TIMES JABAR, TASIKMALAYA – Tumpukan sampah di Tempat Penampungan Sementara (TPS) Pasar Pancasila, Kota Tasikmalaya, kini telah menjelma menjadi “gunung mini” setinggi lebih dari tiga meter dengan panjang hampir dua puluh meter.
Gunungan limbah itu meluas, merambat ke sisi kios, dan perlahan menyempitkan ruang gerak pedagang serta pengunjung pasar.
Pemandangan di sekitar TPS seakan berubah menjadi potret buram persoalan klasik perkotaan. Kantong-kantong plastik menggunung, karung bekas bertumpuk, kursi rusak, koper, potongan alat rumah tangga, hingga sisa makanan busuk bercampur limbah pasar yang basah tampak berserakan tak beraturan.
Sebagian sampah bahkan sudah meluber ke badan jalan, memaksa pejalan kaki dan pengendara untuk bermanuver di jalur sempit.
Di tengah situasi itu, aktivitas warga tetap berjalan. Pedagang tetap membuka lapak, pembeli lalu-lalang, dan kendaraan roda dua maupun roda empat melintas, seolah terbiasa dengan pemandangan tersebut, meski harus berdampingan dengan bau menyengat yang menusuk penciuman.
Kondisi semakin parah setelah hujan mengguyur kawasan tersebut. Cuaca lembap membuat aroma busuk dari pembusukan sampah terperangkap di udara.
Bau menyengat itu menggulung seluruh kawasan pasar, membuat siapa pun yang melintas terpaksa menahan napas. Aroma itu bukan hanya mengganggu kenyamanan, tetapi juga memicu kekhawatiran serius akan dampak kesehatan.
Lalat beterbangan, belatung bermunculan, dan genangan air kotor dari rembesan sampah berpotensi menjadi sumber penyakit.
Penumpukan sampah ini bukan terjadi dalam semalam. Selama lima hari berturut-turut, tidak ada satu pun armada pengangkut sampah dari Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Tasikmalaya yang datang ke lokasi.
Absennya pengangkutan membuat volume sampah terus bertambah tanpa kendali hingga akhirnya membentuk gunungan besar.
Kondisi itu sangat dirasakan langsung oleh warga yang beraktivitas di sekitar TPS, salah satunya Budi, tukang tambal ban sekaligus pemilik warung kopi yang lokasi usahanya tak jauh dari gunungan sampah.
“Sudah lima hari nggak diangkut. Baunya parah, apalagi kalau habis hujan,” keluh Budi saat ditemui di lokasi, Selasa (25/11/2025).
Meski demikian, Budi mengaku tetap membayar iuran sampah setiap hari.
“Saya tetap bayar Rp1.000 sampai Rp2.000 per hari. Tapi soal kenapa telat diangkut, informasinya simpang siur. Ada yang bilang mobil mogok, ada juga yang bilang TPA Ciangir didemo. Saya sendiri nggak tahu yang benar,” ujarnya.
Ia berharap DLH bisa bergerak lebih cepat dan sistematis. “Sekarang baru dua kali mobil datang. Itu juga sehari belum tentu beres. Kalau bisa bagian bawah yang basah itu dikeruk, terus lantainya dicor supaya nggak bau terus,” katanya.
Petugas sampah setempat, Ade Kurnia, mengaku berada di posisi sulit. Di satu sisi ia harus menjalankan tugas di lapangan, di sisi lain harus menanggung keluhan warga yang terus-menerus datang.
“Banyak yang mengeluh bau dari tumpukan sampah. Saya sendiri tidak bisa berbuat banyak. Mau menegur warga juga sulit, kami juga ingin cepat beres, tapi kondisi di lapangan kadang tidak mendukung,” ungkapnya.
Keluhan warga semakin meningkat seiring hari, dan situasi menjadi tekanan tersendiri bagi para petugas lapangan yang minim dukungan armada.
Tokoh masyarakat setempat, Dani Setiawan (60), menilai persoalan ini bukan pertama kali terjadi. Menurutnya, masalah pengangkutan sampah sudah berulang, sementara alasan yang disampaikan dinas selalu itu-itu saja.
“Harus ada perbaikan kinerja secepatnya, alasan seperti armada mogok, nggak ada solar, dan yang lainnya itu sudah terlalu klasik,” tegas Dani.
Ia menilai kepercayaan warga semakin terkikis karena di satu sisi retribusi sampah tetap ditarik, tetapi pelayanan justru tidak optimal.
“Warga itu tidak menuntut macam-macam. Mereka cuma mau sampah diangkut rutin dan konsisten,” katanya.
Dani juga menyoroti bahwa TPS Pasar Pancasila tidak hanya menampung sampah dari pedagang pasar, tetapi juga dari warga luar kecamatan.
“Banyak juga sampah dari luar kecamatan yang dibuang ke sini,” tambahnya.
Secara terpisah, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kota Tasikmalaya, Sandi Lesmana, membenarkan adanya kendala teknis pada armada pengangkut sampah khusus Pasar Pancasila.
“Benar, mobilnya trouble atau mogok. Tapi sekarang sudah beroperasi lagi. Sementara ini baru satu mobil yang bisa kami kerahkan,” ujarnya saat dihubungi melalui sambungan telepon. (*)
| Pewarta | : Harniwan Obech |
| Editor | : Bambang H Irwanto |