TIMES JABAR, JAKARTA – Gagasan berani Donald Trump untuk merebut Gaza menuai kemarahan dari Washington hingga Rafah.
Trump mengatakan, AS akan mengambil alih Gaza, dengan tidak mengesampingkan penggunaan kekuatan pasukan AS. Rencana Donald Trump akan mengubah Gaza dari puing-puing menjadi 'Riviera' Timur Tengah.
Sementara sekitar 1,8 warga Palestina juta didorong untuk keluar dari Gaza dan mau dimukimkan di negara lain.
Gagasan Trump itu memicu ketakutan dari para ahli kebijakan luar negeri, dan mereka memperingatkan hal itu bisa menyebabkan pendudukan berdarah jika benar-benar terjadi.
Komentar ambisius Trump tentang AS yang berambisi merebut wilayah Gaza, bahkan dengan mengirim pasukan jika perlu, membuat para anggota parlemen dan analis bertanya-tanya apakah visi Trump menjerumuskan negara itu ke dalam peran yang berpotensi berdarah dalam menduduki kekuasaan di tengah konflik yang sulit diatasi.
Meskipun Trump mengaku para pemimpin Timur Tengah 'menyukai' gagasan itu dan bahwa 1,8 juta warga Gaza yang diperkirakan akan direlokasi ke negara lain akan menerimanya, tetapi ada bukti bahwa usulan itu belum sepenuhnya matang ketika Trump melontarkannya pada konferensi pers.
Belum Ada Komitmen
Sementara itu dilansir Al Jazeera, Juru bicara Gedung Putih Caroline Leavitt mengatakan pada hari Rabu bahwa Presiden Donald Trump belum membuat komitmen terhadap kendali AS atau pengerahan pasukan Amerika di Gaza seperti yang diungkapkannya.
Ditegaskan, Washington tidak akan mendanai pembangunan kembali Gaza, tetapi akan bekerja sama dengan mitranya di kawasan tersebut mengenai masalah tersebut.
Caroline Leavitt menegaskan, Presiden Trump tidak berjanji untuk mengerahkan pasukan Amerika di Gaza.
Ia menekankan bahwa presiden percaya bahwa Amerika Serikat perlu berpartisipasi dalam membangun kembali Gaza "untuk memastikan stabilitas di kawasan tersebut... dan ini tidak berarti menempatkan tentara di Gaza."
Ia juga mengatakan bahwa usulan "bersejarah" Trump untuk mengambil alih kendali Gaza menegaskan komitmennya untuk melenyapkan Gerakan Perlawanan Islam ( Hamas ) dan mengamankan perdamaian abadi.
Ia menambahkan bahwa Trump "mengharapkan mitranya, terutama Mesir dan Yordania, untuk menerima Palestina untuk sementara waktu sampai kami membangun kembali
Sedangkan Menteri Luar Negeri AS, Marco Rubio menyebut tawaran Trump itu "unik... bukan tindakan yang bermusuhan". Ia menekankan, itu adalah "kesediaan" Amerika Serikat untuk bertanggung jawab dalam membangun kembali Gaza.
"Tawaran Trump adalah untuk turun tangan, menyingkirkan puing-puing, dan membersihkan tempat itu dari semua kerusakan. Masyarakat Gaza harus tinggal di suatu tempat selama pembangunan kembali," tambahnya.
"Saya pikir semua orang ingin melihat perdamaian di kawasan ini," kata utusan khusus AS untuk Timur Tengah, Steve Witkoff kepada Fox News .
"Dan perdamaian di wilayah tersebut berarti kehidupan yang lebih baik bagi warga Palestina. Kehidupan yang lebih baik tidak harus dikaitkan dengan apa yang anda jalani saat ini. Kehidupan yang lebih baik adalah tentang kesempatan yang lebih baik, kondisi keuangan yang lebih baik, aspirasi yang lebih baik untuk anda dan keluarga anda," katanya
Merasa Jijik
"Reaksi langsung di kalangan warga Palestina dan para pemimpin di seluruh kawasan adalah "rasa jijik," kata seorang pakar Timur Tengah yang memberi nasihat kepada menteri luar negeri di berbagai pemerintahan kedua partai, Aaron David.
