TIMES JABAR, MALANG – Dalam dinamika Pilpres 2024 yang penuh tantangan, kebijakan berbasis bukti semakin memegang peranan utama. Kebijakan ini didasarkan pada data empiris, informasi ilmiah, dan penelitian yang terpercaya, menjadi fondasi dalam pengambilan keputusan publik.
Sementara konsep ini bukanlah hal baru, perkembangan ilmu pengetahuan dan metode penelitian telah memperkuatnya. Pemahaman ini, bersama sejarah singkat gerakan kebijakan berbasis bukti, memperkuat urgensi implementasi pendekatan dalam pilpres mendatang.
Sejarah dan Asal Mula
Gerakan pengobatan berbasis bukti yang lahir di bidang kesehatan pada tahun 1972 melalui karya Dr. Archie Cochrane mengubah lanskap kebijakan publik. Dalam bukunya yang berjudul "Effectiveness and Efficiency: Random Reflections on Health Services," Cochrane menekankan pentingnya bukti ilmiah dalam pengambilan keputusan medis untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi layanan kesehatan.
Pada tahun 1990-an, gerakan "evidence-based policy" menyebar ke berbagai sektor di berbagai negara, menandai ekspansi konsep ini. Pemerintah mulai mengakui pentingnya menggabungkan informasi empiris dalam pembuatan kebijakan, terutama dalam menghadapi isu-isu kompleks seperti pendidikan, kesejahteraan sosial, dan keamanan publik. Model ini mengusulkan bahwa kebijakan yang efektif harus didasarkan pada penelitian yang kuat dan evaluasi yang terpercaya.
Kebijakan berbasis bukti dapat dibandingkan dengan langkah diagnosa seorang dokter yang bersandar pada data empiris dan penelitian. Seperti dokter yang menghindari asumsi semata, kebijakan ini juga mengutamakan fakta daripada spekulasi, dengan tujuan mencapai hasil yang optimal.
Mirip dengan proses medis yang mengarah pada pengobatan yang tepat, kebijakan berbasis bukti mengejar pendekatan yang efektif melalui analisis mendalam dan informasi yang terverifikasi. Dengan demikian, keduanya menunjukkan pentingnya pengambilan keputusan yang terinformasi untuk hasil yang diinginkan.
Implikasi Kebijakan Berbasis Bukti dalam Pilpres 2024
Pemilihan Presiden adalah momen penting dalam hidup suatu negara, dan dalam Pilpres 2024 yang dipenuhi dengan dinamika politik dan persaingan ketat. Kebijakan berbasis bukti memiliki peran yang tak tergantikan.
Pendekatan ini bukan sekadar tren sementara, melainkan landasan kokoh yang dapat memastikan keputusan-keputusan yang diambil memiliki dampak yang dapat diukur dan nyata. Dalam konteks Pilpres, kebijakan berbasis bukti dapat memberikan panduan obyektif dan rasional bagi para calon presiden dalam merumuskan prioritas mereka.
Dalam politik yang sering kali didominasi oleh polarisasi, kebijakan berbasis bukti membantu mengurangi pengaruh subjektivitas dalam pembuatan kebijakan. Keputusan-keputusan yang didasarkan pada data dan penelitian ilmiah akan lebih cenderung memprioritaskan kepentingan masyarakat secara menyeluruh, dan bukan hanya untuk kelompok tertentu atau merespons tuntutan politik.
Kebijakan berbasis bukti, dengan akar sejarahnya yang kuat, adalah fondasi yang menguntungkan dalam pembuatan kebijakan, dan dengan pendekatan yang tepat, dapat menghasilkan solusi yang efektif dan berkelanjutan.
Kebijakan berbasis bukti adalah fondasi yang menguntungkan dalam proses pembuatan kebijakan. Meskipun begitu, beberapa kebijakan memperoleh dukungan luas sementara yang lain menghadapi tantangan politis. Mari kita lihat dua contoh kontras ini untuk lebih memahami dinamika ini.
