TIMES JABAR, TASIKMALAYA – Potensi korupsi yang melibatkan oknum Aparatur Sipil Negara (ASN) di Kota Tasikmalaya menjadi isu penting yang belum terjawab dalam Pilkada 2024. Kendati lima kandidat wali kota telah memaparkan visi-misinya, tidak ada satu pun yang secara spesifik menyinggung program pemberantasan korupsi.
Hal ini diungkapkan Neni Nur Hayati, M.I.Kom, Wakil Sekretaris Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) PP Muhammadiyah, dalam Seminar Kebangsaan di Graha Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya, Senin (18/11/2024).
Ketua PDM Kota Tasikmalaya H. Iif Syamsul Arif M.Si (FOTO: Harniwan Obech/TIMES Indonesia)
"Dari sisi partisipasi, Pilkada kali ini memberi angin segar karena kaderisasi kepemimpinan berjalan baik. Namun sangat disayangkan, tak ada komitmen eksplisit dari para kandidat untuk memberantas korupsi, padahal potensi korupsinya cukup besar," ujar Neni.
Selain pemberantasan korupsi, Neni menyoroti kurangnya perhatian terhadap isu kekerasan terhadap perempuan dan upaya pelestarian lingkungan dalam visi-misi kandidat.
"Ini sangat ironis, mengingat Kota Tasikmalaya adalah kota santri yang seharusnya menjadi teladan dalam transparansi, keadilan gender, dan keberlanjutan lingkungan," tambahnya.
Seminar yang digelar untuk memperingati Milad ke-112 Muhammadiyah ini dihadiri ratusan peserta, termasuk pelajar, mahasiswa, dan tokoh Muhammadiyah. Narasumber lainnya, Prof. Dr. Sanusi Uwes (Rektor pertama Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya) dan Bambang S. Setyawan, SH, MH (mantan Komisioner KPU Kota Tasikmalaya), turut memberikan pandangan kritis mengenai kondisi politik lokal.
Prof. Sanusi Uwes menyoroti masifnya praktik politik uang dalam Pilkada 2024. Ia menilai, politik uang menunjukkan lemahnya moralitas politik para kandidat.
"Kita membutuhkan pemimpin yang memiliki integritas, moralitas, dan etika. Politik uang hanya mencerminkan karakter yang munafik dan bertentangan dengan ajaran Islam," tegasnya.
Bambang S. Setyawan mengutip survei dari LSI yang mengungkap bahwa 57,5% pemilih menganggap politik uang sebagai hal wajar. "Orientasi pemilih kini lebih pada aspek pragmatis seperti kabuktos, karaos, kahartos (terlihat, dirasakan, dimengerti), bukan pada kompetensi atau moralitas kandidat," katanya.
Ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Kota Tasikmalaya, H. Iif Syamsul Arif, M.Si, menegaskan pentingnya pemilih memahami visi-misi kandidat secara mendalam. Ia berharap masyarakat dapat memilih pemimpin berdasarkan rekam jejak dan komitmen nyata untuk kemajuan Kota Tasikmalaya.
"Kebanyakan visi-misi kandidat kurang spesifik. Misalnya, dalam visi religius islami, tidak ada penjelasan bagaimana realisasinya, seperti kewajiban menyediakan mushola di perusahaan. Hal serupa juga terjadi pada isu korupsi yang minim rencana aksi nyata," ujarnya.
Seminar ini menghasilkan sejumlah rekomendasi yang akan disampaikan kepada wali kota terpilih. Namun, arah dukungan Muhammadiyah dalam Pilkada diserahkan sepenuhnya kepada setiap anggota Perserikatan.
"Kami berharap kader Muhammadiyah dapat memilih secara realistis berdasarkan visi dan misi yang sesuai dengan kepentingan Muhammadiyah," tutup Iif.
Pilkada Kota Tasikmalaya 2024 menunjukkan perkembangan positif dalam partisipasi demokrasi, tetapi masih menghadapi tantangan besar terkait isu korupsi, politik uang, dan ketidakjelasan program para kandidat. Diharapkan pemimpin terpilih mampu membawa perubahan nyata dengan berkomitmen pada pemberantasan korupsi, keadilan sosial, dan keberlanjutan lingkungan. (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Potensi Korupsi di Kota Tasikmalaya Jadi Sorotan dalam Pilkada 2024
Pewarta | : Harniwan Obech |
Editor | : Deasy Mayasari |