"Pertanyaannya adalah apakah ini merupakan gangguan dari Trump atau apakah ini terkait dengan strategi yang sebenarnya. Dan saya berpendapat ini merupakan cerminan dari orang yang sangat tidak serius. Dia berpikir dengan kepekaan oportunistik seperti pengembang real estat," tegas Aaron David kepada DailyMail.com.
Rencana ambisius Presiden Donald Trump, untuk mengambil alih 'kepemilikan' Gaza, bahkan dengan mengirim pasukan jika perlu itu membuat para anggota parlemen dan analis gelisah.
"Yang mereka lihat hanyalah kematian dan kehancuran dan puing-puing dan bangunan-bangunan yang hancur berjatuhan," dalih Trump sambil mengklaim bahwa tempat itu bisa diubah menjadi "daerah yang luar biasa"
Bahkan sekutu politik Trump, seperti Senator Republik Carolina Selatan Lindsey Graham memberikan pujian samar untuk 'proposal yang menarik' itu, setelah mendukung calon kabinetnya yang paling kontroversial.
"Saya pikir sebagian besar warga South Carolina mungkin tidak akan senang Amerika mengirim pasukan untuk mengambil alih Gaza. Itu mungkin akan menjadi masalah," kata Graham, seperti dilaporkan Jewish Insider.
Trump mengajukan usulan tersebut hanya beberapa jam setelah ia mengecam untuk kesekian soal pengeluaran darah dan harta Amerika dalam Perang Irak yang menjadi inti kampanye pemilihannya.
Di antara mereka yang mengejek usulan tersebut adalah duta besar Palestina untuk PBB, Riyad Mansour, yang merujuk pada upaya Trump untuk membangun kembali 'sebidang tanah yang bagus, segar, dan indah' tepat di pantai Mediterania.
"Bagi mereka yang ingin mengirim mereka ke tempat yang bahagia dan menyenangkan, biarkan mereka kembali ke rumah asal mereka di Israel," katanya.
"Amerika Serikat harus menginvasi Gaza, mengusir Hamas, dan melakukan operasi kontrapemberontakan. Ini adalah perang lain di Timur Tengah," begitulah komentator C
Fareed Zakaria dari CNN yang menggambarkan rencana tersebut.
Ketidakpercayaan juga muncul di dalam Ruang Timur Gedung Putih. "Ini gila," kata seorang reporter setelah Trump mengusulkan rencana tersebut.
Meskipun Trump sendiri mengakui kehancuran total di Gaza dan banyaknya puing, komentarnya tidak banyak mengakomodasi masalah keamanan besar-besaran dan skala besar pembangunan kembali.
Reaksi langsung yang muncul adalah rasa 'jijik' di kalangan warga Palestina dan para pemimpin di seluruh kawasan, kata pakar Timur Tengah Aaron David Miller.
"Saya pikir dia hanya mengarang cerita tanpa berpikir. Yang pasti tidak ada rencana di balik ini," kata Brian Katulis, peneliti senior untuk kebijakan luar negeri AS di Middle East Institute, kepada Reuters.
Gaza telah lama dianggap sebagai bagian penting dari solusi apa pun untuk konflik panjang sebagai bagian dari negara Palestina masa depan yang akan mencakup Tepi Barat yang diduduki.
Resep Kekacauan
Para pemimpin Hamas, meskipun menderita kerugian besar setelah diburu pasca-serangan berdarah pada 7 Oktober di Israel, menyebut usulan tersebut 'rasis' dan resep untuk 'kekacauan.'
Pejabat senior Hamas Sami Abu Zuhri mengatakan kepada Kantor Berita Shehab yang berpusat di Gaza, bahwa rencana tersebut adalah "resep untuk kekacauan dan ketegangan regional".
Ia mengatakan, penduduk Gaza tidak akan membiarkan rencana tersebut dilaksanakan dan mengatakan, apa yang dibutuhkan adalah diakhirinya pendudukan dan agresi terhadap warga Palestina, bukan pengusiran mereka dari tanah mereka.
Seperti yang dijelaskan, Donald Trump menggagas akan membangun kembali Gaza, tetapi ia "mengusir" jutaan warga Palestina untuk mau dimukimkan di beberapa negara, namun gagasan itu menuai kemarahan. (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Gagasan Donald Trump 'Merebut' Gaza Menuai Kemarahan
Pewarta | : Widodo Irianto |
Editor | : Ronny Wicaksono |