TIMES JABAR, BANJAR – Ketidakhadiran kelompok berisiko di puncak peringatan Hari Aids Sedunia yang digelar KPA Kota Banjar ditanggapi Yuyun, aktivis keberagaman Kota Banjar.
Menurutnya, tidak dilibatkannya kelompok berisiko tersebut dapat memperkuat stigma terhadap komunitas LGBT dan HIV/AIDS.
"Cara tersebut tidak hanya memperkuat stigma, tetapi juga dapat melegitimasi diskriminasi dan marginalisasi terhadap kelompok tersebut," tegasnya kepada Times Indonesia, Kamis (11/12/2025).
Ia berharap bahwa ruang-ruang diskusi publik dapat lebih inklusif dengan melibatkan semua kelompok masyarakat, termasuk komunitas LGBT dan ODHIV, sebagai strategi efektif dalam penanggulangan HIV AIDS yang berbasis bukti dan berkeadilan..
Ditambahkannya bahwa Hari AIDS Sedunia (HAS) adalah peringatan global yang jatuh pada 1 Desember, dengan tujuan meningkatkan kesadaran masyarakat tentang HIV AIDS, menghapus stigma dan diskriminasi, serta mendorong akses layanan yang setara.
"Jadi untuk untuk mencapai tujuan itu berarti harus ada keterlibatan yang bermakna dari berbagai pihak termasuk dari populasi kunci, stakeholder terkait dan mereka yang peduli terhadap HIV/AIDS. Apalagi di Banjar di peringati tanggal 10 Desember yang notabene merupakan hari HAM sedunia," tegasnya.
Harus Lebih Inklusif dan Tepat Sasaran
Hal serupa disampaikan Eva Latifah selaku penggiat peduli HIV/AIDS. Menurutnya, peringatan HAS harusnya menjadi momentum untuk mengurangi stigma dan diskriminasi terhadap orang dengan HIV/AIDS, meningkatkan kesadaran tentang HIV/AIDS, dan mendorong pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS.
"Jadi yang harus terlibat dalam peringatan HAS adalah pemerintah dan instansi terkait, LSM peduli HIV, organisasi kesehatan, kelompok masyarakat, dan komunitas, serta individu yang peduli HIV/AIDS," cetusnya.
Ia juga menyarankan agar anggaran yang terbatas dapat digunakan secara efektif dengan mengambil perwakilan dari masing-masing kelompok.
"Kami menyayangkan bahwa peserta peringatan HAS kurang tepat sasaran, dan berharap bahwa ke depan, peringatan HAS dapat lebih inklusif dan tepat sasaran," harapnya.
Eva juga menegaskan bahwa kegiatan pertemuan komunitas yang diklaim oleh KPA sebagai segmen awal peringatan HAS merupakan kegiatan rutin yang digelar setiap tahunnya menyesuaikan dengan anggaran yang ada.
"Jadi itu bukanlah rangkaian acara HAS, apalagi digelarnya pada bulan Oktober. Itu pertemuan rutin," imbuhnya.
ODHA Harus Lebih Banyak Dilibatkan
Kusmana dari Kelompok Dampingan Sebaya (KDS) menyatakan bahwa peringatan Hari AIDS Sedunia (HAS) harus lebih banyak melibatkan Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA).
Menurutnya, hal ini penting untuk membuktikan bahwa ODHA masih bisa produktif dan memiliki hak hidup yang sama dengan orang lain.
"Alangkah baiknya ketika HAS atau acara puncaknya itu yang lebih banyak dihadirkan atau dilibatkan adalah Odha itu sendiri," kata Kusmana.
Alasannya, tak lain untuk membuktikan bahwa odha juga masih bisa produktif dan has itu adalah momentum penting bagi odha untuk merefresh atau bertafakur bahwa kesempatan hidup yang diberikan kali ini adalah salah satu hasil dari perjuangan temen2 odha melawan jenuhnya mengkonsumsi obat setiap hari.
Kusmana juga menyarankan agar ODHA diberikan reward sebagai bentuk kepedulian terhadap mereka.
"Ya mungkin hanya saran ini, setaun sekali dikasih reward sebagai bentuk kepedulian terhadap mereka, bahwa odha masih punya hak hak hidup yang sama dengan orang lain," katanya.
Kusmana juga menyayangkan bahwa pada peringatan HAS sebelumnya, layanan PDP dan KDS tidak ada.
"Jadi menurut saya kita harus lebih banyak belajar dari kota/kab lain bagaimana dan siapa saja yg penting untuk dihadirkan pada Has, karena kemarin saya melihat layanan PDP dan KDS tidak ada sangat disayangkan sekali padahal acaranya sudah bagus. (*)
| Pewarta | : Sussie |
| Editor | : Hendarmono Al Sidarto |