadiran negara. Bahwa hukum bukan sekadar tulisan dalam putusan pengadilan, melainkan tindakan nyata yang dirasakan masyarakat.
Asap yang perlahan menghilang pagi itu membawa harapan baru. Harapan akan Kabupaten Tegal yang lebih aman, lebih tertib, dan lebih berkeadilan. Dari pemusnahan barang bukti, negara kembali mengingatkan: kejahatan boleh terjadi, tetapi tidak akan pernah dibiarkan hidup kembali. (*)
| Pewarta | : Cahyo Nugroho |
| Editor | : Ronny Wicaksono |