TIMES JABAR, JAKARTA – Pada awal 2024, tim peneliti dari Pusat Riset Biosistematika dan Evolusi (PRBE) Organisasi Riset Hayati dan Lingkungan, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dan Fakultas Pertanian, Universitas Sam Ratulangi mengumumkan temuan tiga spesies ngengat baru.
Mereka adalah Cryptophasa warouwi, Glyphodes nurfitriae dan Glyphodes ahsanae. Cryptophasa warouwi merupakan salah satu spesies yang ditemukan ternyata berpotensi menjadi ancaman bagi petani cengkeh karena dapat merusak batang dan ranting tanaman.
Cryptophasa warouwi adalah hama endemik baru dari Pulau Sangihe Sulawesi Utara yang harus diwaspadai oleh para petani. Selain itu, dua spesies ngengat baru lainnya yaitu Glyphodes nurfitriae dan Glyphodes ahsanae berasal dari Papua.
Hari Sutrisno, salah satu peneliti PRBE BRIN yang terlibat dalam penemuan ini, menyatakan, larva Cryptophasa merupakan hama penggerek cabang dan batang. Hewan malam ini memakan daun yang dipotongnya, membuat lubang dan menutupnya dengan sutra dan kotoran yang dianyamnya.
“Pada tahun 2023, (hewan) ini pernah menimbulkan kerusakan yang beragam pada tanaman cengkeh di lima kecamatan Pulau Sangihe, Sulawesi Utara. Infestasinya menyebabkan kerusakan cabang dan ranting yang mengakibatkan berkurangnya densitas daun pada tanaman cengkeh,” papar Hari seperti dikutip dari laman BRIN, Selasa (19/2/2024).
Pramesa Narakusumo, peneliti PRBE BRIN lainnya, menambahkan, sejak tahun 2016 larva jenis ini terlihat mengganggu tanaman cengkeh di Pulau Sangihe dan kemudian di tahun 2023 penyebaran jenis ini terus bertambah.
Pramesa juga menjelaskan, ngengat berwarna coklat tua ini memiliki struktur tegas pada alat kelaminnya yang merupakan karakter diagnostik yang paling menonjol. Selain itu, kode batang DNA menunjukkan spesies baru ini memiliki hubungan kekerabatan di antara spesies Cryptophasa lainnya, meskipun memiliki antena jantan yang serupa dengan genus Paralecta. Detail fisik dari spesies baru ini dibicarakan dalam jurnal Zootaxa Volume 5403 Nomor 1 yang terbit 18 Januari 2024 (link doi https://mapress.com/zt/article/view/zootaxa.5403.1.10).
Jackson F. Watung, dosen Universitas Sam Ratulangi, juga mengatakan, baru-baru ini tim juga menemukan fakta jika Cryptophasa warouwi tidak hanya menyerang tanaman cengkeh saja, tetapi juga menyerang tanaman jambu air dan jambu biji (Myrtaceae).
“Serangan ini dapat diklasifikasikan sebagai serangan serangga hama oligofag, sehingga sangat penting untuk secepatnya menyusun rencana strategi pengendalian hama, analisis risiko hama, daftar hama karantina, dan manajemen pengelolaan hama lainnya,” kata Jackson.
Kemudian, dua spesies ngengat baru lainnya yaitu Glyphodes nurfitriae dan Glyphodes ahsanae, berdasarkan analisis morfologi yang dilakukan bersama antara Peneliti BRIN dan Universitas Sam Ratulangi, dideklarasikan sebagai taksa baru dalam jurnal Zootaxa Volume 5403 Nomor 4 pada 23 Januari 2024 (link doi https://mapress.com/zt/article/view/zootaxa.5403.4.5).
“Saat ini, Glyphodes yang terdaftar di Indonesia berjumlah 48 buah. Publikasi terakhir tentang spesies Glyphodes dari Papua dan Sulawesi dipublikasikan Munroe pada tahun 1960. Sejak saat itu tidak ada lagi spesies yang dideskripsikan dari wilayah ini,” ucap Peneliti PRBE BRIN, Pramesa.
Pramesa juga menyampaikan, penemuan ini sangat berguna untuk memperkaya pengetahuan tentang keanekaragaman Cryptophasa di wilayah Wallacea dan mengetahui status hamanya. (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Temuan Ngengat Jenis Baru di Sulawesi dan Papua, BRIN: Berpotensi sebagai Hama
Pewarta | : |
Editor | : Wahyu Nurdiyanto |