TIMES JABAR, CIANJUR – Ribuan lulusan SMP sederajat di Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Bandung Barat belum melanjutkan pendidikan ke jenjang SMA atau SMK pada tahun ajaran baru ini.
Kondisi tersebut menjadi perhatian serius Cabang Dinas Pendidikan (KCD) Wilayah VI Jawa Barat yang membawahi Cianjur dan Bandung Barat, yang mencatat sejak 2020 hingga 2024 terdapat 13.096 anak di wilayah kerjanya yang berhenti sekolah.
Kepala KCD Pendidikan Wilayah VI Jawa Barat, Nonong Winarni, mengatakan pemerintah provinsi telah mengeluarkan kebijakan melalui Keputusan Gubernur tentang Petunjuk Teknis Pencegahan Anak Putus Sekolah (PAPS).
Langkah ini dirancang untuk memastikan anak-anak dari keluarga kurang mampu atau yang rentan tidak kehilangan kesempatan melanjutkan pendidikan. “Prinsipnya selaras dengan nilai karakter Panca Waluya, yaitu cageur, bageur, bener, pinter, tur singer,” ujarnya, Minggu (10/8/2025).
Berdasarkan data sementara tahun 2025, di Kabupaten Cianjur terdapat 47.192 lulusan SMP/MTs sederajat, namun hanya 20.079 yang mendaftar ke SMA/SMK negeri. Sebanyak 27.113 sisanya tidak tercatat mendaftar, meskipun sebagian kemungkinan memilih sekolah swasta atau pesantren.
Sementara itu di Kabupaten Bandung Barat (KBB) dari 29.226 lulusan, hanya 16.964 melanjutkan ke sekolah negeri, sedangkan 12.262 tidak melanjutkan.
Dia menyampaikan masih menelusuri angka pasti anak yang benar-benar putus sekolah di kedua kabupaten tersebut. Dalam pelaksanaan PAPS, penambahan kapasitas rombongan belajar menjadi salah satu langkah yang ditempuh, dengan jumlah siswa per kelas maksimal 45-46 orang.
Dari seluruh SMA/SMK negeri di wilayahnya, 12 sekolah menerapkan kapasitas tersebut, sedangkan lainnya berkisar 32-36 siswa per kelas.
Ia menuturkan, kebijakan ini sempat menuai kekhawatiran dari sejumlah pengelola sekolah swasta, yang khawatir berkurangnya calon siswa. Namun, Nonong menegaskan tujuan utamanya adalah memastikan semua anak memiliki akses pendidikan tanpa terkendala biaya atau proses seleksi.
“Sekolah swasta tetap kami libatkan sebagai bagian dari solusi. Kami bersama pemerintah kabupaten akan menyisir siswa yang belum terdaftar, lalu mengarahkan mereka ke sekolah terdekat, termasuk swasta,” katanya.
Di tempat terpisah, Badan Musyawarah Perguruan Swasta (BMPS) Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, menyampaikan alasan ikut menggugat Keputusan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi.
Ketua BMPS Cianjur, Mohammad Toha, menegaskan bahwa langkah hukum ini diambil untuk memperjuangkan hak sekolah swasta yang dianggap dirugikan oleh kebijakan tersebut.
Lebih lanjut dia menilai, bahwa pencegahan anak putus sekolah mestinya dilakukan setelah proses penerimaan siswa baru, bukan saat pendaftaran berlangsung.
“Anak-anak yang sudah tidak melanjutkan sekolah itulah yang seharusnya dicari, dibina, dan diarahkan agar mau kembali belajar, baik di sekolah negeri maupun swasta,” bebernya.
Menurut pandangannya, fakta di lapangan bahwa penambahan kuota rombel tidak serta-merta menjadi solusi efektif untuk mengatasi masalah tersebut.
Ia justru menilai kebijakan ini berpotensi menimbulkan persoalan baru, khususnya bagi sekolah swasta. “Sekolah swasta jadi pihak yang dirugikan. Pemerintah yang seharusnya melindungi semua lapisan masyarakat malah memperkuat perbedaan antara sekolah negeri dan swasta,” imbuh Toha.
Ia mengungkap, di lapangan sering terjadi siswa yang sudah mendaftar di sekolah swasta kemudian ditarik kembali ke sekolah negeri untuk memenuhi kuota rombel. Karena itu, BMPS berharap gugatan ini bisa menghapus aturan tersebut dan menggantinya dengan kebijakan yang lebih adil.
“Jika tujuan utamanya benar-benar ingin menekan angka putus sekolah, maka tidak perlu ada pembatasan atau pembedaan antara sekolah negeri dan swasta. Semua pihak seharusnya bekerja sama demi pendidikan anak-anak,” tandasnya. (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Ribuan Lulusan SMP di Cianjur Belum Lanjut Sekolah, KCD Wilayah VI Jabar Sisir Data Lagi
Pewarta | : Wandi Ruswannur |
Editor | : Deasy Mayasari |