TIMES JABAR, BANDUNG – Mungkin masih banyak yang belum tahu mengenai mural. Tentunya, mural berbeda dengan lukisan meski pengerjaannya sama. Mural berawal dari kata latin yaitu murus yang berarti dinding. Secara luas pengertian mural adalah menggambar atau melukis di media dinding, tembok atau media lainnya yang bersifat permanen.
Jadi, lukisan atau gambar yang sering kita lihat di dinding jalan bisa dikatakan mural. Akan tetapi, jika dinding tersebut bukan untuk sebagai media pelukisan, hal itu merupakan pelanggaran bahkan bisa dituntut pidana. Karena itulah, melukis mural harus pada media yang tepat dan mendapat izin pemilik dinding.
“Mahasiswa Unikom Bandung mengajukan bakti sosial masyarakat berkaitan dengan program mahasiswa baru, di antaranya adalah kegiatan mural karena di sini merupakan wilayah strategis menurut mereka,” ujar ketua RW 02, Neneng Hesti Handayani, S.Pd, M.Pd, Senin (21/11/2022).
Neneng membolehkan mahasiswa melukis mural, tetapi temanya harus sesuai dengan tema RW 02 yakni program unggulan ternak lebah trigona yang dikerjakan oleh Kelompok Tani Hutan (KTH) Tamalago.
Mahasiswa Unikom Bandung Jurusan DKV membuat lukisan murah di wil.RW 02 Kel.Cibangkong Kec.Batununggal Bandung. (Foto : Dokumen pribadi)
“Tamalago itu menurut pihak Dinas Kehutanan itu adalah sebuah inovasi,” tutur Neneng.
“Ini disebut inovasi karena biasanya untuk KTH seperti ini biasanya di perkampungan, hutan, atau desa, bukan di kota,” jelas Neneng sambil menunjuk kotak kotak penangkaran lebah yang ada di atas.
Selain itu, lanjutnya, RW 02 dikenal sebagai wilayah toleransi karena penduduknya sebanding. “50:50 ada yang beragama Islam dan ada yang non Islam, seperti Kristen Katolik dan Kristen Prostestan, juga Budha. Dengan adanya perbedaan, justru kita semakin harmonis, hidup nyaman, tentram,” kata Neneng.
Jadi, ada dua tema yang dibuat oleh mahasiswa Unikom yakni Tamalago dan kampung toleransi yang akan dilaksanakan di RW 02, Kelurahan Cibangkong, Kec. Batununggal.
“Di rumah-rumah warga juga ada penangkaran lebah tersebut dan di sini, rumah ini, jadi sekretariatnya,” jelas Neneng.
Awal mula program lebah tamalago ini dimulai Ketika RW ingin menanam tanaman di beberapa tempat yang tidak bersih, di pojok-pojok lingkungan ada sampah. “Nah tempat itu yang ditanami tanaman sehingga akan menambah keindahan,” ujarnya.
Awalnya, kata Neneng, mereka menanam saja tanpa ada tema apakah bunga atau lainnya. Tetapi Ketika ada rumah warga yang terlihat cukup asri, ketika didatangi, rumah tersebut ada budidaya lebahnya.
Hasil lukisan mural yang telah selesai. (Foto : Dokumen pribadi)
Banyaknya tanaman dan bunga di rumah warga tersebut selain terlihat asri, juga sebagai vegetasi atau makanan bagi si lebah. “Tanaman yang sering dihinggapi lebah tersebut adalah tanaman air mata pengantin, santos temon, Batavia,” jelas Neneng.
“Nah, kenapa kita jadikan program tersebut unggulan karena ternak lebah itu tidak perlu ekstra tenaga seperti kita memelihara ayam, burung dimana ada kotoran yang harus dibuang, kalau lebah kan gak ada,” ucapnya.
Lebah itu hanya makan bunga yang ada ditanam. Selain itu, fungsi lebah tersebut juga membantu penyerbukan daun dari tanaman yang ditanam sehingga hasilnya tanaman tersebut sering berbuah.
Selain manfaat penyerbukan, warga juga pernah terserang Covid-19 sebanyak 57 orang. Kala itu, bisa segera pulih dari Covid karena mengonsumsi madu. “Madu ini keunggulannya adalah antioksidan tinggi dan banyak mengandung vitamin C,” tutur Neneng. (*)
Pewarta | : Djarot Mediandoko |
Editor | : Deasy Mayasari |