TIMES JABAR, BANJAR – Poros sahabat nusantara (POSNU) Kota Banjar mengungkapkan indikasi adanya oknum yang mencari peruntungan dengan bermain dibalik isue Ahmadiyah belum lama ini.
Hal itu disampaikan Muhlison selaku pembina Posnu melalui keteranganya kepada awak media, Selasa (24/6/2025).
Ia menduga jika isu Ahmadiyah tersebut sengaja dihembuskan dan diangkat ke permukaan untuk mendapatkan suatu keuntungan tertentu, dengan memanfaatkan instrumen masyarakat dan dasar normatif dalam melancarkan operasinya.
"Kalau kita melihat kronologis, riwayat dan lain-lain hingga terjadinya penyegelan, dalam pengamatan dan kajian kami, ini sepertinya memang ada oknum yang sengaja mencari peruntungan melalui isu yang memang sensitif, dan dianggap bisa memuluskan jalan untuk keuntungan yang di dapat. Oknum ini biasanya ya, selalu memanfaatkan kelompok-kelompok di masyarakat yang sebetulnya menyuarakan kebenaran nillai," Kata Muhlison.
"Akan tetapi, terkadang secara tidak sadar kelompok-kelompok masyarakat yang ada, terbawa arus skema oknum yang memang bermain secara halus, karena mereka juga menggunakan bangunan nilai yang sama untuk mendapatkan simpati dan dukungan," tambahnya.
Dijelaskan Muhlison, bahwa pemanfaatan kelompok masyarakat oleh oknum yang memainkan isu tertentu itu jamak terjadi. Karenanya, ia mewanti-wanti masyarakat untuk waspada dan tidak reaksioner sehingga nantinya mudah dibentur-benturkan.
Dengan tegas ia menyatakan jika pihaknya sangat mengecam tindakan oknum yang dinilainya pengecut, karena telah meminjam tangan untuk mencoba merusak harmoni kehidupan Masyarakat Kota Banjar, sehingga kembali membuka luka sosial yang mulai pulih akibat peristiwa serupa beberapa belas tahun silam.
Mengingat adanya potensi konflik sosial yang ditimbulkan dari isue Ahmadiyah tersebut, ia meminta oknum tersebut agar segera menyudahi dramanya, mengingat apa yang dilakukan sudah sangat kontra produktif dan sangat membahayakan kondusifitas masyarakat.
"Kejadian ini jamak terjadi. Oknum-oknum tersebut biasanya memang sengaja mencari keuntungan baik materi, jabatan, pengaruh, hingga citra diri untuk memenuhi kebutuhannya. Ini yang harus kita waspadai bersama. Jangan sampai masyarakat kita akhirnya dibentur-benturkan dan dimanfaatkan oleh mereka." Imbuh Muhlison.
Mantan Ketua PMII Kota Banjar ini mengingatkan bahwa hal tersebut sangat membahayakan dan bisa menimbulkan konflik sosial tak berkesudahan.
"Terus terang, saya apresiasi Masyarakat Kota Banjar yang sudah dewasa dalam berpikir dan bersikap sehingga tidak reaksioner dan merespon secara berlebihan. Sekali lagi, saya ingatkan anda yang sedang meminjam tangan, jangan rusak masyarakat dengan ulah anda ya!" tegas Muhlison.
Untuk mempersempit dan menutup celah tindakan oknum yang terkadang memanfaatkan dasar normatif dan kelompok masyarakat sebagai alat legitimasi, ia menyarakankan agar Walikota selaku pemangku kebijakan, segera mengkaji kembali dan merivisi keberadaan perwal atau kepwal yang ada dan mencari rumusan formula yang lebih bisa menjadi solusi bersama.
Menurutnya, isi Perwal tahun 2011 tentang Ahmadiyah Kota Banjar itu sudah melebar dari SKB 3 Menteri dan melanggar HAM serta Perundang-undangan yang ada, sehingga berdampak pada terampasnya hak-hak kewarganegaraan anggota Jamaah Ahmadiyah yang ada di Kota Banjar.
"Sebaiknya Perwal yang ada dikaji kembali dan direvisi ya. Itu untuk mempersempit dan menutup celah, agar tidak ada lagi oknum yang memanfaatkan situasi melalui instrumen tersebut sebagai dasar legitimasi untuk melancarkan operasi. Kasihan dong! Kan korbanya pasti masyarakat kita sendiri," jelas Muhlison.
"Bagaimana nanti masa depan anak-anak dari anggota JAI, kan mereka juga berhak mendapatkan masa depanya seperti anak-anak yang lain. Perwal yang ada sudah melebar jauh dari SKB dan melanggar perundang-undangan yang ada, termasuk merampas hak asasi anggota Ahmadiyah sebagai warga negara. Ini tentu tidak boleh diterus-teruskan. Pemkot harus mencari formula solusi bersama," imbuhnya.
