TIMES JABAR, PANGANDARAN – Cagar alam yang berlokasi di Desa Pananjung, Kecamatan/ Kabupaten Pangandaran merupakan salah satu hutan buru warisan Belanda di tahun 1930.
Luas keseluruhan area lahan Cagar Alam Pananjung mencapai 1000 hektare yang terdiri dari 37,7 hektare sebagai Taman Wisata Alam (TWA). Sisanya sebagai Cagar Alam Pananjung dibagi menjadi dua Kawasan, yaitu Cagar Alam seluas 419,3 hektare dan area Cagar Alam Laut seluas 470 hektare.
"Kawasan TWA sendiri dikelola oleh Perum Perhutani dan kawasan Cagar Alam dibawah pengelolaan BKSDA," kata Usman (55), salah seorang warga.
Usman menambahkan, satwa yang berada di Cagar Alam didatangkan oleh Pemerintah Hindia Belanda yakni rusa dan banteng Jawa (Bos javanicus). "Hingga kini koleksi rusa masih lestari sementara banteng sendiri, menurut informasi sudah tidak ada lagi," tambahnya.
Punahnya banteng koleksi Cagar Alam Pananjung terjadi pada tahun 1982 hingga 1983, akibat letusan Gunung Galunggung Tasikmalaya. "Cerita orang tua dulu ke saya pelepasan banteng da rusa tahun 1934 sebanyak 80 ekor," terangnya.
Usman menjelaskan, populasinya bagus dan terjaga sampai tahun 1982, namun setelah Gunung Galunggung meletus populasinya menurun karena pakan alami dan sumber air tertimbun abu vulkanik.
"Waktu itu petugas berupaya membuat bak air minum dan diambilkan rumput dari luar untuk pakan, namun banteng itu kurang menyukai," jelas Usman.
Bahkan, kejadian abu vulkanik yang menimbun pakan banteng di Cagar Alam terjadi hampir 8 bulan. "Sekitar tahun 1997 banteng masih terpantau di lokasi Cagar Alam, tetapi sekarang sudah tidak ada," paparnya.
Sebagai pengganti banteng yang punah, tahun 2003 dipopulasikan delapan ekor sapi Bali yang bentuk sapi Bali itu mirip dengan banteng.
"Kini panorama banteng tinggal kenangan, harapan saya di Cagar Alam kembali ada banteng sebagai sarana edukasi untuk masyarakat," pungkasnya. (*)
Pewarta | : Syamsul Ma'arif |
Editor | : Deasy Mayasari |