TIMES JABAR, SLEMAN – Belasan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) paruh waktu di lingkungan Pemerintah Kabupaten Sleman (Pemkab Sleman) dikabarkan mengundurkan diri meski proses pengurusan Nomor Induk Pegawai (NIP) mereka masih berjalan di Badan Kepegawaian Negara (BKN).
Kepala Badan Kepegawaian, Pendidikan dan Pelatihan (BKPP) Kabupaten Sleman, Wildan Solichin, membenarkan adanya pengunduran diri tersebut. Pihaknya telah melakukan verifikasi ke setiap Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait nama-nama pegawai yang mengundurkan diri.
“Ada 18 PPPK paruh waktu yang sudah mengundurkan diri. Semua sudah kami verifikasi ke OPD masing-masing,” ujar Wildan saat ditemui awak media di Pendopo Rumah Dinas Bupati Sleman, Senin (20/10/2025).
Mayoritas karena Pelanggaran Disiplin
Wildan mengungkapkan, penyebab utama pengunduran diri itu bukan semata karena persoalan administrasi, melainkan faktor kedisiplinan kerja. Sejumlah PPPK diketahui jarang hadir, bahkan ada yang sama sekali tidak aktif menjalankan tugas.
“Sebagian besar diberhentikan oleh OPD karena pelanggaran disiplin, termasuk tidak rajin berangkat kerja,” tegas Wildan.
BKPP Sleman mencatat, total terdapat 3.536 PPPK paruh waktu di wilayah Sleman. Saat ini, proses penyelesaian NIP bagi mereka sudah mencapai 92 persen dan terus diperbarui setiap hari. Wildan menargetkan seluruhnya rampung pada akhir Oktober 2025.
“Harapannya akhir bulan ini semua tuntas, dan jika sudah 100 persen, kami akan langsung menerbitkan NIP untuk PPPK paruh waktu tersebut,” ujarnya.
Gaji Disesuaikan Kemampuan Daerah
Terkait kesejahteraan, Wildan menegaskan bahwa penetapan gaji PPPK paruh waktu akan mengacu pada Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK), atau sesuai kemampuan keuangan daerah masing-masing.
“Sesuai arahan dari Kemenpan RB, besaran gaji disesuaikan dengan kemampuan daerah. Kalau daerah belum mampu, jangan dipaksakan harus setara UMK,” terang Wildan.
BKPP bersama Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) saat ini tengah melakukan pengklasteran jabatan dan beban kerja untuk menentukan komponen gaji secara adil. Hal ini mengingat jenis pekerjaan PPPK paruh waktu sangat beragam, mulai dari guru, petugas kebersihan sekolah, hingga petugas jaga malam.
“Kami sedang olah bersama tim anggaran. Sebagian besar sudah teralokasi di OPD masing-masing, kecuali untuk tenaga guru yang sebelumnya masih dibiayai dari dana BOS. Ini yang akan mendapat perhatian khusus,” tambah Wildan.
Langkah Pemkab Sleman: Tegas tapi Adaptif
Pemerintah Kabupaten Sleman memastikan akan terus memperkuat sistem pengawasan dan pembinaan bagi para PPPK agar kejadian serupa tidak berulang. Wildan menegaskan, profesionalisme dan kedisiplinan tetap menjadi syarat utama dalam menjaga kualitas aparatur pelayanan publik.
Di sisi lain, Pemkab juga berupaya memberikan kepastian kesejahteraan melalui proses administrasi yang cepat dan transparan.
“Kami ingin seluruh PPPK paruh waktu di Sleman bisa bekerja dengan tenang, profesional, dan mendapat haknya sesuai aturan,” tutup Wildan.
Fenomena pengunduran diri PPPK paruh waktu di Sleman menyoroti dua hal penting. Pertama, tantangan disiplin dan etos kerja di kalangan tenaga kontrak pemerintahan. Kedua, kebutuhan penataan sistem penggajian yang berkeadilan sesuai kapasitas fiskal daerah.
Dengan lebih dari 3.500 PPPK yang tengah menanti NIP, langkah BKPP Sleman untuk merapikan administrasi dan klasifikasi jabatan diharapkan mampu meningkatkan stabilitas serta kepercayaan publik terhadap sistem kepegawaian di Bumi Sembada. (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Belasan PPPK Paruh Waktu Mengundurkan Diri, BKPP Sleman: Mayoritas Masalah Disiplin
Pewarta | : A. Tulung |
Editor | : Ronny Wicaksono |