TIMES JABAR, BANDUNG – Di tengah semakin kompleksnya layanan keuangan digital dan maraknya praktik ilegal yang merugikan masyarakat, Otoritas Jasa Keuangan Jawa Barat (OJK Jawa Barat) berupaya membawa literasi dan inklusi keuangan kembali ke akar: masyarakat.

Melalui kegiatan Pasar Keuangan Rakyat Jawa Barat (PKR 2025), OJK menghadirkan konsep yang lebih membumi — menyatu dengan denyut ekonomi rakyat dan nilai kearifan lokal.

Kepala OJK Jawa Barat, Darwisman, mengatakan bahwa pada hari ini OJK Jabar akan membuka kegiatan bulan literasi keuangan  yang dinamakan dengan Pasar Keuangan Rakyat Jawa Barat di tahun 2025 ini.

Ia juga menerangkan bahwa, ”Lokasi terselenggarakannya Pasar Keuangan Rakyat sekarang agar bisa dirasakan oleh masyarakat langsung,  tempatnya berada di Jl.Dr.Ir.Soekarno di kota Bandung. Mudah-mudahan sebentar lagi akan segera terselenggara acara seremonialnya dan sudah hadir juga Friderica Widyasari Dewi, Kepala Eksekutif Pengawas perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan merangkap Anggota Dewan Komisaris OJK,  di kesempatan berbahagia ini,”terang Darwisman.

“Kami ingin  masyarakat bisa merasakan langsung manfaat dari literasi keuangan, mengenal produknya, dan tahu cara mengelola keuangannya dengan aman,” ujar Darwisman dalam sambutannya di acara Pasar Keuangan Rakyat Jawa Barat, Sabtu (24/20/2025).

PKR 2025 dirancang seperti pasar rakyat, lengkap dengan stand edukasi dan layanan publik yang menghadirkan perbankan, lembaga pembiayaan, pelaku umkm hingga pegadaian. Melalui pendekatan ini, OJK ingin mengubah paradigma masyarakat bahwa mengenal dunia keuangan tidak harus menakutkan atau rumit.

Dalam kesempatan yang sama, Friderica Widyasari Dewi, Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Pelindungan Konsumen OJK, menegaskan pentingnya pendekatan yang relevan dengan karakter masyarakat di tiap daerah.

 “Kami berikan keleluasaan kepada setiap kantor OJK di daerah untuk berinovasi dengan pendekatan lokal. Karena literasi yang efektif harus berbicara dengan bahasa masyarakatnya sendiri,” ungkap Friderica.

Menurutnya, edukasi keuangan seperti ini menjadi benteng pertama untuk mencegah masyarakat terjebak dalam praktik pinjaman online ilegal dan investasi bodong yang masih marak terjadi.

 “Pelindungan konsumen yang utama dimulai dari literasi. Masyarakat yang paham akan lebih hati-hati, mereka akan tahu mana produk yang resmi, mana yang berisiko,” jelasnya.

Friderica juga mengapresiasi inisiatif OJK Jawa Barat yang berhasil memadukan konsep edukasi dengan suasana pasar rakyat yang hangat dan inklusif.

 “Begitu masuk ke lokasi, saya langsung merasa ini benar-benar acara yang dekat dengan rakyat. Ada suasana kekeluargaan, dan masyarakat bisa belajar tanpa merasa tidak nyaman,” ujarnya.

Sebagai langkah konkret, OJK Jabar telah merancang rangkaian pelatihan keuangan inklusif, stimulasi pembukaan rekening koran, serta kampanye antisipasi fintech ilegal. Harapannya, masyarakat akan semakin terlatih mengenali produk keuangan resmi, memahami risiko, dan manfaatnya.

Secara garis besar, Pasar Keuangan Rakyat Jawa Barat ini menjadi wujud nyata bahwa literasi keuangan bukan sekadar tugas regulator — melainkan bagian dari misi sosial bersama untuk membangun masyarakat yang mandiri secara finansial. “Ketika literasi meningkat, maka inklusi pun akan tumbuh. Dan ketika inklusi tumbuh dengan bijak, maka pertumbuhan ekonomi inklusif bukan lagi sekadar aspirasi,” tutup Friderika.

Dengan latar data yang valid dan sambutan tegas dari OJK Jabar, kini menjadi tugas bersama untuk mentransformasikan literasi keuangan menjadi tindakan nyata—agar masyarakat tidak hanya mengetahui, tetapi juga berdaya secara keuangan. (*)