https://jabar.times.co.id/
Berita

Bareng YPPCBL Sejak 2002, Smile Train Indonesia Bantu Pulihkan Ribuan Penderita Celah Bibir

Senin, 07 Oktober 2024 - 14:16
Bareng YPPCBL Sejak 2002, Smile Train Indonesia Bantu Pulihkan Ribuan Penderita Celah Bibir Deasy Larasati, Country Manager dan Program Director Smile Train Indonesia berpose di sebuah cafe di Bandung (Foto: Djarot/TIMES Indonesia)

TIMES JABAR, BANDUNGSmile Train, sebuah organisasi global nirlaba, telah berkomitmen untuk membantu penyembuhan celah bibir dan langit-langit (CBL) pada masyarakat yang membutuhkan di berbagai negara, termasuk Indonesia.

Melalui program operasi gratis dan dukungan medis berkelanjutan, Smile Train telah memberikan dampak nyata bagi ribuan anak dan keluarga.

Menurut laporan terbaru dari Smile Train, organisasi ini telah berhasil melakukan lebih dari 1,5 juta operasi di seluruh dunia sejak didirikan.

Di Indonesia, Smile Train bekerja sama dengan banyak rumah sakit dan tenaga medis lokal, juga yayasan seperti Yayasan Pembina Penderita Celah Bibir dan Langit-Langit (YPPCBL). Tujuannya untuk memastikan anak-anak yang lahir dengan kondisi ini mendapat perawatan yang layak.

 “Kerja sama kami dengan YPPCBL untuk penanganan anak yang memiliki celah bibir dan langit-langit sejak tahun 2002. Jadi, kami sudah bekerja sama selama 22 tahun,” ujar Deasy Larasati, Country Manager & Program Director Smile Train Indonesia, Senin (7/10/2024).

Menurutnya, seperti yang dilihat, beberapa pasien yang dulunya masih bayi sekarang sudah beranjak usia dan bisa tampil di sejumlah kegiatan.

"Memang, bantuan dari Smart Train itu tidak hanya melakukan operasi Celah bibir lalu selesai. Tetapi, bagaimana pasien ini bisa mendapatkan hasil maksimal,” ungkap Deasy.

Deasy menjelaskan bahwa kegiatan pemulihan pasien juga jadi concern - apakah setelah operasi yang dijalankan, bicara pasien jadi normal, apakah makan atau minum pasien tidak keluar lagi lewat hidung?

Ini menjadi perhatian disebabkan sebelum operasi, celah di langit-langit mulut pasien bisa menjadikan makanan keluar lagi lewat hidung. Hal tersebut menjadi perhatian Deasy yang memantau agar pasien yang menerima operasi bisa menikmati hasilnya dengan baik.

Ia pun menuturkan bahwa dalam kondisi proses pemulihan pasien dibutuhkan perhatian dari banyak pihak, seperti pihak keluarga misalnya, sehingga bantuan yang diberikan itu bisa berkelanjutan dan secara maksimal diterima oleh pasien.

Hasilnya, pihak Smile Train juga bisa melihat perubahan, bagaimana cara bicara si pasien, apakah bicara si pasien sudah bisa berkata dengan sesuatu sesuai yang bisa dimengerti. Itu juga yang menjadi salah satu bentuk dukungan dan bantuan dari Smile Train.

Berkaitan dengan jumlah pasien bibir sumbing, istilah yang masyarakat kebanyakan tahu, mengacu, membandingkan dan juga mensurvei hasil statistik jumlah penduduk, maka di tingkat Asia dari di 700 kelahiran, itu pasti 1  bayi lahir dalam keadaan berbibir sumbing.

"Kalau jumlah populasinya di Indonesia saja rata-rata per tahun kelahiran bayi bibir sumbing, itu kurang lebih sekitar 8.000-an bayi lahir dengan bibir sumbing,” tutur Deasy.

Deasy menjelaskan bahwa kondisi bayi yang lahir berbibir sumbing itulah yang menjadi bentuk concern dari Smile Train. Sampai saat ini, hanya di Indonesia, Smile Train membantu kurang lebih 8.000 sampai dengan 9.000 operasi per tahun.

Terkait mengapa hal ini tidak banyak diketahui masyarakat, karena memang hal-hal yang menjadi kepercayaan atau dipercayai oleh masyarakat bahwa bibir sumbing itu mitos. Banyak hal tabu yang mereka adopsi dari kebiasaan-kebiasaan di mana secara medis itu tidak ada hubungannya.

“Penyebab bibir sumbing itu sampai sekarang diyakini, penyebab utamanya belum diketahui dari mana. Kasusnya ini multifactor. Seorang perempuan bisa melahirkan itu punya potensi dapat melahirkan bayi dengan bibir sumbing,” ulas Deasy.

Soal mengapa kondisi tersebut bisa terjadi, Deasy menyebut karena penyebabnya adalah pada trimester pertama, kebutuhan gizi kurang untuk pembentukan janinnya sehingga terbentuk celah bibir.

Kemudian bisa juga terjadi anaknya jatuh dan berdampak pada bibir, atau bisa saja terjadi karena faktor keturunan

"Itu juga masih banyak ditemui. Karena itu, kita juga sampai sekarang terkadang menemui seperti bapaknya berbibir sumbing, atau anaknya atau juga cucunya yang punya bibir sumbing,” pungkas Deasy. (*)

Pewarta : Djarot Mediandoko
Editor : Ronny Wicaksono
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Jabar just now

Welcome to TIMES Jabar

TIMES Jabar is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.