TIMES JABAR, BANDUNG – Industri keuangan syariah Indonesia menunjukkan tren pertumbuhan positif, baik dari sisi aset maupun penetrasi pasar. Hingga April 2025, total aset industri keuangan syariah tercatat meningkat 9,42% secara tahunan (year on year), menembus angka Rp2.900 triliun. Pertumbuhan ini terdiri dari aset perbankan syariah sebesar Rp954 triliun, pasar modal syariah Rp1.791 triliun, serta lembaga keuangan non-bank mencapai Rp176 triliun.
Namun, di balik capaian tersebut, tantangan besar masih menghadang: rendahnya inklusi keuangan syariah di masyarakat. Hal ini menjadi sorotan utama Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi dan Pelindungan Konsumen OJK, Friderica Widyasari Dewi, dalam gelaran Syariah Financial Fair (Syafif) 2025 di Bandung, Jawa Barat, Sabtu (2/8/2025).
“Secara literasi keuangan syariah, angka kita sudah 43%. Namun inklusinya masih di kisaran 13%. Ini menjadi pekerjaan rumah bersama: bagaimana menciptakan masyarakat yang peduli dan memahami keuangan syariah, serta mendorong mereka untuk benar-benar mengakses produk dan layanan yang tersedia,” kata Friderica.
Gelaran Syafif ketiga ini menjadi simbol kolaborasi erat antara OJK, pelaku usaha jasa keuangan syariah, serta pemerintah daerah dalam membangun ekosistem keuangan syariah yang lebih inklusif. Lebih dari 25 institusi jasa keuangan—mulai dari perbankan, pasar modal, pergadaian, fintech, hingga asuransi syariah—ikut ambil bagian dalam pameran tersebut.
Acara ini tidak hanya berorientasi pada pameran produk, tetapi juga menjadi wahana edukasi langsung kepada masyarakat. Pengunjung dapat membuka rekening syariah, berkonsultasi soal investasi halal, hingga mencari tahu solusi pembiayaan untuk UMKM berbasis syariah secara langsung. “Ini bentuk nyata inklusi, mendekatkan layanan syariah kepada masyarakat,” ujar Friderica.
Sementara itu, Kepala Biro Perekonomian Provinsi Jawa Barat, Budi Kurnia,yang mewakili Wakil Gubernur Jabar yang berhalangan hadir, menegaskan komitmen Pemerintah Provinsi Jawa Barat dalam memperkuat ekonomi syariah sebagai bagian dari strategi pengembangan ekonomi daerah. Menurutnya, posisi Jawa Barat sangat strategis dengan jumlah penduduk mencapai 53 juta jiwa serta potensi ekonomi kreatif yang besar.
“Jawa Barat siap menjadi pusat pertumbuhan ekonomi syariah nasional. Kami sudah memiliki semua parameter untuk bersaing dalam Anugerah Adinata Syariah, bahkan tengah menargetkan menjadi juara umum secara berturut-turut,” kata Budi.
Salah satu langkah konkret yang dilakukan Pemprov adalah membentuk 27 sekolah perintis ekonomi syariah, sebagai upaya menanamkan literasi syariah sejak usia dini. “Ini adalah bagian dari membangun fondasi ekonomi syariah yang kokoh, mulai dari sektor pendidikan hingga ke sektor riil,” tambahnya.
Lebih lanjut, Budi menyebutkan bahwa Bandung memiliki nilai tambah tersendiri sebagai tuan rumah Syafif, yakni potensi ekonomi berbasis gaya hidup. “Bandung dikenal dengan kuliner, fashion, dan musiknya. Ini adalah kekuatan ekonomi syariah berbasis budaya dan kreatif yang bisa kita dorong,” tuturnya.
Sinergi antarlembaga menjadi kata kunci untuk mendorong akselerasi pertumbuhan keuangan syariah, baik di tingkat nasional maupun daerah. Dalam hal ini, Friderica menegaskan pentingnya kerja sama antara regulator, industri, dan masyarakat. “Ekonomi syariah tidak bisa dibangun hanya dari sisi keuangannya saja, tetapi harus dari seluruh ekosistem: pendidikan, pelaku usaha, komunitas, hingga sektor informal,” ujarnya.
Dengan penyelenggaraan Syafif 2025, para pemangku kepentingan berharap momentum ini menjadi titik balik menuju cita-cita besar: menjadikan Indonesia sebagai pusat ekonomi dan keuangan syariah dunia pada 2045.
“Kita ingin inklusi ini bukan hanya angka, tapi menjadi jalan nyata untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dan Jawa Barat siap mengambil peran kunci dalam perjalanan itu,” pungkas Friderica. (*)
Pewarta | : Djarot Mediandoko |
Editor | : Hendarmono Al Sidarto |