Tidak hanya itu, aktivis ini menyesalkan langkah tim penanganan JAI yang dinilainya telah melakukan penghakiman sepihak atas nama negara tanpa membuka ruang diskusi sebagai bentuk Tabayyun.
Ia menduga, Ketua tim penanganan yang juga merupakan Kepala Kemenag Kota Banjar itu memiliki maksud dan tujuan tertentu dan samar di balik penanganan yang ada, mengingat jauh sebelum rentetan penyegelan dan pasca penyegelan terjadi, tidak ada langkah apa pun yang dilakukan sebagai upaya pembinaan.
Yang ada, tambah Muhlison, tindakan yang dilakukan secara sporadis dan abai terhadap dampak yang ditimbulkan, baik terhadap JAI itu sendiri maupun potensi konflik sosial yang di timbulkan di kemudian hari.
"Informasi yang kita terima, sebelumnya kan memang tidak pernah ada upaya pembinaan yang dilakukan, tidak ada diskusi. Harusnya kan diskusi dulu, memastikan dulu. jangan-jangan pandangan-pandangan yang kita pahami tentang anggota JAI belum ter-update. Apakah pandangan keyakinan JAI hari ini sudah ada perubahan atau bagaimana seiring berjalanya waktu, kan belum tau secara utuh," ungkap Muhlison.
"Kalau pengakuan ke kita selama berkali-kali diskusi ya, itu sudah berubah. Tinggal bagaimana pihak pemerintah dan tim yang ada bisa lebih intens melakukan pembinaan dan diskusi agar pemahaman yang ada bisa terkonfirmasi dan terkawal. Yang ada hari ini kan, tak ada angin tak ada hujan tiba-tiba ada penghakiman atas nama Perwal. Kalau kita perhatikan lebih jeli, dalam pandangan kami, pernyataan- pernyataan dari tim penanganan justru tidak hanya penghakiman sepihak, tapi seolah sedang ingin menumpas, menghabisi, dan melihat ini sebagai bahaya negara. Ini ada kepentingan apa? Sepertinya ada yang garuk di tempat yang enggak gatal. Ini tidak boleh dibiarkan!" jabarnya.
Sebagai bagian dari masyarakat, Posnu juga meminta kepada warga JAI untuk bisa lebih inklusif dan terbuka secara sosial kemasyarakatan sekaligus meluruskan pemahaman yang ada, sehingga tidak menimbulkan kesalahpahaman yang tak berkesudahan.
Saat ini, dinyatakan Muhlison warga JAI sebagai masyarakat masih terkesan tertutup dan masih kurang dalam pergaulan masyarakat. Meskipun begitu, ia memahami posisi tersebut mengingat hal itu terjadi juga dikarenakan miss pemahaman dan stigma masyarakat yang selama ini melekat, khususnya pasca insiden tidak mengenakan belasan tahun silam sehingga menimbulkan luka sosial dan psikologis yang cukup dalam.
"Kalau memang sudah berubah ya sebaiknya bisa lebih inklusif dan terbuka. Kalau dalam diskusi-diskusi yang kita lakukan, mereka sudah berkali-kali menegaskan diri sudah berubah. Ini kan tinggal bagaimana pembinaan yang dilakukan. Kan Al-Qur'an yang dibaca sama, solatnya juga sama. Kalau memang ada yang masih dianggap keliru ya diluruskan saja, kan bisa. Dan itu tugas kita semua," imbuhnya.
Di akhir keteranganya, Muhlison mengapresiasi pernyataan MUI Kota Banjar terkait adanya issue Ahmadiyah yang dinilainya bisa bersikap arif dan bijak, sehingga semua merasa terayomi dan teredukasi.
Ia berkeyakinan bahwa pernyataan MUI tersebut sudah berdasarkan kajian dan mempertimbangkan berbagai aspek, termasuk aspek hak warga masyarakat dalam praktik kehidupan berbangsa dan bernegara.
"Saya kira Ketua MUI sudah cukup bijak ya. Beliau bisa melihat semua dari banyak aspek. Termasuk sisi hak Ahmadiyah sebagai warga negara. Tinggal, hari ini bagaimana pihak Pemkot mencari solusi-solusi bersama dan mengkaji Perwal yanga ada agar tidak dimanfaatkan oleh oknum yang menjadikan Perwal tersebut sebagai dasar normatif untuk dijadikan senjata atau alat memukul ya," pungkasnya. (*)
Pewarta | : Sussie |
Editor | : Hendarmono Al Sidarto |