Program bantuan langsung tunai (cash transfer) telah muncul sebagai contoh kebijakan berbasis bukti yang mendapatkan dukungan politis yang kuat. Melalui analisis data, pemerintah dapat mengidentifikasi kelompok masyarakat yang memerlukan bantuan finansial. Penggunaan data ini memastikan bahwa program cash transfer ditargetkan secara tepat, mengurangi risiko penyalahgunaan dana.
Politisi yang ingin mendekati masalah ketidaksetaraan ekonomi dengan pendekatan populis dapat mendukung program ini dengan keyakinan. Mereka dapat mengkomunikasikan bagaimana bantuan langsung tunai ini dapat membantu kelompok yang kurang mampu, menciptakan dampak positif dalam kehidupan sehari-hari mereka.
Penerima manfaat merasakan perubahan nyata, sementara politisi meraih dukungan karena kebijakan berbasis bukti yang efektif. Namun, tidak semua kebijakan berbasis bukti memperoleh dukungan seiring harapan.
Misalnya, reformasi fiskal mendalam yang diperlukan untuk mengatasi masalah struktural ekonomi sering kali menghadapi resistensi. Pemotongan anggaran, pengenaan pajak baru, atau restrukturisasi program sosial, meskipun didukung oleh analisis ekonomi yang kuat, mungkin tidak populer di kalangan masyarakat atau politisi.
Reformasi semacam itu dapat bertentangan dengan kepentingan sektor yang terkena dampak atau menimbulkan ketidakpuasan publik karena pengorbanan jangka pendek yang dibutuhkan. Faktor politis dan pertimbangan elektoral juga dapat memainkan peran, menghambat dukungan yang mungkin diharapkan untuk kebijakan berbasis bukti semacam itu.
Langkah ke Depan
Pada Pilpres 2024, langkah pertama yang krusial adalah meningkatkan pendidikan dan kesadaran publik tentang pentingnya kebijakan berbasis bukti. Pendidikan masyarakat melalui seminar, kampanye informasi, dan program pendidikan dapat membantu pemilih dan warga negara memahami bahwa kebijakan berbasis bukti adalah alat yang kuat untuk mencapai solusi yang lebih baik dalam konteks politik yang kompleks.
Selanjutnya, perlu diberikan perhatian pada penguatan lembaga penelitian independen. Lembaga-lembaga ini harus memiliki kemandirian dan sumber daya yang memadai untuk menghasilkan data dan analisis yang objektif. Ini akan memastikan bahwa bukti yang dihasilkan dapat diandalkan oleh semua pihak yang terlibat dalam proses pengambilan keputusan politik.
Para calon presiden juga perlu diundang untuk aktif terlibat dalam pengembangan kebijakan berbasis bukti. Mereka harus didorong untuk membentuk tim penasihat yang terdiri dari ahli penelitian dan analis kebijakan yang berkompeten. Ini akan membantu mereka merumuskan rencana yang didasarkan pada bukti empiris yang kuat.
Terakhir, transparansi dan akuntabilitas harus ditegakkan. Kebijakan-kebijakan yang diusulkan harus didasarkan pada bukti yang transparan dan dapat diverifikasi, dan harus ada mekanisme akuntabilitas yang kuat untuk memastikan bahwa janji-janji kampanye yang didasarkan pada bukti juga dijalankan setelah pemilihan.
Dengan mengambil langkah-langkah ini, kita dapat memastikan bahwa kebijakan berbasis bukti menjadi bagian integral dari proses pemilihan presiden pada tahun 2024 dan seterusnya. Ini akan membantu membangun fondasi yang lebih kuat untuk pengambilan keputusan yang lebih baik, yang pada gilirannya akan memberikan manfaat jangka panjang bagi masyarakat dan negara kita.
***
*) Oleh: Hidsal Jamil, Peneliti di Pusat Kajian Ekonomi Pembangunan dan Kerakyatan (PKEPK), Universitas Brawijaya Malang.
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id
**) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.
Pewarta | : |
Editor | : Hainorrahman |