TIMES JABAR, BANJAR – Surat Edaran dari Dinas Pendidikan Provinsi Jabar tentang percepatan penyerahan ijazah SMA/SMK/SLB tahun pelajaran 2023/2024 atau sebelumnya dan SE Disdik Jabar No 3597/PK.03.04.04/SEKRE tentang larangan penahanan ijazah oleh sekolah negeri dan swasta, mulai dari tingkat SD hingga SMA menjadi sorotan.
Setelah ramai-ramai sekolah swasta mengumumkan jumlah tunggakan dari peserta didiknya, polemik teknis penyelesaian tunggakan menjadi topik hangat dimana secara nominal, jumlah tunggakan satu sekolah memiliki nilai yang fantastik.
Pembina Posnu Kota Banjar desak pemerintah carikan solusi atas larangan penahanan ijazah. (FOTO: Susi/TI)
Di Kota Banjar, tunggakan SMK 1 dan 2 Pasundan mencapai Rp861 juta dimana pihak sekolah juga belum mendapatkan arahan yang jelas terkait pelunasan tunggakan jika ijazah dibagikan secara gratis.
Ketua Forum Pemuda Peduli Pendidikan Kota Banjar (FPPPKB), Dicky Agustaf mengatakan bahwa kebijakan tersebut akan menimbulkan dilema bagi sekolah swasta.
"Untuk sekolah swasta menjadi sebuah dilema dimana sebenarnya sudah menjadi tanggung jawab orang tua ketika memasukkan anaknya ke sekolah swasta," katanya kepada Times Indonesia, Sabtu (1/2/2025).
Menurutnya, ini menyangkut permasalahan antara hak dan kewajiban di mana sekolah telah menjalankan kewajibannya dengan mendidik siswa dan siswinya sampai beres dalam artian pemenuhan hak siswa siswi telah dilaksanakan oleh sekolah.
"Nah, sekarang kewajiban orang tua yang sebelumnya telah menyetujui di awal karena memang statusnya itu sekolah swasta juga sebenarnya harus dibereskan juga," paparnya.
Dengan adanya wacana yang digaungkan oleh gubernur terpilih saat ini, tambah Dicky, memang mestinya disertakan dengan kebijakan yang benar-benar bijak dalam membuat regulasinya.
"Apakah sistem sekolah swasta juga akan sama seperti negeri atau mau seperti apa, itu harus jelas. Jangan sampai kebijakan yang diambil nanti merugikan sekolah sekolah swasta yang ada," tegasnya.
Dicky menambahkan bahwa pihaknya juga harus melihat apakah sekolah swasta tersebut mendapatkan dana bos dari pusat dan bos daerah provinsi Jabar atau tidak.
"Kalau memang dapat, mungkin regulasi yang digaungkan gubernur terpilih bisa dilaksanakan juga oleh sekolah-sekolah swasta tersebut," katanya.
Menyikapi permasalahan ini, Muhlison selaku Pembina Poros Sahabat Nusantara (POSNU) Kota Banjar turut mendesak kepada Dinas Pendidikan Kota Banjar maupun Provinsi Jawa Barat untuk segera mencari win-win solusi terkait pemberian ijazah yang masih ditahan bagi mereka yang berada di sekolah swasta.
Menurutnya, untuk sekolah yang berada di lingkup swasta akan sangat berbeda penyelesaiannya dan perlu perhatian serius jika di bandingkan dengan sekolah negeri.
"Kita mendesak untuk segera mencari solusi terkait surat edaran Disdik Jabar perihal ijazah. Untuk sekolah negeri saya kira tidak ada persoalan ya. tapi untuk sekolah swasta tentu ini akan menjadi persoalan tersendiri mengingat pengelolaanya juga berbeda," ujarnya.
Di sisi lain, lanjutnya, kita juga tidak bisa mengesampingkan hak siswa agar bisa melanjutkan karir hidupnya.
"Kan siswa ini membutuhkan ijazahnya untuk menunjang karir, baik untuk meneruskan pendidikan maupun untuk persyartan kerja. Karenanya harus segera dicarikan solusi alternatif," tambah Muhlison.
Melalui pernyataannya, mantan Ketua PMII Kota Banjar ini juga menyarankan agar Pemkot Banjar melakukan pemangkasan anggaran untuk dialokasikan kepada hal tersebut. Hal itu, baginya akan sangat membantu siswa dan orang tua yang hingga saat ini Ijazahnya belum bisa diambil.
"Kita menyarankan, agar Pemkot bisa melakukan pemangkasan anggaran khususnya untuk kegiatan-kegiatan seperti kunjungan kerja (kunker) anggota DPRD maupun dinas yang tidak terlalu penting dan tidak begitu jelas output nya," pintanya.
"Bila perlu, hapuskan saja anggaran pembelian mobil dinas baru kalau memang ada rencana untuk pengadaan tersebut. karena masyarakat lebih membutuhkan ijazah untuk masa depan anak-anaknya," Imbuhnya.
Di akhir keteranganya, Muhlison mengungkapkan kekecewaannya terhadap anggota DPRD Kota Banjar yang dinilai cenderung diam dan tidak peka seolah tidak mengerti persoalan masyarakat.
Seharusnya, menurut Muhlison, sebagai wakil rakyat bisa cepat merespons dengan turun langsung ke masyarakat ataupun ke sekolah dan mempertemukan para stakeholder terkait, sehingga persoalan yang ada bisa cepat terselesaikan.
"Kita melihat sepertinya para wakil rakyat yang ada belum melakukan tindakan sebagai mana mestinya. Harusnya kan sat-set ya, menyerap aspirasi dan mempertemukan pihak-pihak terkait persoalan yang bisa segera ditemukan solusi," kecamnya.
"Jangan-jangan para wakil rakyat ini justru tidak mengetahui persoalan yang hari ini tengah dirasakan masyarakat. Saya minta mereka segera melakukan langkah stategis untuk hal tersebut," ungkasnya. (Susi/TI Priatim)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Polemik Larangan Penahanan Ijazah Disdik Jabar, Ketua FP3 dan Posnu Kota Banjar Angkat Bicara
Pewarta | : Sussie |
Editor | : Faizal R Arief |